Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pelecehan oleh Tenaga Medis Menunjukkan Ada Kesenjangan Antara Ilmu dan Iman

Selasa, 29 April 2025 | 06:59 WIB Last Updated 2025-04-28T23:59:36Z
TintaSiyasi.id -- Kabid Humas Polda Jawa Barat, Hendra Rochmawan, menuturkan dugaan pemerkosaan yang menimpa korban FA terjadi pada 18 Maret sekitar pukul 01:00 WIB di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat. Korban diperkosa oleh dokter PPDS anestesi Universitas Padjadjaran, Priguna Anugrah Pratama saat kondisi tidak sadarkan diri karena efek dari midazolam—obat penenang yang biasa digunakan sebelum tindakan operasi—yang disuntikkan melalui cairan infus.

Terkait dengan hal tersebut, Universitas Padjajaran (Unpad) telah resmi mengeluarkan dokter PPDS Priguna Anugrah Pratama. Selain diberhentikan, Unpad juga telah menjatuhkan sanksi akademik berupa pemutusan studi.

Selain itu Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga mengambil tindakan dan sanksi berupa larangan peserta PPDS tersebut untuk melanjutkan residen di RSHS seumur hidup.

Kasus tersebut telah mencoreng dunia kedokteran dan menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap tenaga medis maupun rumah sakit. Sebab profesi yang semestinya erat dengan rasa kemanusiaan justru bertindak sebaliknya. Akibatnya, muncul syak wasangka pada sejumlah pasien rumah sakit bahwa mereka mungkin pernah mengalami pelecehan ketika dalam pengaruh obat bius atau saat tak sadarkan diri.(bbc.com, 12/4/2025)

Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Dedi Supratman, mengatakan publik pasti akan menaruh curiga kepada dokter yang menangani mereka kala berobat. Apalagi kalau sampai ada tindakan pembiusan.
Pendiri Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (Cisdi), Diah Saminarsih, juga sependapat. Ia bilang situasi itu memang tak bisa terhindarkan.

Tapi lebih dari itu, Diah menilai kasus tersebut mengungkap persoalan soal lemahnya proses seleksi mahasiswa kedokteran.
Sepengetahuannya untuk menyeleksi mahasiswa baru program studi kedokteran, ada tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI), yaitu tes untuk mengidentifikasi gangguan mental dan kepribadian.

Masalahnya, menurut Diah, banyak selentingan beredar bahwa tes MMPI kerap "bocor" alias beredar "kisi-kisinya sebelum dimulai".(bbc.com, 12/4/2025)

Semakin maraknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter dan tenaga profesional di Indonesia merupakan sebuah Ironi sekaligus alarm serius bahwa negeri ini dalam situasi darurat kekerasan seksual. 

Bukan masalah lemahnya proses seleksi mahasiswa kedokteran ataupun kasus "bocor" nya kisi-kisi sebelum tes dimulai atau pula keberadaan tes MMPI guna identifikasi gangguan mental dan kepribadian, akan tetapi lebih jauh semua itu dikarenakan oleh
sistem pendidikan saat ini dibangun dengan asas sekuler, yakni pemisahan antara agama dan kehidupan.

Sekularisme pulalah yang menjadi asas sistem demokrasi kapitalisme yang sedang diterapkan di negara ini. Dalam sistem ini, agama dianggap sebagai bagian dari area privat serta hanya boleh mengatur urusan ibadah ritual individu. Adapun urusan kehidupan lainnya diatur dengan prinsip demokrasi, yakni menyerahkan hak pembuatan hukum kepada akal manusia yang sifatnya lemah, terbatas dan sarat akan kepentingan.

Asas sekuler dalam sistem pendidikan telah mengakibatkan visi sekolah menjadi hilang arah. Visi yang awalnya membentuk manusia yang beriman dan bertakwa, ternyata hanya jargon dan formalitas belaka. Bagaimana mungkin menjadi pribadi yang bertakwa sedangkan sistemnya justru memisahkan agama dari kehidupan?

Ditambah lagi dengan kebebasan media yang mengumbar sensualitas. Pornografi, pornoaksi, dan pornoliterasi sangat mudah diakses, bahkan oleh anak di bawah umur sekalipun. Seharusnya negara dengan kekuasaannya sangat mampu memblokir semua situs yang mengandung konten pemicu tindakan asusila, namun sekali lagi capaian profit materi selalu menjadi alasannya. Sehingga penguasa tak berdaya dan seolah rela mempertaruhkan moral generasi.

Alhasil, hampir semua kalangan menjadi rusak pemikirannya. Lihat saja, para pelaku bukan saja dari kalangan awam atau tidak berpendidikan melainkan dari profesi yang seharusnya menjunjung tinggi etika, empati dan tanggung jawab terhadap pasien. Seorang dokter misalnya, secara kode etik profesi di tuntut untuk melindungi, merawat dan menjaga kehormatan pasiennya, namun kenyataannya tidak sedikit dari mereka justru menyalahgunakan relasi kuasa dan kepercayaan yang diberikan pasien kepadanya demi kepentingan pribadi yang menjijikkan dan tidak manusiawi.

Kondisi ini menjadi bukti nyata adanya kegagalan serius dalam sistem pendidikan. Sistem rusak buah dari akal manusia melahirkan lingkungan dan individu-individu yang rusak. Terlebih ketika fungsi kontrol sosial tidak berjalan sebagaimana mestinya, sebagai dampak sikap individualistis masyarakat. Atas alasan menghormati privasi, kegiatan amar makruf nahi mungkar justru dianggap sebagai pelanggaran HAM.

Jelas, selama sistem sekuler demokrasi kapitalisme yang rusak dari akarnya ini masih tetap diterapkan oleh negara, selama itu pula kasus pelecehan seksual di lingkungan apapun akan terus berulang.

Cara Islam Mencegah Pelecehan Seksual

Dalam pandangan Islam, bagi setiap Muslim apapun profesi dan kedudukannya dalam masyarakat wajib terikat dengan hukum syariat. Keterikatan ini tidak bersifat opsional, melainkan merupakan kewajiban yang melekat di sepanjang hidup seorang Muslim.

Oleh karena itu, negara akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang berlandaskan akidah Islam. Sistem ini menjadikan fokus pembelajaran pada amal perbuatan yang nyata, bukan terbatas pada aspek teori semata. Karena Islam dipelajari untuk dipahami dan diamalkan, bukan demi nilai ujian ataupun untuk mendapatkan materi.

Ketaatan pada aturan Islam adalah wujud dari keimanan, bukan karena takut terhadap sanksi atau hukuman. Alhasil, setiap peserta didik akan berusaha taat dan terikat dengan syariat setiap waktu, bukan hanya saat ada yang mengawasi.

Dalam sistem pendidikan Islam, di semua jenjang baik dasar maupun tinggi keimanan bukan sekedar mata pelajaran tambahan, melainkan pondasi utama dalam membentuk kepribadian siswa baik dari sisi aqliyah atau pola pikir maupun nafsiyah atau pula sikap.

Dalam konteks pendidikan dokter, faktor keimanan sangatlah penting. Karena mereka kelak akan menjadi pihak yang bersentuhan langsung dengan nyawa, tubuh dan kehormatan manusia. Maka tingginya ilmu tanpa diimbangi dengan pondasi keimanan yang kokoh, profesi tersebut sangat rawan disalahgunakan.

Dari pembentukan individu-individu yang bertakwa itulah, maka akan terwujud masyarakat yang Islami, yaitu masyarakat yang senantiasa peduli kemudian istiqamah melakukan amar makruf nahi mungkar.

Mereka memahami sabda Rasulullah Saw., 
Perumpamaan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah kapal. Nantinya ada sebagian yang berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah kala ingin mengambil air, tentu ia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, ‘Andaikata kita bisa membuat lubang tentu tidak mengganggu orang yang berada di atas kita.’ Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang di bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu.” (HR Bukhari).

Tidak hanya itu, khilafah akan menutup segala media dan sarana yang membangkitkan gejolak syahwat dan memicu pelecehan seksual. Siapapun yang sengaja melanggar hukum syariat akan ditindak tegas. Pornografi, pornoaksi, dan pornoliterasi akan dianggap sebagai musuh bersama.

Khilafah akan menegakkan hukum sesuai dengan syariah. Penerapan sistem sanksi atau _uqubat_ yang bersifat menjerakan dan mendidik. Sistem sanksi Islam tidak hanya berorientasi pada hukuman semata, tetapi juga bertujuan mencegah kerusakan perilaku dan menjaga suasana Islami di tengah masyarakat.

Keimanan yang kuat dibentuk melalui sistem pendidikan dan dijaga oleh sistem negara. Keimanan tersebut akan menjadi benteng pertama bagi setiap individu untuk menjauhkan diri dari perbuatan haram, namun jika benteng itu jebol, maka sistem sanksi akan menjadi penjaga terakhir yang memastikan pelanggaran tidak merajalela. Dengan demikian, satu-satunya cara untuk mencegah terus terulangnya kasus-kasus kekerasan seksual dan penyimpangan profesi lainnya bukan hanya dengan reformasi parsial, tetapi dengan menghadirkan sistem Islam secara menyeluruh di bawah institusi Khilafah Islamiyah.

Oleh: Nabila Zidane 
Jurnalis

Opini

×
Berita Terbaru Update