Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Penculikan Anak Terjadi Lagi, Bukti Kegagalan Negara Ciptakan Lingkungan Ramah Anak

Senin, 24 November 2025 | 19:34 WIB Last Updated 2025-11-24T12:34:28Z

Tintasiyasi.id.com -- Kasus penculikan anak BR yang tengah ramai dibicarakan karena perpindahan dari Makassar hingga ke pedalaman Jambi menunjukkan kelompok rentan, seperti anak hingga masyarakat adat, selalu rawan menjadi korban eksploitasi.

Sementara itu, perlindungan dan pemenuhan hak bagi kelompok rentan, seperti masyarakat adat dan anak, sangat minim sehingga membuka peluang menjadi korban berulang.

Begendang, salah-seorang anggota Orang Rimba di pedalaman Jambi, menjadi tempat terakhir dari BR setelah tiga kali berpindah tangan dari Makassar hingga Jambi.
Keterangan dari M Sobar Alfahri (BCC Indonesia Kamis 13/11/2025).

Dari pada dibawa ke mana-mana lebih baik kami yang ganti rugi supaya kami rawat seperti anak sendiri. Itu pikiran kami, tidak ada yang lain. Ungkap ayah Begendang, kepadanya. Robert Aritonang seorang Antropolog dari KKI Warsi, menyampaikan kelompok yang disebut terlibat dalam kasus ini adalah Orang Rimba Sawitan, yang hidup di wilayah sekitar perusahaan besar.

Hilangnya ruang hidup telah menimbulkan "crash landing sosial" yakni kondisi di mana Orang Rimba tiba-tiba harus berhadapan dengan perubahan dunia luar yang tidak mereka pahami.

Hilangnya Ketaqwaan

Banyak faktor penyebab maraknya tindakan kriminal, termasuk penculikan. Faktor utamanya adalah ketakwaan kepada Allah SWT. Andai saja para pelaku tersebut beriman pada Allah Swt. 

Dan meyakini sepenuh hati bahwa Allah Swt telah menetapkan rezeki bagi setiap makhluk-Nya, mereka tidak akan melakukan cara haram untuk mendapatkannya.

Namun, bagaimana bisa ketakwaan tumbuh pada diri mereka, sedangkan mereka lahir di tengah sistem kehidupan sekuler? Sedari kecil mereka tidak mengenal agamanya secara utuh. Mereka tidak paham berbagai nilai ajaran Islam, seperti bahwa nyawa manusia lebih mulia dari dunia dan isinya, pembunuhan adalah kejahatan paling besar, wajib mencari nafkah dengan cara halal, wajibnya seorang ayah menafkahi anak dan istrinya, dan sebagainya.

Kehidupan sekuler sungguh telah melahirkan berbagai tindak kriminal. Ini karena kebebasan tingkah laku menjadi konsekuensi logis dari paham ini. Masyarakat merasa bebas berbuat untuk kepentingan mereka sendiri, tidak peduli merugikan orang lain atau tidak.

Negara seharusnya menyelesaikan masalah, tetapi ini memicu terjadinya tindak kejahatan, secara langsung maupun tidak langsung. Penetapan kebijakan yang ternyata kontradiktif terhadap penyelesaian tindak kriminal, termasuk penculikan anak. Lemahnya hukum di Indonesia dalam menghentikan tidak penculikan dan perdagangan anak.

Adanya kebijakan terkait perlindungan anak. Payung hukum memang telah ada, hanya saja, sanksinya sangat tidak menjerakan. Pasal 83 UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan pelaku penculikan anak diancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling sedikit 3 tahun, serta ancaman pidana berupa denda paling banyak Rp300 juta dan paling sedikit Rp60 juta. 

Bagaimana bisa sanksi begini bikin pelaku jera? Belum bicara realitas hukum di negeri ini yang tampak mudah diperjualbelikan. 

Syariat Islam Sebagi Solusi

Sejatinya, peran negara yang tidak menerapkan syariat Islam secara sempurna menjadi faktor terbesar terjadinya keburukan di tengah rakyat, termasuk kasus penculikan. Ini karena tatkala syariat Islam ditegakkan, fungsi negara bukan sekadar regulator sebagaimana sistem hari ini, melainkan sebagai junnah (perisai) dan raa’in (pengurus) rakyat.

Menurut Islam, negara harus berada di garis terdepan untuk melindungi rakyatnya, terlebih pada generasi sebab mereka adalah mutiara umat yang akan meneruskan tongkat estafet kepemimpinan.

Negara akan melindungi mereka dari segala macam mara bahaya. Mereka akan dididik dengan pemahaman akidah Islam, baik di sekolah maupun rumah. Mereka pun akan dijauhkan dari pemahaman kufur, seperti budaya liberal.

Negara juga akan memberikan sanksi yang menjerakan, termasuk pada pelaku penculikan. Hukuman bagi pembunuhan ataupun perusakan tubuh adalah kisas, yaitu hukuman balasan yang seimbang bagi pelakunya, yang ditetapkan oleh khilafah.

Penerapan sistem Islam meniscayakan sanksi tegas terhadap segala bentuk pelanggaran hukum syara. Sistem pemerintahan Islam (Khilafah) akan bersungguh-sungguh dalam menciptakan kesejahteraan dan kehidupan yang aman sentosa. 

Tindak kriminal pun akan minim, bahkan hilang sama sekali. Daulah bertanggung jawab dalam membentuk masyarakat yang bertakwa dan sejahtera. Wallahu'alam bishshawwab.[]

Oleh: Fitri Susilowati
(Aktivis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update