Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Perancis-Indonesia Deklarasi Bersama soal Palestina, Imune: Tatanan Dunia Crumbling

Kamis, 05 Juni 2025 | 05:51 WIB Last Updated 2025-06-04T22:52:17Z
TintaSiyasi.id -- Menyikapi kunjungan kenegaraan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Indonesia pada 27-29 Mei 2025 yang salah satunya menghasilkan deklarasi bersama mengenai isu Palestina, Direktur Institut Muslimah Negarawan Dr. Fika Komara menilai hal itu lantaran tatanan dunia hari ini sedang runtuh.

"Tatanan dunia hari ini dia sedang crumbling (runtuh). Makanya seorang Macron itu dia punya agenda untuk bicara two state solution pada seorang pemimpin negeri muslim terbesar di Asia Tenggara," tuturnya dalam "Indepth Talk: Macron Datang, Angin Normalisasi dengan Zionis Makin Kencang?" di kanal YouTube Institute Muslimah Negarawan, Jumat, (30 Mei 2025).  

Ia menilai, perjuangan rakyat Palestina melawan entitas penjajah Yahudi dalam operasi Taufan Al-Aqsa yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu itu telah mengubah banyak hal, termasuk tatanan dunia hari ini.

Ia memaparkan, ketidakstabilan hari ini sudah melanda negara-negara Eropa dan akan terus meluas. Berbagai demonstrasi ia nilai sebagai respons masyarakat sipil di Eropa sudah mulai menarik dukungannya kepada Israel meski dalam sejarahnya mereka punya kedekatan.

"Warga Eropa yang sudah melihat bahwa Israel itu have gun too far gitu ya terlalu jauh dan terlalu mengakibatkan korban civilion," ujarnya.

Di Amerika pun, menurutnya, Yahudi sudah banyak kehilangan dukungan yang selama ini sangat dominan. Ditambah lagi, perang statement Macron-Netanyahu yang terjadi belakangan ini menunjukkan dinamika yang intens dalam relasi keduanya. Karenanya, lanjut Fika, Prancis membawa agenda two state solution ke Indonesia sebagai bagian dari tekanan untuk menjaga tatanan dunia hari ini.

"Karena respons warga sipil itu memang mengganggu, sudah sampai mendistrupsi banyak stabilitas dalam negeri negara-negara Eropa termasuk Amerika. Karena itu mereka berusaha mengontrol. Solusi yang mungkin dianggap bisa memberikan balance atau balancing itu adalah solusi dua negara, tentu saja dengan prinsip-prinsip yang masih nasionalistik, yang masih sekularistik," bebernya.

Lebih lanjut ia mengatakan, solusi dua negara memang sudah lama disuarakan, bukan hanya oleh Prancis, tetapi juga PBB dan Amerika Serikat dengan akar konsepnya adalah nasionalisme. Negara-negara Barat mengusungnya untuk menjaga tatanan yang sudah mereka buat sejak paska Perang Dunia Kedua, setelah runtuhnya kekhilafahan Islam.

Sementara itu, Prancis adalah salah satu founding father dari peradaban Barat yang eksis hari ini. Capitalism, secularism, liberalism itu adalah bagian dari kepentingan Prancis," imbuhnya.
 
Karena itu Fika menegaskan bahwa kedatangan Macron ini tidak bisa diabaikan begitu saja, mengingat ia seorang Kepala Negara Prancis, sementara Prancis punya histori negatif yang panjang terhadap Islam. Ia juga mengingatkan bahwa Prancis juga merupakan peletak dasar dari peradaban Barat dengan prinsip yang sangat terkenal, yaitu Revolusi Perancis: liberte egelite, fraternite. Prinsip tentang negara yang berkebebasan dan tentang kesetaraan itu, menurutnya, juga merupakan nilai-nilai yang selama ini membidani lahirnya Zionis.
 
Lebih lanjut ia mengungkapkan, dari konteks perkembangan geopolitik, meskipun tidak lagi menjadi pemain utama seperti Amerika, tetapi Prancis ini tidak bisa diposisikan sebagai satu negara yang tidak punya peran. 

"Karena dia (Prancis) adalah salah satu founding father dari peradaban Barat yang eksis hari ini. Capitalism, secularism, liberalism itu adalah bagian dari kepentingan Prancis" tegasnya.

Lebih lanjut, Aktivis Muslimah ahli geostrategi ini memaparkan, Macron dalam lawatannya membawa agenda bicara two state solution pada seorang pemimpin negeri muslim terbesar di Asia Tenggara karena menyadari betul bahwa zionisme yang sebenarnya bagian dari tatanan dunia yang diciptakan oleh Barat, hari ini crumbling (runtuh).

Karena itu ia menambahkan bahwa Taufan Al Aqsa dan pengorbanan rakyat Gaza dan masalah Palestina ini adalah alarm dan tombol besar bagi kaum muslimin, akankah mengambil sikap menuju jalan kebangkitan atau tetap terpuruk dengan berbagai krisis masalah domestik.

"Termasuk tentu saja ini juga menjadi alarm bagi para penguasa muslim, apakah mereka mau tetap berdiri di atas sikap yang selama ini didiktekan kepada mereka atau mereka mengambil jalan bersama umat untuk memperjuangkan Islam?" pungkasnya.[] Saptaningtyas

Opini

×
Berita Terbaru Update