Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

UIY: Mencegah Kemudaratan Harus Didahulukan daripada Meraih Kemaslahatan

Sabtu, 10 Mei 2025 | 13:04 WIB Last Updated 2025-05-10T06:07:53Z

Tintasiyasi.ID -- Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) menilai bahwa mencegah kemudaratan harus didahulukan daripada meraih kemaslahatan, seperti halnya teknologi yang memiliki banyak manfaat dan memiliki banyak mudarat.

 

"Teknologi selalu seperti pisau bermata dua, ada banyak manfaat tapi ada banyak mudarat. Kalau di dalam kaidah, jadi mencegah kemudaratan harus didahulukan daripada meraih kemaslahatan," ucapnya di kanal YouTube UIY Official; Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, Ahad (04/05/2025).

 

Lanjutnya, ia menjelaskan jika harus memilih antara mendapat kebaikan dari teknologi dan di saat yang sama harus menerima kemudaratan, maka didahulukan mencegah kemudaratan meski tidak memperoleh kemanfaatan.

 

"Ada langkah-langkah ekstrem seperti misalnya di beberapa negara yang pernah saya dengar itu melarang sama sekali internet karena basisnya kan itu. Kalau orang tidak punya akses internet tidak akan mungkin bisa menikmati itu semua," terangnya.

 

Jika tidak dapat dilarang, UIY menyarankan dilakukan dengan cara pemabatasan. “Dengan akses yang limited, menjadikan setiap orang tidak secara bebas bisa mengakses internet,” usulnya.

 

"Dan sekarang akses makin hari makin unlimited. Mengapa? Karena sekarang ini menjadi semacam standar, katakanlah misalnya seperti café. Kalau cafe tidak menyediakan akses wifi tidak akan pernah didatangi orang, apalagi anak muda. Atau dia menyediakan akses tapi dibatasi misalnya, yang dikejar pasti yang menyediakan dan membebaskan, free akses," ungkapnya.

 

Sehingga ia melihat harus ada regulasi yang dikeluarkan pemerintah untuk mencegah rangsangan terjadinya kekerasan seksual melalui internet. "Internet, sosial media itu berpengaruh buruk kepada anak muda khususnya dan saya kira bukan hanya anak muda karena pelakunya ada banyak juga orang tua, kepada masyarakat dan publik secara umum," jelasnya.

 

Terlebih, ia menilai dengan internet membuat dunia itu seperti one village atau satu desa yang tidak ada lagi tapal batas. “Akhirnya, penyebabnya belum tentu berasal dari Indonesia, namun dari sebuah negara yang mengindahkan batasan nilai-nilai aturan apalagi syariat.” ungkapnya.

 

"Jadi yang bisa kita lakukan membatasi atau mengontrol akses tadi. Karena ini (internet) ibarat seperti udara bebas yang semua orang bisa menghirup. Yang bisa kita atur adalah kita sendiri jangan menghirup udara kotor, tetapi menghirup udara bersih dan sebagainya," tuturnya.

 

Lebih lanjut, cendekiawan ini menuturkan, udara tidak dapat diatur sama halnya dengan mengatur konten di sosial media yang bisa diproduksi siapa pun. “Alhasil isi konten menjadi bebas dan tanpa terkontrol,” sebutnya menyayangkan.

 

"Betul-betul dunia yang liberal, dunia yang bebas sebebas-bebasnya, tidak ada aturan. Ketika Islam dulu berjaya dia bisa menyebarkan etika yang benar, aturan yang benar, kesadaran yang benar. Ini hari kekuatannya sekuler, kekuatan liberal yang akhirnya dipancarkan itu ya nilai-nilai liberal. Jadi saya kira itu ya berkorelasi," tutupnya.[] Taufan

Opini

×
Berita Terbaru Update