Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Mufti Tajikistan Kembali Membolehkan Tidak Puasa Selama Ramadan

Minggu, 23 Maret 2025 | 10:49 WIB Last Updated 2025-03-23T03:49:47Z
TintaSiyasi.id — Saidmukarram Abdulkodirzoda, Ketua Dewan Ulama Tajikistan, mengatakan kepada kantor berita negara Khovar bahwa para pekerja Rogun tidak boleh berpuasa di bulan Ramadan, tetapi menggantinya pada hari libur kerja. "Orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sangat berat, terutama pekerja pembangkit listrik tenaga air Rogun, yang saat ini bekerja di terowongan dan bangunan di atas dan bawah tanah serta memikul tanggung jawab besar atas pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Mereka dalam keadaan lapar dan haus yang parah hingga membahayakan kesehatan mereka, tidak boleh berpuasa pada hari kerja dan mengganti puasa mereka pada waktu lain yang sesuai bagi mereka, dengan berpuasa selama jumlah hari yang sama," kata Saidmukarram Abdulkodirzoda. Ia juga menekankan bahwa pekerjaan karyawan Rogun "sangat berat" dan lebih baik bagi mereka untuk tidak berpuasa.

Bertentangan

Aktivis Muslim Muhammad Mansour menyampaikan, membolehkan pekerja Rogun tidak berpuasa di bulan Ramadan bertentangan dengan syariat Islam. "Jelas, dalam kasus ini, pernyataan Saidmukarram Abdulkadirzoda sepenuhnya bertentangan dengan hukum Islam," ucapnya dalam Berita Ideologis, Rabu (12-3-2025).

Ia menjelaskan, seruan serupa pernah disampaikan di Tajikistan sebelumnya. "Misalnya, pada 2020, Emomali Rahmon mengimbau warga Tajikistan yang bekerja di ladang untuk menunda puasa di bulan Ramadan ke waktu lain. Layanan pers Presiden Rahmon menerbitkan pidatonya kepada masyarakat saat itu," paparnya. 

Ia mengungkapkan, pidato Presiden Emomali Rahmon kepada umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk Tajikistan, mengatakan bahwa pemastian kesehatan masyarakat dan keamanan pangan adalah alasan yang sah untuk  menunda puasa. "Saya mendesak semua orang yang bekerja di ladang, demi kesehatan mereka dan keluarganya, memastikan kesejahteraan rumah tangga mereka, untuk menggunakan keringanan ini dan menunda puasa sampai waktu yang lebih baik,” ujar Rahmon kala itu.

Di saat yang sama, terangnya, mufti, Dewan Ulama, dan imam yang melayani rezim Rahmon, telah melegitimasi kebijakan rezim terhadap rakyatnya selama beberapa dekade yang membenarkan tindakan diktator dari perspektif Islam yang membolehkan tidak puasa Ramadan. "Padahal semua mazhab Islam, termasuk mazhab Hanafi, sepakat bahwa puasa di bulan Ramadan merupakan kewajiban setiap Muslim yang sudah baligh. Hanya golongan yang disebutkan dalam ayat Al-Qur'an yang tidak boleh berpuasa," imbuhnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, semua orang, kecuali orang sakit dan musafir, wajib berpuasa di bulan Ramadan. "Selain itu, menurut teks-teks syariat lainnya, menunda puasa dibolehkan bagi wanita hamil dan menyusui," katanya.

Ia mengutip surat Al-Baqarah ayat 183—185: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." [] Ika Mawar

Opini

×
Berita Terbaru Update