Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Jangan Hanya Terlihat Baik: Menjadi Hamba yang Jujur di Hadapan Allah

Senin, 28 April 2025 | 14:30 WIB Last Updated 2025-04-28T07:30:41Z

TintaSiyasi.id-- Dalam kehidupan modern yang serba visual dan penuh pencitraan, manusia sering terjebak dalam satu kegelisahan: bagaimana agar diterima dan diakui oleh orang lain. Kita mulai berhias, bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara perilaku, demi mendapatkan pujian, pengakuan, dan tempat di hati manusia. Padahal, Rasulullah SAW telah memberikan peringatan tegas:

"Barangsiapa berhias untuk manusia dengan apa yang manusia sukai dan tampil di hadapan Allah dengan apa yang Allah benci, niscaya ia menemui Allah Azza wa Jalla dalam keadaan Allah marah kepadanya."
(HR. At-Thabrani)

Ketika Kepalsuan Menjadi Gaya Hidup

Banyak orang yang tampak saleh di hadapan manusia — rajin berbicara agama, pandai menunjukkan kesalehan di media sosial, bahkan mampu menampilkan air mata keharuan dalam doa-doa yang ditayangkan. Namun, ketika hanya ada dia dan Tuhannya, semuanya berubah. Hati dipenuhi kedengkian, amal dihitung untuk gengsi, dan hidup diarahkan demi sorotan.

Inilah bahaya riya’, penyakit hati yang membungkus keikhlasan dan menggantinya dengan topeng kepura-puraan. Padahal, Allah adalah Tuhan yang Maha Melihat – bukan hanya terhadap apa yang tampak, tapi juga terhadap apa yang tersembunyi.

Allah Tak Butuh Pencitraan, Allah Mencintai Kejujuran

Allah tidak meminta kita menjadi manusia yang sempurna di hadapan manusia. Allah meminta kita menjadi hamba yang jujur di hadapan-Nya. Allah mencintai hati yang tulus, walau belum mampu sempurna. Allah mencintai usaha, walau terseok. Tapi Allah murka kepada hati yang pura-pura bersujud sementara hatinya sedang menyombongkan diri kepada makhluk.

إِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَٰدِعُهُمۡ وَإِذَا قَامُوٓاْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُواْ كُسَالَىٰ يُرَآءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيلٗا  

“ Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” ( QS. An-Nisa’ (4) : 142)

Jangan Kejar Citra, Kejarlah Cinta

Kita hidup bukan untuk menaklukkan pandangan manusia, tetapi untuk meraih ridha Allah. Amal yang kecil namun ikhlas, lebih mulia di sisi-Nya daripada amal besar yang dipenuhi pamrih dunia. Bahkan senyum ikhlas pun bisa menjadi jalan surga, sementara sedekah miliaran bisa hangus jika diniatkan bukan untuk Allah.
Berhentilah Menyibukkan Diri Memoles Luar, Tapi Hati Masih Terluka

Berhentilah sibuk menyempurnakan tampilan luar, jika hati masih penuh noda. Allah tidak akan menanyakan seberapa ‘keren’ kita di mata manusia, tapi akan bertanya: Seberapa ikhlas kamu saat tak ada yang melihat?

Mari perbaiki diri. Bukan untuk tampil, tapi untuk kembali. Kembali kepada Allah, sebagai hamba yang jujur, yang tulus mencintai-Nya — tanpa topeng, tanpa sandiwara.

Berusahalah sungguh-sungguh agar dirimu tidak ada, tetapi hanya Dia-lah yang Ada. Nasehat Al-Jailani dalam kitabnya Fathur Rabbani.

Hapus Dirimu, Tampilkan Allah: Jalan Sunyi Para Pencari
“Berusahalah sungguh-sungguh agar dirimu tidak ada, tetapi hanya Dia-lah yang Ada.”
— Syekh Abdul Qadir al-Jailani, Fathur Rabbani

Ada saat ketika kita merasa harus “menjadi seseorang” — dihormati, diperhatikan, dikenal. Kita susun kata-kata indah, kita tampilkan amal yang memesona, kita berlomba menjadi tokoh dalam narasi manusia. Namun Syekh Abdul Qadir al-Jailani memberi petunjuk yang berlawanan: lenyapkan dirimu, agar hanya Allah yang tampak.

Bukan Tentang Dirimu, Tapi Tentang-Nya

Inilah puncak dari penghambaan — saat kita tidak lagi sibuk memperjuangkan citra diri, tapi berusaha menghadirkan Allah dalam setiap desah napas. Ketika kita tidak lagi mencari tempat di hati manusia, tapi hanya ingin berada di sisi Allah. Ketika kita tidak lagi berkata: “Aku yang melakukan ini”, tapi: “Ini karena Allah mengizinkan.”
Inilah makna fana’, yaitu saat keakuan kita lebur dalam keagungan-Nya.

Bahaya Menjadi Terlalu “Ada”

Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa berhias untuk manusia dengan apa yang manusia sukai dan tampil di hadapan Allah dengan apa yang Allah benci, niscaya ia menemui Allah Azza wa Jalla dalam keadaan Allah marah kepadanya."
(HR. At-Thabrani)

Ketika yang kita cari hanyalah pengakuan, maka kita mulai membangun topeng. Kita menjadi terlalu “ada” — selalu ingin dilihat, selalu ingin diakui. Padahal, semakin besar rasa ingin ditampilkan, semakin besar pula hijab antara kita dan Allah.

Menghilang Dalam Rida-Nya

Menjadi hamba yang sejati bukan berarti menjadi tidak berarti, tapi justru berarti sepenuhnya karena Allah. Ketika engkau menghapus dirimu, bukan berarti kosong — tapi diisi oleh cahaya-Nya. Ketika engkau berhenti mencari panggung, saat itulah Allah menampakkanmu dalam kemuliaan-Nya.

Itulah rahasia para wali. Mereka menjadi besar karena merasa kecil. Mereka menjadi dekat karena merasa tiada. Mereka diselimuti kemuliaan karena tidak menuntut apa pun selain rida Allah.

Langkah Menuju Kehadiran Ilahi

1. Luruskan niat setiap hari: Apakah ini untuk Allah, atau untuk dilihat manusia?

2. Sembunyikan amalmu jika bisa: Seperti benih yang tumbuh dalam diam, amal ikhlas akan mekar tanpa perlu diumbar.

3. Hapus kebanggaan diri: Setiap kebaikan yang lahir darimu adalah taufik, bukan pencapaian.

4. Latih dzikir dalam sunyi: Semakin sering menyebut nama-Nya, semakin sirna keakuan.

Penutup: Tenggelam Dalam Cahaya-Nya

Fana’ bukan berarti hilang secara fisik, tapi hilangnya keakuan yang membatasi hubungan kita dengan Allah. Saat engkau tidak lagi merasa "ada", saat itulah Allah benar-benar Hadir. Dan di situlah, hidupmu mulai benar-benar bermakna — bukan karena siapa kamu di mata manusia, tapi karena siapa kamu di sisi-Nya.
“Wahai Rabbku, aku tidak ingin dikenali, aku hanya ingin Kau ridha padaku.”

Bertaubatlah sekarang juga kepada Allah Azza wa Jalla. Orang yang terjaga adalah orang cerdas. Jangan surutkan langkah menuju-Nya hanya karena cobaan yang ditimpakan-Nya padamu. Nasehat Al-Jailani.

Indah sekali nasihat dari Syekh Abdul Qadir al-Jailani itu. Teguran yang lembut namun mengguncang. Ia seperti menggenggam hati para pencari Tuhan yang mulai letih, lalu berkata: "Bangkitlah, jangan berhenti hanya karena luka."

Bangkitlah Wahai Jiwa: Taubat, Ujian, dan Janji-Nya yang Agung

“Bertaubatlah sekarang juga kepada Allah Azza wa Jalla. Orang yang terjaga adalah orang cerdas. Jangan surutkan langkah menuju-Nya hanya karena cobaan yang ditimpakan-Nya padamu.”
— Syekh Abdul Qadir al-Jailani, Fathur Rabbani

Setiap dari kita pasti pernah terjatuh dalam kesalahan, terjerumus dalam dosa, atau diuji dengan cobaan yang mengguncang iman. Di saat-saat itu, sering kali kita merasa malu untuk kembali. Kita merasa tidak pantas, merasa terlalu kotor untuk bersimpuh di 
hadapan-Nya. Tapi dengarlah seruan para kekasih-Nya: 

“Bertaubatlah sekarang juga.”

Taubat: Pintu yang Tidak Pernah Tertutup
Allah bukan hanya Maha Pengampun, tapi Dia menyukai hamba yang kembali. Taubat bukanlah tanda kelemahan, tapi bukti kekuatan jiwa yang sadar bahwa satu-satunya tempat kembali hanyalah Allah.

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang menyucikan diri.”
(QS. Al-Baqarah: 222)

Kecerdasan sejati bukan sekadar soal logika dan dunia, tapi tentang kesadaran ruhani. Orang yang terjaga hatinya, yang peka terhadap dosa, dan segera kembali kepada Allah — dialah yang cerdas di sisi langit.

Ujian Bukan Tanda Dijauhi, Tapi Tanda Dipilih

Syekh Abdul Qadir berkata, “Jangan surutkan langkah menuju-Nya hanya karena cobaan yang ditimpakan-Nya padamu.” Sebab sering kali, justru di balik ujian itulah Allah sedang mendidik jiwamu.
Allah ingin engkau mendekat, bukan menyerah. Allah ingin engkau menangis bukan karena putus asa, tapi karena rindu. Setiap luka yang engkau alami bisa menjadi jalan kembali, jika engkau bersujud dan berkata, “Aku tidak punya apa-apa selain Engkau, ya Rabb.”
Jalan Menuju-Nya Tidak Selalu Lurus dan Mulus

Ada hari kita kuat, ada hari kita lemah. Ada waktu hati bercahaya, ada saat ia redup. Tapi selama engkau tidak berhenti melangkah, selama hatimu tetap berharap, maka Allah tidak akan menutup pintu-Nya.

“Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah kecuali kaum yang kafir.”
(QS. Yusuf: 87)

Bangkitlah, Wahai Jiwa

Jika hari ini engkau merasa jauh dari-Nya, maka taubat adalah jembatan untuk kembali. Jika hari ini engkau merasa diuji, maka sabar dan yakinlah — Allah tidak menimpakan beban kecuali untuk menguatkanmu, bukan menghancurkanmu.

Berhentilah memandang luka, mulailah memandang Cahaya. Karena bisa jadi, luka itu adalah pintu rahmat.

“Jalan para pecinta tidak selalu mudah, tapi setiap langkah menuju-Nya adalah kemenangan ruhani. Jangan berhenti. Jangan mundur. Allah sedang menunggumu di setiap tetes air mata dan sujud yang dalam.”

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo )

Opini

×
Berita Terbaru Update