Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Buah Zikir menurut Ibnu Athaillah: Jalan Ruhani Menuju Cahaya Ilahi

Selasa, 27 Mei 2025 | 17:51 WIB Last Updated 2025-05-27T10:52:03Z

TintaSiyasi.id -- Pendahuluan: Zikir sebagai Jalan Pulang

Di zaman yang semakin bising oleh informasi dan hiruk-pikuk dunia, banyak hati menjadi gelisah. Jiwa merasa hampa walau raga disibukkan dengan aktivitas. Dalam kondisi seperti ini, umat Islam perlu kembali menemukan kunci kedamaian dan ketenangan hakiki, yaitu dzikir—mengingat Allah.

Namun, dzikir bukan sekadar gerakan lidah atau ritual lisan. Dzikir adalah cahaya yang menghidupkan hati. Ia adalah nafas ruhani yang menyambungkan makhluk kepada Sang Pencipta. Salah satu ulama besar tasawuf, Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari, melalui karya legendarisnya Al-Hikam, menjelaskan kedalaman makna dzikir dan buah-buah manis yang dihasilkan darinya.

Artikel ini akan menggali hikmah-hikmah Ibnu ‘Athaillah tentang dzikir dan bagaimana dzikir dapat menjadi jembatan menuju Allah, menghidupkan jiwa, dan menyinari langkah-langkah perjalanan ruhani.



1. Dzikir: Jalan Bertahap Menuju Hadirat Allah

Ibnu Athaillah berkata:

> “Jangan engkau meninggalkan dzikir hanya karena engkau belum merasakan hadirnya hati bersama Allah. Sebab kelalaianmu dari dzikir kepada-Nya lebih berbahaya daripada kelalaian hatimu ketika berdzikir kepada-Nya.”
(Al-Hikam no. 5)



Dalam hikmah ini, Ibnu Athaillah mengajarkan pentingnya konsistensi dalam dzikir, meskipun kita merasa belum khusyuk. Dzikir yang dilakukan terus-menerus akan membawa pelakunya melalui tahapan-tahapan ruhani:

Dari dzikir lisan yang lalai,

Menuju dzikir hati yang hadir,

Lalu dzikir yang penuh penyaksian (musyahadah),

Hingga akhirnya sampai pada dzikir fana (tiada yang dilihat kecuali Allah).


Setiap tahapan adalah buah dari dzikir yang terus diulang, disiram dengan keikhlasan, dan dijaga dengan muhasabah.


---

2. Dzikir Adalah Tanda Kasih Sayang Allah

Ibnu Athaillah juga berkata:

> “Tidak ada sesuatu yang lebih dapat menarik rahmat Allah dibanding dzikir kepada-Nya. Dan tidak ada amal yang lebih mendekatkan kepada-Nya selain dzikir.”



Dzikir bukan sekadar upaya manusia mendekat kepada Allah, tapi tanda bahwa Allah sedang menarik hamba-Nya kepada-Nya. Dzikir adalah undangan Ilahi, dan ketika seorang hamba berdzikir, itu artinya Allah telah menyebut namanya lebih dulu.

Sebagaimana firman Allah:

> “Ingatlah Aku, maka Aku akan ingat kalian.”
(QS. Al-Baqarah: 152)



Buah dzikir yang paling agung adalah diingat oleh Allah. Apa lagi yang lebih tinggi dari ini?


---

3. Dzikir Menghidupkan Hati yang Mati

Ibnu Athaillah menulis:

> “Bagaimana mungkin hati akan bersinar bila dunia masih tergambar di cerminnya?”



Hati adalah cermin. Bila ia dipenuhi debu kelekatan dunia, maka tidak akan mampu memantulkan cahaya Ilahi. Dzikir adalah air yang membersihkan cermin hati, menjernihkannya, dan membuatnya kembali bercahaya.

Dalam banyak ayat, dzikir dikaitkan dengan ketenangan:

> “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.”
(QS. Ar-Ra’d: 28)



Maka buah dzikir adalah ketenteraman batin, kesejukan jiwa, dan kedamaian hidup yang tidak tergantung pada dunia.


---

4. Dzikir Melenyapkan Hijab dan Membuka Tirai

Dzikir bukan hanya pengingat, tetapi penghapus hijab antara kita dengan Allah. Dalam Al-Hikam, Ibnu Athaillah menjelaskan:

> “Dzikir kepada Allah adalah cahaya bagi hati dan pintu segala kebaikan. Dengan dzikir, tirai-tirai akan tersingkap, dan keagungan Allah akan dapat disaksikan oleh mata hati.”



Dzikir yang mendalam akan menyingkap realitas Ilahi di balik dunia fisik. Ia membuat seorang hamba melihat bahwa segalanya adalah milik Allah, bahwa segala peristiwa adalah ketetapan-Nya, dan bahwa tidak ada daya dan upaya kecuali dengan-Nya.




5. Dzikir Menumbuhkan Mahabbah (Cinta kepada Allah)

Ketika dzikir dilakukan terus-menerus, ia akan menumbuhkan mahabbah (cinta kepada Allah). Cinta inilah yang menjadi sumber kekuatan terbesar seorang mukmin untuk taat, sabar, dan berjuang di jalan Allah.

Ibnu Athaillah menyebut:

> “Barangsiapa mengenal Allah, niscaya akan mencintai-Nya. Dan barangsiapa mencintai-Nya, niscaya akan tenggelam dalam dzikir kepada-Nya.”



Cinta yang tumbuh dari dzikir bukanlah cinta emosional semata, melainkan cinta ruhani yang menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan hidup, satu-satunya tempat kembali, dan satu-satunya kekasih abadi.


---

6. Dzikir Menjadikan Allah sebagai Penjaga Hati

Buah dzikir lainnya adalah penjagaan dari Allah. Ketika hati terbiasa mengingat-Nya, Allah akan menjaga dari kesesatan, kerusakan niat, dan tipu daya syahwat.

Sebagaimana disebut dalam hadits Qudsi:

> “Aku bersama hamba-Ku ketika ia mengingat-Ku.”
(HR. Bukhari dan Muslim)



Ketika seorang hamba berdzikir, maka Allah “bersama” dengannya—dengan rahmat, penjagaan, dan bimbingan-Nya.


---

Penutup: Mari Menjadi Ahli Dzikir

Wahai saudaraku, di tengah zaman yang penuh fitnah dan godaan, dzikir adalah penyelamat ruhani kita. Dzikir bukan sekadar tasbih, tahmid, dan takbir. Ia adalah tangga menuju Allah, cahaya di tengah kegelapan, penyembuh kegelisahan, dan tanda cinta sejati kepada Sang Pencipta.

Mari kita bangun rutinitas dzikir harian:

Setelah shalat: dengan wirid dan istighfar

Di waktu lengang: dengan dzikir hati

Dalam kesibukan: dengan kesadaran bahwa Allah selalu melihat


Sebagaimana nasihat Ibnu Athaillah:

> “Janganlah kamu bergantung pada amal, tetapi bergantunglah pada dzikir kepada Allah yang menghidupkan amal itu sendiri.”





Doa Penutup

Ya Allah, hidupkan hati kami dengan dzikir-Mu. Jadikan lisan kami senantiasa basah dengan menyebut nama-Mu. Angkat kami dari dzikir lisan menuju dzikir hati, lalu dzikir ruhani, hingga kami menyaksikan-Mu dalam setiap detak kehidupan kami. Jadikan kami hamba yang Engkau ingat, sebagaimana kami ingin selalu mengingat-Mu.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si
(Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo dan Penulis Best Motivation dari Penerbit Erlangga Jakarta)

Opini

×
Berita Terbaru Update