Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kepemimpinan Umat Islam Harus Memperhatikan Hukum Apa yang Akan Diterapkan

Sabtu, 28 Juni 2025 | 22:15 WIB Last Updated 2025-06-28T15:15:59Z

Tintasiyasi.ID -- Dalam forum Dialog Muharram bertajuk Hijrah, Merajut Ukhuwah, Merangkai Peradaban Islam Kaffah, Ulama K.H. Rokhmat S. Labib, M.E.I. menyatakan bahwa kepemimpinan umat Islam harus memperhatikan hukum apa yang akan diterapkan.

 

“Kepemimpinan umat Islam harus memperhatikan hukum apa yang akan diterapkan,” lugasnya, Sabtu (28-6-2025), di YouTube One Ummah TV.

 

"Kalau bicara pemimpin, itu cuman dua, yaitu ia menerapkan hukum Allah atau menerapkan hukum kufur. Bila menerapkan hukum selain Allah, siapa pun namanya, tidak boleh," ujarnya.

 

Terlebih lagi, imbuhnya, dalam suatu hadis Rasulullah saw. tegas memerintahkan untuk memerangi pemimpin yang tidak menerapkan hukum Allah.

 

"Suatu saat akan datang para pemimpin, mereka melakukan makruf (kebajikan) dan kemungkaran (kejelekan). Siapa yang benci (dalam hati) akan kemungkaran yang dilakukan oleh pemimpin, maka ia sudah bebas dari dosa dan hukuman. Barangsiapa mengingkarinya, maka dia selamat. Sedangkan (dosa dan hukuman adalah) bagi yang rida dan mengikutinya.” Kemudian para shahabat berkata, “Apakah kami boleh memerangi mereka?” Rasulullah saw. menjawab, 'Jangan selama mereka mengerjakan salat.',” kutipnya.

 

"Dalam berbagai penjelasan hadis dari para ulama, as-shalah (mengerjakan salat) itu adalah kinayah saja untuk menunjukkan kinayah atau hukum Islam. Jadi, ketika mereka tidak menerapkan hukum Allah Swt., Nabi memerintahkan perangi mereka, tidak dilihat siapa namanya, lulusan apa, sukunya apa. Tidak dilihat itu," ungkapnya.

 

Padahal, imbuhnya, dalam hadis lain Nabi memberi wasiat tetap mendengar dan menaati pemimpin walaupun ia seorang hamba sahaya (budak). "Bahkan, walau seorang budak yang hitam pun tetap harus ditaati selama dia memimpin kamu dengan hukum Allah Swt.. Tetapi meskipun dia itu orang cerdas, pinter lulusan S2, S3, bahkan kalau ada S10, itu S10, kalau dia tidak menerapkan hukum Allah, tidak boleh ditaati," tegasnya.

 

Pedoman-pedoman Islam inilah yang menurutnya harus dijadikan pedoman bagi umat Islam, bukan pedoman yang lain.

 

"Oleh karena itu, penting untuk dicatat, sebenarnya standing posisi kita itu harus jelas sejak awal. Ini hukum Allah, ini hukum yang benar, hukum yang hak. Selain itu adalah hukum kufur. Mau disebut apa saja, masuk himpunannya hukum kufur, hukum jahiliah, enggak boleh diterapkan. Kalau ada yang menerapkan, kata Rasulullah, ‘Perangi!’,” pungkasnya.

 

Sistem dan UU selain Islam, Semua Sampah

 

Berdasarkan dalil-dalil Al-Qur'an, Kiai Rokhmat tegas menyatakan bahwa semua sistem dan undang-undang selain Islam sebenarnya sampah.

 

"Maka berdasarkan ayat-ayat ini kita sudah bisa mempertimbangkan sebenarnya, mau sistem, mau undang-undang apa pun selain Islam, sebenarnya enggak usah di pertimbangkan, itu sebenarnya sampah semua itu," tandasnya.

 

Berdasarkan Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 50, اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَࣖ

 

“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” nukilnya.  

 

Ia menyebut bahwa sistem dan undang-undang selain Islam itu masuk dalam kategori hukmul jahiliiah (hukum jahiliah).

 

"Coba, kurang apa jelasnya Allah mengatakan 'Apakah hukum jahiliah itu yang mereka inginkan? Hukum siapa yang lebih baik dari hukum Allah Swt.?'," tanyanya.

 

Menerangkan ayat tersebut, dalam tafsir Ibnu Katsir, menurutnya Imam Asy-Syuyuti mengatakan bahwa hukum hanya ada dua jenis, yakni hukmullahi wa hukmu jahiliyah (hukum Allah dan hukum jahiliah).

 

"Jadi cuma dua: hukum yang berasal dari Allah dan hukum yang dari pikiran manusia. Apa pun namanya, yang dari manusia jahiliah semua. Kenapa dikasih kesimpulan begitu? Karena Allah menyebutkan hukum jahiliah dan yang kedua hukmullah. Wa man aḥsanu minallāhi ḥukmal liqaumiy yụqinụn (dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" ungkapnya.

 

Lebih lanjut, ia menerangkan, sebenarnya hukum Allah itulah yang akan membuat manusia mulia di dunia dan mulia di akhirat. Sebab, lanjutnya, dalam ayat yang lain Allah menegaskan, bagi siapa saja yang berpaling dari hukum Allah itu, sudah pasti ia akan celaka di dunia dan celaka di akhirat.

 

Dalam surah Thaha ayat 124 Allah berfirman,

 

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُۥ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ أَعْمَىٰ

 

Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.

 

"Siapa yang berpaling dari an-dzikri (peringatan-Ku), dalam berbagai tafsir, an-dzkri itu adalah an-atiyati (dari ayat-ayat-Ku), an-diini (dari agama-Ku). Cuma dua bagi orang yang berpaling: yang tidak menerapkan hukum Allah Swt., apa itu? Fa innahu maaisyatan donka (dia akan mendapatkan kehidupan yang sesak. Wal yaumal qiyamati a’ma (dan Kami bangkitkan dia di hari kiamat dalam keadaan buta) dan nanti masuk neraka dia," tutur Kiai Rokhmat.

 

Di samping itu, lanjutnya, pada ayat-ayat yang lain, bahkan Allah memberikan satu kalimat yang sangat tegas memberikan ancaman keras bagi siapa saja yang tidak berhukum dengan hukum Allah Swt. Mengutip Al-Qur'an surah al-Maidah ayat 44, 45, dan 47 ia menyebutkan,

 

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

 

Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS Al-Maidah: 44)

 

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

 

Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik. (QS al-Maidah: 45)

 

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ


Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik. (QS al-Maidah: 47)

 

"Jadi kalau orang enggak berhukum dengan hukum Allah itu cuma tiga alternatifnya, paling ringan fasik, di atasnya zalim, paling berat kafir. Enggak ada satu pun pujian. Enggak ada. Satu pun enggak ada. Semua celaan, teguran, ancaman. Bahkan masuk ke tiga alternatif saja," tegasnya.

 

Karena itu, berdasarkan hal tersebut menurutnya, umat Islam harus terus punya prinsip bahwa yang berhak membuat hukum itu hanya Allah Swt., bukan manusia. “Ini yang paling penting,” tandasnya.

 

"Yang punya hak membuat hukum itu hanya Allah Swt., bukan manusia. Ini yang paling penting," ujarnya.

 

Hal itu karena, menurutnya, dalam surah Adz-Dzariyat: 56 Allah pun telah menegaskan, tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Nya.

 

"Liya’budunii (beribadah kepada-Ku dalam berbagai tafsir disebutkan bahwa artinya liyutiuuni (taat kepada-Ku). Kalau disebut taat kepada-Ku, berarti apa? Taat kepada syariat-Ku. Sebetulnya diulang-ulang di dalam prinsip ini sampai menjadi pesan takwa. Setiap khatib tidak sah kecuali dia menyampaikan pesan takwa. Taati perintah Allah, kerjakan perintah Allah, tinggalkan larangan-Nya," terangnya.[] Saptaningtyas

 

 

 

Opini

×
Berita Terbaru Update