Di YouTube Kabar Petang
Khilafah News bertajuk Preman Berseragam, Ogah Kerja, Mau Pendapatan
Besar?, Yuana menjelaskan bahwa investor baik lokal maupun asing mencari
jaminan keamanan dan kepastian hukum.
“Lah! Adanya premanisme ini kan
menandakan adanya ketidakpastian hukum dan risiko keamanan yang tinggi,
sehingga membuat investor itu ragu untuk menanamkan modalnya. Namun apakah
pembangunan selalu bertumbuh pada investasi apalagi investasi asing?” tanyanya,
Ahad (04/05/2025).
Yuana membeberkan, tindak
premanisme dalam proyek besar bukan hanya soal keamanan local, tetapi juga soal
masa depan ekonomi nasional.
“Jika ini dibiarkan akan
menggerus kepercayaan investor, memperlambat pertumbuhan, dan membuat Indonesia
atau daerah-daerah lain kalah bersaing dengan negara-negara lain di ASEAN,”
timpalnya.
Lanjut dijelaskan, munculnya
premanisme ini terjadi akibat kesenjangan kapitalisme, akibat ketidakadilan
ekonomi. “Masyarakat kelas bawah tidak merasakan hasil pembangunan sebanding
dengan masyarakat atas. Misal dalam kasus pabrik otomotif, kendaraan Listrik,”
sebutnya mencontohkan.
“Siapa yang menikmatinya? Kan
mereka-mereka dari kalangan the have yang memiliki uang itu. Meskipun
kita tidak boleh menutup mata kalau tindakan premanisme itu salah, dengan atas
nama apa pun. Makanya negara wajib bijaksana karena memang problemnya sudah
sistemik,” singgungnya.
Lalu Yuana memaparkan langkah
konkret pemerintah dalam penegakkan hukum terhadap ormas yang mengintimidasi
masyarakat. “Masalah ormas yang berkedok kepentingan kelompok ini adalah
ancaman serius terhadap kehidupan di masyarakat, terutama dalam aspek keamanan.
Pemerintah harus menunjukkan keberpihakan penuh pada hukum, bukan pada tekanan
kelompok. Sebab, ketegasan ini bukan hanya soal menertibkan satu-dua ormas,
tetapi soal menjaga wibawa negara dan kepercayaan publik,” bebernya.
Karena itulah, ia menyebut perlu
meninjau ulang hukum yang diberlakukan. “Harusnya jika menggunakan hukum syariat,
tindakan yang membahayakan keamanan masyarakat ini bisa diantisipasi oleh
aparat negara dengan sistem hukum dan sanksi yang berat,” jelasnya.
“Sebab sistem sanksi dalam Islam
memiliki filosofi zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus) itu
bisa membuat jera dan tidak bisa dinegosiasi. Pun, pemerintah tidak boleh
kompromi, baik yang berupa hudud, jinayah, takzir, maupun mukhalafah,”
paparnya.
Selain itu, pemerintah harus
merevisi Undang-Uundang Ormas Nomor 16 Tahun 2017 tentang pembubaran ormas yang
dituduh bertentangan dengan Pancasila dan melakukan tindakan anarkis. “Padahal
kan faktanya tidak,” singgungnya.
“Nah, revisi itu harus dilakukan
bahkan kalau perlu dicabut dan tidak dilakukan kembali, tidak diberlakukan
kembali. Begitu!” ulangnya.
Yuana menegaskan lagi, “Begitulah
langkah konkret pemerintah apabila betul-betul mau melindungi umat.”
Jika sebaliknya, sebutnya, semakin
dini dan tegas penanganan aksi premanisme itu, semakin kuat sinyal yang
dikirimkan Indonesia kepada dunia usaha bahkan di bisnis di level global, bahwa
negara hadir dan tidak menoleransi aksi koboi yang mengganggu pembangunan
Indonesia menjadi negara yang mandiri, bebas dari intervensi kapitalisme.
“Ya, jadi penanganan cepat ini
menunjukkan bahwa hukum bukan sekadar simbol syariat benar-benar dijalankan,”
tegasnya.
Ia menambahkan, tentu hal ini
sangat penting bagi investor dan pelaku pembangunan karena merasa mendapat
jaminan dari negara. Kemudian hal ini juga menunjukkan keseriusan dalam
reformasi birokrasi dan keamanan. Seringnya premanisme itu karena berakar dari
ketimpangan, ketimpangan antara kekuasaan dan lemahnya pengawasan. Ya juga ketimpangan
ekonomi yang mengakibatkan tidak adanya keadilan, kesejahteraan yang tidak
merata.
Dengan langkah ini katanya,
sesungguhnya pemerintah memberi pesan sedang serius menata ulang fondasi
keamanannya, memperbaiki citra negara di mata internasional, bahkan bisa
menjadi strategi pembangunan ekonomi nasional, baik di dalam negeri maupun di
luar negeri. sehingga Indonesia layak dijadikan mitra dagang internasional.
Bahkan bisa menjadi percontohan bagi Malaysia, Vietnam juga negeri-negeri Muslim
yang lain bagi Pakistan, Turki dan sebagainya.
“Jadi preman kapitalisme yang
bergentayangan itu langsung gentar itu, langsung takut dengan kewibawaan
negara. Negeri Indonesia ini yang mayoritas penduduknya Muslim ini,” sebutnya.
Maka dengan kesenjangan itu, Ia membenarkan adanya premanisme. Pengusaha, buruh pusing dipalak preman berbalut ormas ini. Menurutnya aksi premanisme ini, selain dari sistem kapitalisme, juga adanya kesenjangan.
Kapitalisme yang menekankan pada sifat kerakusannya untuk
mendorong produktivitas itu meniscayakan kompetisi ekonomi untuk mendapatkan
akumulasi modal yang sebesar-besarnya sehingga meniscayakan adanya pasar bebas,
ada persaingan bebas di mana pihak yang kuat ya dalam hal ini pemodal besar
selalu ingin bertahan bahkan sampai menindas yang lemah seperti buruh kecil ya,
pengusaha kecil dan sebagainya. Yang seringnya mereka tertinggal, seringnya
mereka kalah dalam persaingan ini.
“Nah, ketimpangan ekonomi yang
sangat lebar ini bisa mendorong lahirnya ekonomi informal, pekerjaan-pekerjaan
yang di luar nalar itu misalnya premanisme, terus pungli, ormas liar dan
sebagainya itu,” tunjuknya.
Karena, bagaimana pun juga mereka
kan butuh bertahan hidup. Jangan sampai tersisih, jangan sampai terpinggirkan,
bahkan bisa-bisa binasa kalau dibiarkan saja. Jadi memang begitulah karakter
kapitalisme itu.
“Dan kondisi ini diperparah oleh
regulasi yang bisa dibeli gitu loh, regulasi buatan manusia yang bisa
dinegosiasi pasti menciptakan lahan yang subur bagi tumbuhnya premanisme.
Termasuk premanisme yang berkedok ormas ini,” tambahnya.
“Karena itu, untuk menciptakan
kondisi negara yang aman, tentram baldatun thoyibatun warobbun ghofur
itu sistem Islam memiliki tiga pilar. Pertama, negara menerapkan sistem
Islam secara utuh dalam seluruh aspek kehidupan. Dalam pendidikannya,
ekonominya, sosial budayanya, semua diterapkan. Kedua, ada masyarakat
yang melakukan amar makruf nahi mungkar. Saling watawa shaubilhaq, watawa
showbishobr, saling ingat mengingatkan agar selalu bertakwa kepada Allah Swt..
Kemudian yang terakhir, individu-individu anggota masyarakat yang bertakwa,
yang senantiasa muraqabah, senantiasa merasa diawasi oleh Allah subhanahu wa
taala. Wallahu a'lam bishawab,” tutupnya.[] Titin Hanggasari