“Kepemimpinan umat Islam harus
memperhatikan hukum apa yang akan diterapkan,” lugasnya, Sabtu (28-6-2025), di YouTube
One Ummah TV.
"Kalau bicara pemimpin, itu
cuman dua, yaitu ia menerapkan hukum Allah atau menerapkan hukum kufur. Bila
menerapkan hukum selain Allah, siapa pun namanya, tidak boleh," ujarnya.
Terlebih lagi, imbuhnya, dalam
suatu hadis Rasulullah saw. tegas memerintahkan untuk memerangi pemimpin yang
tidak menerapkan hukum Allah.
"Suatu saat akan datang para
pemimpin, mereka melakukan makruf (kebajikan) dan kemungkaran (kejelekan).
Siapa yang benci (dalam hati) akan kemungkaran yang dilakukan oleh pemimpin,
maka ia sudah bebas dari dosa dan hukuman. Barangsiapa mengingkarinya, maka dia
selamat. Sedangkan (dosa dan hukuman adalah) bagi yang rida dan mengikutinya.”
Kemudian para shahabat berkata, “Apakah kami boleh memerangi mereka?”
Rasulullah saw. menjawab, 'Jangan selama mereka mengerjakan salat.',” kutipnya.
"Dalam berbagai penjelasan
hadis dari para ulama, as-shalah (mengerjakan salat) itu adalah kinayah
saja untuk menunjukkan kinayah atau hukum Islam. Jadi, ketika mereka tidak
menerapkan hukum Allah Swt., Nabi memerintahkan perangi mereka, tidak dilihat
siapa namanya, lulusan apa, sukunya apa. Tidak dilihat itu," ungkapnya.
Padahal, imbuhnya, dalam hadis
lain Nabi memberi wasiat tetap mendengar dan menaati pemimpin walaupun ia
seorang hamba sahaya (budak). "Bahkan, walau seorang budak yang hitam pun
tetap harus ditaati selama dia memimpin kamu dengan hukum Allah Swt.. Tetapi
meskipun dia itu orang cerdas, pinter lulusan S2, S3, bahkan kalau ada S10, itu
S10, kalau dia tidak menerapkan hukum Allah, tidak boleh ditaati,"
tegasnya.
Pedoman-pedoman Islam inilah yang
menurutnya harus dijadikan pedoman bagi umat Islam, bukan pedoman yang lain.
"Oleh karena itu, penting
untuk dicatat, sebenarnya standing posisi kita itu harus jelas sejak
awal. Ini hukum Allah, ini hukum yang benar, hukum yang hak. Selain itu adalah
hukum kufur. Mau disebut apa saja, masuk himpunannya hukum kufur, hukum jahiliah,
enggak boleh diterapkan. Kalau ada yang menerapkan, kata Rasulullah, ‘Perangi!’,”
pungkasnya.
Sistem dan UU selain Islam,
Semua Sampah
Berdasarkan dalil-dalil
Al-Qur'an, Kiai Rokhmat tegas menyatakan bahwa semua sistem dan undang-undang
selain Islam sebenarnya sampah.
"Maka berdasarkan ayat-ayat
ini kita sudah bisa mempertimbangkan sebenarnya, mau sistem, mau undang-undang
apa pun selain Islam, sebenarnya enggak usah di pertimbangkan, itu sebenarnya
sampah semua itu," tandasnya.
Berdasarkan Al-Qur’an surah Al-Maidah
ayat 50, اَفَحُكْمَ
الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ
يُّوْقِنُوْنَࣖ
“Apakah hukum jahiliah yang
mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi
orang-orang yang meyakini (agamanya)?” nukilnya.
Ia menyebut bahwa sistem dan
undang-undang selain Islam itu masuk dalam kategori hukmul jahiliiah
(hukum jahiliah).
"Coba, kurang apa jelasnya
Allah mengatakan 'Apakah hukum jahiliah itu yang mereka inginkan? Hukum
siapa yang lebih baik dari hukum Allah Swt.?'," tanyanya.
Menerangkan ayat tersebut, dalam
tafsir Ibnu Katsir, menurutnya Imam Asy-Syuyuti mengatakan bahwa hukum hanya
ada dua jenis, yakni hukmullahi wa hukmu jahiliyah (hukum Allah dan
hukum jahiliah).
"Jadi cuma dua: hukum yang
berasal dari Allah dan hukum yang dari pikiran manusia. Apa pun namanya, yang
dari manusia jahiliah semua. Kenapa dikasih kesimpulan begitu? Karena Allah
menyebutkan hukum jahiliah dan yang kedua hukmullah. Wa man aḥsanu
minallāhi ḥukmal liqaumiy yụqinụn (dan (hukum) siapakah yang lebih baik
daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menerangkan,
sebenarnya hukum Allah itulah yang akan membuat manusia mulia di dunia dan
mulia di akhirat. Sebab, lanjutnya, dalam ayat yang lain Allah menegaskan, bagi
siapa saja yang berpaling dari hukum Allah itu, sudah pasti ia akan celaka di
dunia dan celaka di akhirat.
Dalam surah Thaha ayat 124 Allah
berfirman,
وَمَنْ
أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُۥ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ
أَعْمَىٰ
Dan barangsiapa berpaling dari
peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan
menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.
"Siapa yang berpaling dari an-dzikri
(peringatan-Ku), dalam berbagai tafsir, an-dzkri itu adalah an-atiyati
(dari ayat-ayat-Ku), an-diini (dari agama-Ku). Cuma dua bagi orang yang
berpaling: yang tidak menerapkan hukum Allah Swt., apa itu? Fa innahu
maaisyatan donka (dia akan mendapatkan kehidupan yang sesak. Wal yaumal
qiyamati a’ma (dan Kami bangkitkan dia di hari kiamat dalam keadaan buta)
dan nanti masuk neraka dia," tutur Kiai Rokhmat.
Di samping itu, lanjutnya, pada
ayat-ayat yang lain, bahkan Allah memberikan satu kalimat yang sangat tegas
memberikan ancaman keras bagi siapa saja yang tidak berhukum dengan hukum Allah
Swt. Mengutip Al-Qur'an surah al-Maidah ayat 44, 45, dan 47 ia menyebutkan,
وَمَنْ
لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Barangsiapa tidak memutuskan
perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang
yang kafir. (QS Al-Maidah: 44)
وَمَنْ
لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Barangsiapa tidak memutuskan
perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang
yang fasik. (QS al-Maidah: 45)
وَمَن
لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Barangsiapa tidak memutuskan
perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang
yang fasik. (QS al-Maidah: 47)
"Jadi kalau orang enggak
berhukum dengan hukum Allah itu cuma tiga alternatifnya, paling ringan fasik,
di atasnya zalim, paling berat kafir. Enggak ada satu pun pujian. Enggak ada.
Satu pun enggak ada. Semua celaan, teguran, ancaman. Bahkan masuk ke tiga
alternatif saja," tegasnya.
Karena itu, berdasarkan hal
tersebut menurutnya, umat Islam harus terus punya prinsip bahwa yang berhak
membuat hukum itu hanya Allah Swt., bukan manusia. “Ini yang paling penting,”
tandasnya.
"Yang punya hak membuat
hukum itu hanya Allah Swt., bukan manusia. Ini yang paling penting,"
ujarnya.
Hal itu karena, menurutnya, dalam
surah Adz-Dzariyat: 56 Allah pun telah menegaskan, tidak menciptakan jin dan
manusia kecuali untuk menyembah-Nya.
"Liya’budunii
(beribadah kepada-Ku dalam berbagai tafsir disebutkan bahwa artinya
liyutiuuni (taat kepada-Ku). Kalau disebut taat kepada-Ku, berarti apa?
Taat kepada syariat-Ku. Sebetulnya diulang-ulang di dalam prinsip ini sampai
menjadi pesan takwa. Setiap khatib tidak sah kecuali dia menyampaikan pesan
takwa. Taati perintah Allah, kerjakan perintah Allah, tinggalkan
larangan-Nya," terangnya.[] Saptaningtyas