Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kepemimpinan Vatikan dan Khilafah, Ulama: Jelas berbeda

Sabtu, 28 Juni 2025 | 17:26 WIB Last Updated 2025-06-28T10:26:24Z

Tintasiyasi.ID -- Ulama K.H. Rokhmat S. Rokhmat, M.E.I. lugas menyatakan bahwa kepemimpinan Vatikan dan khilafah itu jelas berbeda.

 

"Model kepemimpinan antara Vatikan dan khilafah itu jelas berbeda," lugasnya dalam Dialog Muharram: Hijrah, Merajut Ukhuwah, Merangkai Peradaban Islam Kaffah, Sabtu (28/06/2025), di YouTube One Ummah TV.

 

Menurut Kiai Rokhmat, Vatikan hanya membicarakan tentang spiritual, misalkan tentang kegerejaan, pernikahan. “Dia tidak mengurus politik, ekonomi, pendidikan, kriminalitas, pengeloaan sumber daya alam, dan segala macamnya,”.

 

“Karena hal tersebut semuanya tidak diatur dalam Kristen, maka kepemimpinan seperti Vatikan sudah cukup untuk mengurus mereka, karena Nasrani hanya akidah ruhiah spiritual,” imbuhnya.

 

"Sementara khilafah itu melaksanakan Islam bukan hanya sekadar mengatur tentang urusan keagamaan ruhiah spiritual tadi, tetetapi juga mengatur politik, pendidikan, budaya, pertahanan hingga peperangan, dan segala macamnya. Itu tidak mungkin diwujudkan dalam bentuk seperti Vatikan, tetetapi umat Islam butuh pemimpin seperti itu dalam pengertian hanya satu pemimpin," terangnya.

 

Ilusi Persatuan

 

Kiai Rokhmat ketika menjawab pertanyaan Afghani, yaitu mungkinkah negara-negara tidak usah dilebur tetetapi cukup persatuan Islam, menurut Kiai Rokhmat hal tersebut adalah ilusi.

 

"Sebenarnya Afghani, itu kan muncul pada saat khilafah masih ada. Kenapa dia memunculkan ide itu? Padahal umat Islam itu masih dalam satu kekuasaan yang dengan kekuasaan itulah Khilafah Islamiah terjaga. Kapan umat Islam itu tercabik-cabik menjadi banyak negara? Setelah Khilafah Ustmaniah yang tadinya menguasai seluruh wilayah tadi runtuh," paparnya.

 

Begitu runtuh, lanjutnya, maka wilayah-wilayah tersebut kemudian dipecah-pecah oleh mereka menjadi bagian Perancis, Inggris, dan Portugal. “Jadi mereka membagi-bagi wilayah umat Islam dan leluasa melakukannya ketika umat Islam tidak berada dalam satu kekuasaan,” ungkapnya.

 

"Itu secara faktual dan secara syar'i juga memang dilarang oleh Islam dan larangan itu sampai keras. Bayangkan Nabi saw. hingga mengatakan, ‘Faqtulu akhara minhuma.’ Jika dibaiat dua orang khalifah, maka bunuhlah yang terakhir,” ujarnya.

 

"Berarti kalau hukuman mati, itu bukan kejahatan ringan, bukan tipiring (tindak pidana ringan), tetapi itu tindak pidana berat. Bukan lagi di penjara setahun dua tahun, tetapi mati,” ujarnya.

 

“Jadi itu artinya mutlak umat Islam tidak boleh punya dua pemimpin, tidak boleh wilayah umat Islam dibagi-bagi banyak negara, hanya boleh satu dan itu terwujud setelah Rasulullah saw. sampai runtuhnya Turki Utmani. Sebenarnya harus ada dalam pikiran kaum Muslim untuk diperjuangkan," tandasnya.

 

Road Map Perjuangan

 

"Nah, saya kira penting pertanyaan untuk dijawab mungkin tidak sekarang, tetapi yang pasti bahwa kita, umat Islam harus punya cita-cita itu dan harus melakukan langkah demi langkah yang harus mengikuti langkah Rasulullah,” jelasnya.

 

Lanjut dikatakan, kalau dilakukan berhasil, fiddunya wal akhirah berhasil, dan mendapat pahala. “Yang paling penting pahala, karena itulah yang kita butuhkan ketika di akhirat kelak ” sebutnya.

 

“Semua akan kembali kepada Allah dan saat itulah kita membutuhkan pahala untuk masuk surga dan itu hanya bisa didapatkan jika kita mendapatkan keridaan dari Allah. Keridaan itu hanya akan didapatkan ketika kita taat kepada Allah, taat kepada syariatnya secara kaffah.  Takbir!" pungkasnya.[] Nabila Zidane

Opini

×
Berita Terbaru Update