Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kapitalisme Bikin Sengsara, Paylater Nambah Dosa

Senin, 28 April 2025 | 15:13 WIB Last Updated 2025-04-28T08:13:25Z
TintaSiyasi.id -- Fenomena penurunan daya beli masyarakat kini tak lagi hanya terjadi di daerah terpencil atau kawasan pinggiran. Bahkan di pusat ibu kota, DKI Jakarta, yang selama ini menjadi barometer kekuatan ekonomi nasional, gejala yang sama juga terlihat jelas. Banyak masyarakat mengeluhkan sulitnya mencukupi kebutuhan pokok, menurunnya penghasilan, hingga meningkatnya utang rumah tangga. PHK di mana-mana, harga kebutuhan pokok yang terus melonjak, serta lesunya ekonomi global menjadi faktor-faktor yang memperparah kondisi ini.

Dalam kondisi demikian, masyarakat pun terpaksa memutar otak agar dapur tetap ngebul. Tak sedikit yang akhirnya memilih untuk berutang demi mencukupi kebutuhan harian. Salah satu pilihan yang kini semakin marak adalah penggunaan layanan paylater—fasilitas pembayaran dengan menunda kewajiban membayar, biasanya dikenakan bunga atau biaya tambahan jika tidak dibayar tepat waktu. Fenomena ini menjamur seiring dengan berkembangnya belanja daring yang menawarkan kemudahan dan kepraktisan.

Namun, sayangnya, di balik tampilan yang tampak memudahkan, paylater justru menjadi lubang jebakan baru bagi masyarakat. Terutama karena layanan ini mayoritas berbasis riba, yang dalam Islam termasuk dosa besar. Alih-alih menjadi solusi, paylater justru berpotensi menjerumuskan masyarakat dalam jeratan utang yang lebih dalam, beban ekonomi yang makin berat, dan dosa yang menambah murka Allah. Keberkahan pun menjauh, dan masalah ekonomi kian rumit.

Maraknya budaya paylater tak bisa dilepaskan dari akar masalah utama: penerapan sistem kapitalisme dalam kehidupan. Sistem ini tidak hanya gagal menjamin kesejahteraan, tetapi juga membuka lebar pintu budaya konsumtif. Kapitalisme menanamkan standar kebahagiaan semata-mata pada kepemilikan materi. Akhirnya, banyak orang tergoda membeli bukan karena kebutuhan, tetapi demi mengejar gaya hidup dan citra sosial semu. Paylater menjadi alat yang dianggap ideal untuk memenuhi hasrat ini tanpa perlu berpikir panjang soal kemampuan bayar di masa depan.

Padahal, Islam memiliki solusi fundamental terhadap permasalahan ini. Dalam pandangan Islam, hidup bukanlah soal menumpuk materi atau mengikuti tren dunia. Ada pertanggungjawaban besar di hadapan Allah Swt. yang menyertai setiap tindakan, termasuk dalam urusan belanja. Seorang muslim yang bertakwa akan menahan diri dari perilaku boros dan utang sembarangan. Ia sadar bahwa kebahagiaan sejati adalah ketika Allah rida, bukan ketika berhasil membeli barang yang sedang tren.

Islam juga mengatur sistem ekonomi yang menjamin kesejahteraan setiap individu. Negara dalam Islam, yakni Khilafah, memiliki mekanisme nyata dalam mengelola sumber daya alam, distribusi kekayaan, serta penyediaan kebutuhan pokok seperti pangan, pendidikan, dan kesehatan. Negara bertanggung jawab langsung menjamin kebutuhan pokok rakyatnya terpenuhi dengan layak. Dalam sistem Islam, PHK massal tak akan menjadi hal lumrah seperti sekarang karena negara akan menjaga stabilitas lapangan kerja dan melarang praktik ekonomi yang merugikan rakyat demi kepentingan segelintir elite.

Lebih dari itu, dalam negara Islam semua praktik ribawi akan dihapuskan. Negara akan menjauhkan rakyat dari transaksi haram yang hanya akan merusak tatanan ekonomi dan spiritual masyarakat. Bank ribawi, layanan pinjaman berbunga, termasuk paylater berbasis riba, tidak akan dibiarkan tumbuh apalagi merajalela. Sebab, tugas negara adalah menjaga akidah rakyat, bukan sekadar menjadi fasilitator kebebasan individu dalam memilih produk finansial apa pun meski berbahaya.

Kembali kepada Islam sebagai sistem hidup bukan hanya akan menyelamatkan masyarakat dari tekanan ekonomi duniawi, tetapi juga dari kehancuran akhirat. Islam tidak menolak kemajuan teknologi ataupun inovasi dalam transaksi keuangan. Namun, semua itu harus diletakkan dalam koridor halal dan bermanfaat secara nyata bagi umat. Sistem Islam tidak membiarkan rakyat terjerumus dalam dosa massal akibat sistem ekonomi yang salah arah.

Sudah saatnya umat Islam menyadari bahwa penderitaan ekonomi yang dialami bukanlah musibah semata, tetapi akibat langsung dari diterapkannya sistem rusak kapitalisme. Maka, solusi sejati bukanlah sekadar mengganti kebijakan atau mencari cara berutang baru, melainkan mengganti sistem kehidupan dengan Islam kaffah yang diturunkan Allah Swt. untuk mengatur seluruh aspek hidup manusia, termasuk urusan ekonomi. Wallahu a’lam bishshawab.

Oleh: Mahrita Julia Hapsari
Aktivis Muslimah Banua

Opini

×
Berita Terbaru Update