TintaSiyasi.id -- Salah satu profesi yang fundamental saat ini namun diremehkan (undervalued) adalah guru. Profesi ini sangat vital peranannya dalam mencerdaskan generasi bangsa.
Peradaban dan keberlangsungan suatu bangsa ditentukan oleh kualitas generasinya. Kualitas generasi dipengaruhi oleh sistem pendidikan dan guru adalah pentransfer ilmu bagi setiap generasi bangsa. Bahkan ada yang menyebut guru bagian dari tulang punggung bangsa.
Namun, di era kapitalisme guru adalah profesi yang termarjinalkan layaknya petani, buruh dan sebagainya.
Sebaliknya profesi overpaid adalah profesi yang kurang memberikan kontribusi kepada masyarakat secara langsung seperti anggota DPR dan artis.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh YouGov mencakup 36 profesi menunjukkan kesenjangan mencolok, 90 persen responden mengatakan gaji DPR terlalu tinggi bahkan 82 persennya mengatakan overpaid by a lot disusul aktor sebesar 69 persen.
Wajar jika hal ini memicu aksi demonstrasi di masyarakat bulan Agustus 2025. Sudahlah kesenjangan yang mencolok ditambah narasi anggota DPR yang menyinggung masyarakat, seperti perkataan Ahmad Sahroni yang menyebut demonstran yang menuntut pembubaran DPR adalah orang terbodoh sedunia. Diikuti Nafa Urbach yang mengeluhkan perjalanan yang luar biasa dari Bintaro ke gedung DPR.
Untuk tunjangan perumahan DPR sebesar 50 juta per bulan, padahal rumah dinas masih tersedia. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran menaksir penerimaan anggota DPR bisa mencapai 230 juta per bulan. Jauh melampaui gaji rata-rata manajer di Jakarta di kisaran Rp. 14,5 juta. DPR juga mendapatkan pensiun seumur hidup.
Ironi sekali dengan profesi esensial seperti guru, dituntut minimal berijazah sarjana namun gaji jauh dari kata ideal. Guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dituntut punya jam kerja dalam situasi berkurangnya murid atau anak tidak sekolah yang semakin meningkat jumlahnya setiap tahun. Guru PPPK juga tidak mendapatkan pensiun meski kerja bertahun-tahun.
Keluhan guru PPPK kembali mencuat saat rapat dengar pendapat umum dengan Komisi II DPR RI, Rabu (24092025).
Mereka menuntut agar bisa mendapatkan kepastian karier, perlindungan hukum, kenyamanan kerja sampai hak pensiun yang setara dengan pegawai negeri sipil (PNS).
Aspirasi disampaikan oleh Ikatan Pendidik Nusantara (IPN) dan forum PPPK Kabupaten Bogor kepada pimpinan komisi II DPR RI Dede Yusuf.
Tuntutan utama mereka salah satunya adalah peralihan status PPPK menjadi PNS tanpa tes melalui revisi Undang-undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).
Kondisi PPPK masih lebih baik daripada guru honorer yang gajinya hanya Rp. 300.000 per bulan.
Fakta-fakta guru sebagai profesi esensial Undervalued terjadi dalam sistem kehidupan saat ini yaitu sistem demokrasi kapitalisme. Walaupun tak dapat dipungkiri ada beberapa negara di dunia dengan gaji fantastis. Seperti Luksemburg dengan gaji guru Rp. 95,8 juta per bulan atau Rp. 1,17 miliar per tahun dikutip dari World Population Review data Organization for Economic Cooperation Development (OECD). Diikuti Jerman Rp. 1,15 miliar per tahun, kemudian Denmark dengan gaji guru Rp. 876,2 juta, Austria sebesar Rp. 815,1 juta, Belanda Rp. 801,3 juta, Australia Rp. 788 juta pertahun, Turki Rp. 760,7 juta per tahun, Amerika Serikat Rp 738,7 juta pertahun, Spanyol Rp. 733,1 juta pertahun, Norwegia Rp 707, 8 juta pertahun. Di Asia ada Jepang dengan gaji guru mencapai 30 juta rupiah per bulan atau Rp. 360 juta pertahun.
Dibalik tingginya gaji guru di negara-negara Eropa, Amerika dan Jepang ada pajak yang mencapai 65 persen dari penghasilan rakyatnya.
Jadi, dalam sistem kapitalisme walaupun manis seperti gaji guru yang tinggi di beberapa negara tersebut tetap pahit dalam penerapannya. Karena mekanisme pemenuhan kebutuhan mendasar publik rakyatnya di suplai dari pajak bukan dari sektor pendapatan harta milik umum seperti hasil pengelolaan sumber daya alam.
Dalam sistem Kapitalisme tidak ada batasan kepemilikan individu, sehingga individu boleh menguasai aset vital negara maupun aset milik umum seperti sumber daya alam, jembatan, jalan tol dan seterusnya.
Dari sinilah muncul istilah yang kuat akan memangsa yang lemah. Individu yang bisa menguasai kepemilikan umum seperti sumber daya alam, jalan, jembatan dengan berbagai cara yang dihalalkan, merekalah orang kuat. Sementara yang lemah adalah individu yang harus membayar layanan kebutuhan publik dan tidak bisa menguasai kepemilikan umum bahkan kepemilikan pribadinya pun sangat terbatas atau tak memiliki apapun.
Orang-orang kuat, mereka menguasai aset vital sehingga kekayaannya akan sangat mudah berlipat ganda, akhirnya disebut pemilik modal. Para pemilik modal ini sangat kuat pengaruhnya termasuk dalam mempengaruhi pembuatan undang-undang dan jalannya pemerintahan, termasuk dunia pendidikan.
Guru bukan himpunan para pemilik modal dalam sistem kapitalisme. Sebaliknya, anggota legislatif maupun eksekutif di banyak negara kapitalisme mayoritas di isi oleh para pemilik modal. Sehingga, negara yang mengadopsi sistem kapitalisme umumnya memandang guru adalah profesi undervalued, underpaid meskipun perannya esensial. Sebaliknya DPR adalah profesi yang overpaid meskipun perannya hampir tak dirasakan oleh masyarakat. Bahkan bulan Agustus kemarin sempat mencuat isu pembubaran DPR.
Guru dalam Pandangan Islam
Berbanding terbalik dengan sistem Kapitalisme, Islam memandang guru dengan pandangan mulia. Pandangan ini tak hanya diwujudkan dengan soalan gaji, namun juga adab yang terpatri dari titah Sang Nabi. Sebagaimana hadis berikut ini,
كُوْنـُـوْا رَبَّانِيِّـْينَ حُلَمَاءَ فُقَهَاءَ عُلَمَاءَ وَيُقَالُ اَلرَّبَّانِيُّ الَّذِى يُــرَبِــّى النَّاسَ بِصِغَارِ اْلعِلْمِ قَبْلَ كِبَارِهِ
Artinya: Jadilah pendidik yang penyantun, ahli fiqih, dan ulama. Disebut pendidik apabila seseorang mendidik manusia dengan memberikan ilmu sedikit-sedikit yang lama-lama menjadi banyak (HR Bukhari).
وقال النبي صلى الله عليه وسلم: من أكرم عالما فقد أكرمني، ومن أكرمني فقد أكرم الله، ومن أكرم الله فمأواه الجنة
Artinya: "Barang siapa memuliakan orang alim (guru) maka ia memuliakan aku. Dan barang siapa memuliakan aku maka ia memuliakan Allah. Dan barang siapa memuliakan Allah maka tempat kembalinya adalah surga" (Kitab Lubabul Hadits).
وقال صلى الله عليه وسلم: من نظر إلى وجه العالم نظرة ففرح بها خلق الله تعالى من تلك النظرة ملكا يستغفر له إلى يوم القيامة
Artinya: "Barang siapa memandang wajah orang alim (guru) dengan satu pandangan lalu ia merasa senang dengannya maka Allah Ta'ala menciptakan malaikat dari pandangan itu dan memohonkan ampun kepadanya sampai hari kiamat" (Kitab Lubabul Hadits)
رواه الخطيب البغدادي عن جابر .أكْرِمُوا العُلَمَاءَ فإنَّهُمْ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ، فَمَنْ أكرَمَهُمْ فَقَدْ أَكْرَمَ الله وَرَسُولَهُ :وقال صلى الله عليه وسلم
Artinya: "Hendaklah kamu semua memuliakan para ulama karena mereka itu adalah pewaris para nabi. Maka, siapa memuliakan mereka, berarti memuliakan Allah dan rasulNya" (HR Al Khatib Al Baghdadi dari Jabir ra., Kitab Tanqihul Qaul).
Selain adab memuliakan guru, guru juga mulia dalam sistem kehidupan Islam karena penjagaan aqidah dan juga sistem sosial termasuk tontonan yang telah difilter negara demi menjaga pandangan warga masyarakatnya. Sehingga, hampir tidak ditemukan kasus guru mencabuli santrinya disebabkan penjagaan berlapis dalam sistem kehidupan Islam. Mulai dari bersihnya aqidah individunya, masyarakat yang memiliki pandangan yang sama tentang kehidupan yaitu ketaqwaan kepada Allah SWT hingga penerapan peraturan Islam oleh negaranya.
Negara juga menjamin kesejahteraan gurunya dalam sistem Islam atau khilafah Islam. Di masa khilafah Utsmaniyah guru umum mendapatkan gaji 2000 dinar per tahun. Guru spesialis ahli hadis dan fiqih bisa mencapai 4.000 dinar per tahun.
Jika 1 dinar setara 4,25 gram emas dengan tingkat kemurnian 22 karat. Jadi satu dinar setara Rp. 6.375.000 jika harga 1 gram emas 22 karat sama dengan Rp. 1.500.000. Sehingga gaji guru umum di masa khilafah Utsmaniyah setara dengan Rp. 12.750.000.000 per tahun. Sementara guru fikih dan ahli hadis Rp. 25.500.000.000 per tahun. Jadi, untuk guru umum gaji yang didapatkan per bulan mencapai Rp. 1.062.500.000.
Gaji guru di masa khilafah Abbasiyah tak jauh berbeda dengan gaji guru di era khilafah Utsmaniyah. Hanya saja ada perhatian lebih serius kepada guru yang memiliki keilmuan yang lebih luas serta otoritas keilmuan yang lebih tinggi akan mendapatkan gaji yang semakin besar pula. Contohnya Imam Al waqidi, ulama ahli Al Qur'an dan hadis populer di masanya mendapatkan gaji 40.000 dinar per tahun. Ibnu As sikkit mendapatkan gaji sebesar 50.000 dinar per tahun yang mengajar anak-anak dari Khalifah Al Mutawakkil. Gaji tersebut di luar gaji rutin sepanjang hidup, fasilitas tempat tinggal, makanan dan hadiah-hadiah lainnya.
Gaji guru di masa khilafah umawiyah bervariasi hingga 10 dinar per bulan. Setara Rp. 63.750.000 per bulan. Sementara gaji guru di masa khalifah Umar bin Khattab sebesar 15 dinar per bulan setara dengan Rp.95.625.000 per bulan.
Artinya, semanis gaji guru Luksemburg yang hari ini paling tinggi di dunia yaitu Rp. 95,8 juta per bulan belum dipotong pajak penghasilan ternyata masih lebih manis gaji guru di masa kekhilafahan Islam, tanpa pajak tanpa besarnya harga kebutuhan pokok, masih dijamin kebutuhan pokok publik seperti pendidikan dan kesehatan dan lebih dari itu jaminan keselamatan akhirat bagi orang-orang beriman karena telah menerapkan syari'at Islam secara kafah.
Jelas hanya Islam yang memuliakan guru dari sisi materi maupun non materi, juga dunia dan akhirat. Tak ada lagi istilah profesi esensial undervalued and underpaid untuk guru dalam peradaban Islam karena guru sangat menentukan kualitas keilmuan dan tsaqafah generasi bangsa.
Guru yang disebut ulama dalam peradaban Islam telah membawa kegemilangan peradaban Islam dengan karya fiqih dan ijtihadnya, sehingga manusia khususnya umat Islam memahami Islam secara detail beserta batasannya. Selain itu banyaknya penemuan dunia khususnya di bidang science dan kedokteran justru berawal dari ilmuan Islam.
Oleh karena itu, guru yang baik hari ini harusnya guru yang mendukung diterapkan kembali syariat Islam secara kafah. Waallahualam[]
Oleh: Heni Trinawati, S. Si
Aktivis Dakwah