Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Negara Lemah dan Kapitalisme Liar Penyebab Tumbuh Suburnya Premanisme Berbaju Ormas

Sabtu, 10 Mei 2025 | 13:07 WIB Last Updated 2025-05-10T06:07:56Z

Tintasiyasi.ID -- Pakar Ekonomi Islam Dr. Yuana Tri Utomo mengatakan bahwa problem utama dari tumbuh suburnya premanisme adalah sikap negara yang lemah dan kapitalisme liar. “Negara lemah dan kapitalisme liar penyebab tumbuh suburnya premanisme berbaju ormas,” sebutnya.

 

Di YouTube Kabar Petang Khilafah News bertajuk Preman Berseragam, Ogah Kerja, Mau Pendapatan Besar?, Yuana menjelaskan bahwa investor baik lokal maupun asing mencari jaminan keamanan dan kepastian hukum.

 

“Lah! Adanya premanisme ini kan menandakan adanya ketidakpastian hukum dan risiko keamanan yang tinggi, sehingga membuat investor itu ragu untuk menanamkan modalnya. Namun apakah pembangunan selalu bertumbuh pada investasi apalagi investasi asing?” tanyanya, Ahad (04/05/2025).

 

Yuana membeberkan, tindak premanisme dalam proyek besar bukan hanya soal keamanan local, tetapi juga soal masa depan ekonomi nasional.

 

“Jika ini dibiarkan akan menggerus kepercayaan investor, memperlambat pertumbuhan, dan membuat Indonesia atau daerah-daerah lain kalah bersaing dengan negara-negara lain di ASEAN,” timpalnya.

 

Lanjut dijelaskan, munculnya premanisme ini terjadi akibat kesenjangan kapitalisme, akibat ketidakadilan ekonomi. “Masyarakat kelas bawah tidak merasakan hasil pembangunan sebanding dengan masyarakat atas. Misal dalam kasus pabrik otomotif, kendaraan Listrik,” sebutnya mencontohkan.

 

“Siapa yang menikmatinya? Kan mereka-mereka dari kalangan the have yang memiliki uang itu. Meskipun kita tidak boleh menutup mata kalau tindakan premanisme itu salah, dengan atas nama apa pun. Makanya negara wajib bijaksana karena memang problemnya sudah sistemik,” singgungnya.

 

Lalu Yuana memaparkan langkah konkret pemerintah dalam penegakkan hukum terhadap ormas yang mengintimidasi masyarakat. “Masalah ormas yang berkedok kepentingan kelompok ini adalah ancaman serius terhadap kehidupan di masyarakat, terutama dalam aspek keamanan. Pemerintah harus menunjukkan keberpihakan penuh pada hukum, bukan pada tekanan kelompok. Sebab, ketegasan ini bukan hanya soal menertibkan satu-dua ormas, tetapi soal menjaga wibawa negara dan kepercayaan publik,” bebernya.

 

Karena itulah, ia menyebut perlu meninjau ulang hukum yang diberlakukan. “Harusnya jika menggunakan hukum syariat, tindakan yang membahayakan keamanan masyarakat ini bisa diantisipasi oleh aparat negara dengan sistem hukum dan sanksi yang berat,” jelasnya.

 

“Sebab sistem sanksi dalam Islam memiliki filosofi zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus) itu bisa membuat jera dan tidak bisa dinegosiasi. Pun, pemerintah tidak boleh kompromi, baik yang berupa hudud, jinayah, takzir, maupun mukhalafah,” paparnya.

 

Selain itu, pemerintah harus merevisi Undang-Uundang Ormas Nomor 16 Tahun 2017 tentang pembubaran ormas yang dituduh bertentangan dengan Pancasila dan melakukan tindakan anarkis. “Padahal kan faktanya tidak,” singgungnya.

 

“Nah, revisi itu harus dilakukan bahkan kalau perlu dicabut dan tidak dilakukan kembali, tidak diberlakukan kembali. Begitu!” ulangnya.

 

Yuana menegaskan lagi, “Begitulah langkah konkret pemerintah apabila betul-betul mau melindungi umat.”

 

Jika sebaliknya, sebutnya, semakin dini dan tegas penanganan aksi premanisme itu, semakin kuat sinyal yang dikirimkan Indonesia kepada dunia usaha bahkan di bisnis di level global, bahwa negara hadir dan tidak menoleransi aksi koboi yang mengganggu pembangunan Indonesia menjadi negara yang mandiri, bebas dari intervensi kapitalisme.

 

“Ya, jadi penanganan cepat ini menunjukkan bahwa hukum bukan sekadar simbol syariat benar-benar dijalankan,” tegasnya.

 

Ia menambahkan, tentu hal ini sangat penting bagi investor dan pelaku pembangunan karena merasa mendapat jaminan dari negara. Kemudian hal ini juga menunjukkan keseriusan dalam reformasi birokrasi dan keamanan. Seringnya premanisme itu karena berakar dari ketimpangan, ketimpangan antara kekuasaan dan lemahnya pengawasan. Ya juga ketimpangan ekonomi yang mengakibatkan tidak adanya keadilan, kesejahteraan yang tidak merata.

 

Dengan langkah ini katanya, sesungguhnya pemerintah memberi pesan sedang serius menata ulang fondasi keamanannya, memperbaiki citra negara di mata internasional, bahkan bisa menjadi strategi pembangunan ekonomi nasional, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. sehingga Indonesia layak dijadikan mitra dagang internasional. Bahkan bisa menjadi percontohan bagi Malaysia, Vietnam juga negeri-negeri Muslim yang lain bagi Pakistan, Turki dan sebagainya.

 

“Jadi preman kapitalisme yang bergentayangan itu langsung gentar itu, langsung takut dengan kewibawaan negara. Negeri Indonesia ini yang mayoritas penduduknya Muslim ini,” sebutnya.

 

Maka dengan kesenjangan itu, Ia membenarkan adanya premanisme. Pengusaha, buruh pusing dipalak preman berbalut ormas ini. Menurutnya aksi premanisme ini, selain dari sistem kapitalisme, juga adanya kesenjangan. 


Kapitalisme yang menekankan pada sifat kerakusannya untuk mendorong produktivitas itu meniscayakan kompetisi ekonomi untuk mendapatkan akumulasi modal yang sebesar-besarnya sehingga meniscayakan adanya pasar bebas, ada persaingan bebas di mana pihak yang kuat ya dalam hal ini pemodal besar selalu ingin bertahan bahkan sampai menindas yang lemah seperti buruh kecil ya, pengusaha kecil dan sebagainya. Yang seringnya mereka tertinggal, seringnya mereka kalah dalam persaingan ini.

 

“Nah, ketimpangan ekonomi yang sangat lebar ini bisa mendorong lahirnya ekonomi informal, pekerjaan-pekerjaan yang di luar nalar itu misalnya premanisme, terus pungli, ormas liar dan sebagainya itu,” tunjuknya.

 

Karena, bagaimana pun juga mereka kan butuh bertahan hidup. Jangan sampai tersisih, jangan sampai terpinggirkan, bahkan bisa-bisa binasa kalau dibiarkan saja. Jadi memang begitulah karakter kapitalisme itu.

 

“Dan kondisi ini diperparah oleh regulasi yang bisa dibeli gitu loh, regulasi buatan manusia yang bisa dinegosiasi pasti menciptakan lahan yang subur bagi tumbuhnya premanisme. Termasuk premanisme yang berkedok ormas ini,” tambahnya.

 

“Karena itu, untuk menciptakan kondisi negara yang aman, tentram baldatun thoyibatun warobbun ghofur itu sistem Islam memiliki tiga pilar. Pertama, negara menerapkan sistem Islam secara utuh dalam seluruh aspek kehidupan. Dalam pendidikannya, ekonominya, sosial budayanya, semua diterapkan. Kedua, ada masyarakat yang melakukan amar makruf nahi mungkar. Saling watawa shaubilhaq, watawa showbishobr, saling ingat mengingatkan agar selalu bertakwa kepada Allah Swt.. Kemudian yang terakhir, individu-individu anggota masyarakat yang bertakwa, yang senantiasa muraqabah, senantiasa merasa diawasi oleh Allah subhanahu wa taala. Wallahu a'lam bishawab,” tutupnya.[] Titin Hanggasari


 

 

Opini

×
Berita Terbaru Update