“Saya akan membahas fikih sosmed
yang meliputi pokok bahasan pengertian sosmed, hukum-hukum umum terkait sosmed,
dan berbagai hukum terkait sosmed,” tuturnya, Kamis (23/01/2025), di YouTube
Ngaji Shubuh bertajuk Fikih Sosmed.
Pengertian Sosmed
“Sosmed adalah pelantar digital
(platform digital) secara online yang memfasilitasi penggunanya untuk
saling berinteraksi atau bersosialisasi dengan cara membagikan berbagai
sarana ekspresi konten, seperti berita, tulisan (ide), foto, video,
dan sebagainya,” kutipnya dari Wikipedia.
Definisi sosmed (وَسَائِلُ التَّوَاصُلِ
الإْجَتْمَاعِيٌّ):
وَسَائِلُ التَّوَاصُلِ الإْجَتْمَاعِيٌّ
هِيَ مَنْظُومَةٌ مِنْ الشَّبَكَاتِ الْإِلِكْتِرُونِيَّةِ الَّتِي تَسْمَحُ لِلْمُشْتَرِكِ
فِيهَا بِإِنْشَاءِ مَوْقِعٍ خَاصٍّ بِهِ، وَمِنْ ثَمَّ رَبْطُهُ مِنْ خِلَالِ نِظَامٍ
اجْتِمَاعِيٍّ إِلِكْتِرُونِيٍّ مَعَ أَعْضَاءِ الْآخَرِينَ لَدَيْهِمْ الِاهْتِمَامَاتُ
وَالْهِوَايَاتُ نَفْسُهَا،
فَهِيَ شَبَكَاتٌ اجْتِمَاعِيَّةٌ تَفَاعُلِيَّةٌ
تُتِيحُ التَّوَاصُلَ لِمُسْتَخْدِمِيهَا فِي أَيِّ وَقْتٍ يَشَاؤُونَ وَفِي أَيِّ
مَكَانٍ مِنْ الْعَالَمِ، وَظَهَرَتْ عَلَى شَبَكَةِ الِانْتَرْنِتْ مُنْذُ سَنَوَاتٍ
قَلِيلَةٍ وَغَيَّرَتْ فِي مَفْهُومِ التَّوَاصُلِ وَالتَّقَارُبِ بَيْنَ الشُّعُوبِ
وَاكْتَسَبَ اسْمَهَا الِاجْتِمَاعِيَّ كَوْنُهَا تُعَزِّزُ الْعَلَاقَاتِ بَيْنَ بَنِي
الْبَشَرِ،
وَتُعَدُّ فِي الْآوِنَةِ الْأَخِيرَةِ
وَظِيفَتَهَا الْإِجْتِمَاعِيَّةَ لِتُصْبِحَ وَسِيلَةً تَعْبِيرِيَّةً وَاحْتِجَاجِيَّةً
Definisi sosmed adalah suatu
sistem jaringan elektronik yang memungkinkan anggotanya membuat situs web-nya
sendiri, dan kemudian menghubungkannya melalui sistem sosial elektronik dengan
anggota lain yang mempunyai minat dan hobi yang sama.
Definisi lain media sosial adalah
jejaring sosial interaktif yang memungkinkan penggunanya berkomunikasi kapan
saja mereka mau dan di mana saja di dunia.
“Media sosial ini muncul di
internet beberapa tahun yang lalu dan mengubah konsep komunikasi dan pendekatan
hubungan antarmasyarakat dan memperoleh nama sosialnya karena memperkuat
hubungan antar manusia. Belakangan ini, fungsi sosialnya dianggap sebagai
sarana ekspresi dan protes,” kutipnya dari Wizarat At-Tanmiyyah Al-Ijtima’iyyah
‘Umman, Atsaru Istikhdam Wasā`il Al-Tawāshul Al-Ijtimā’i ‘Ala Tanasyu`ati
Al-Thifli fi Al-Mujtama’ Al-’Ummani, hlm. 49-50).
Definisi Sosmed (وَسَائِلُ التَّوَاصُلِ
الإجَتْمَاعِيٌّ) lainnya:
وَسَائِلُ التَّوَاصُلِ الإجَتْمَاعِيٌّ
هِيَ مَجْمُوعَةٌ مِنْ الْمَوَاقِعِ عَلَى شَبَكَاتِ الْإِنْتَرْنِتْ الَّتِي تُتِيحُ
الْأَفْرَادَ فِي بِنْيَةِ مُجْتَمَعٍ افْرَاضِيٍّ، يَجْمَعُ بَيْنَ أَفْرَادِهَا إِهْتِمَامٌ
مُشْتَرَكٌ يَتِمُّ التَّوَاصُلُ بَيْنَهُمْ مِنْ خِلَالِ الرَسَائِلِ وَ الْإِطْلَاعِ
عَلَى الْمِلَفَّاتِ الشَّخْصِيَّةِ، وَمَعْرِفَةِ أَخْبَارِهِمْ وَمَعْلُومَاتِهِمْ
الَّتِي يُتِيحُونَهَا لِلْعَرْضِ
“Media sosial adalah sekelompok
situs di jaringan internet yang memungkinkan individu-individu untuk
berpartisipasi dalam struktur komunitas virtual, yang menggabungkan kepentingan
bersama di antara mereka, dan yang berkomunikasi satu sama lain melalui surat,
atau melalui peninjauan atas arsip-arsip pribadi, serta berita dan informasi
tentang mereka sesuai apa yang mereka tampilkan,” kutipnya dari Markaz Nun
li Al-Ta`līf wa Al-Tarjamah, Fiqh Al-Tawāshul Al-Ijtimā’i, Beirut : Jam’iyyah
Al-Ma’arif Al-Islamiyyah Al-Tsaqafiyyah, hlm. 13).
Kiai Shiiddiq memberikan contoh-contoh
sosmed di antaranya Facebook, Instagram, LinkedIn, Pinterest, Snap Chat, X,
TikTok, YouTube, Whatsapp.
Hukum-Hukum Umum Seputar
Sosmed
Pertama, sebagai sarana (al-wasīlah),
sosmed hukum asalnya adalah mubāh (dibolehkan syariat), dan tidak diharamkan
kecuali berdasarkan dalil khusus. Kaidah fikih menyatakan :
الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ
مَا لَمْ يَرِدْ دَلِيْلُ التَّحْرِيمِ
“Hukum asal untuk benda (materi)
adalah mubah selama tidak terdapat dalil khusus yang mengharamkan.” (Taqiyuddin
An-Nabhani, Al-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, 3/28).
Kedua, walaupun hukum
asalnya mubāh (dibolehkan syariat), jika penggunaan sosmed mengakibatkan
terjadinya keharaman, maka hukumnya haram:
“Segala wasīlah (perantaraan,
baik berupa benda maupun perbuatan) yang membawa kepada yang haram, hukumnya
haram.”
Ia memberikan dengan dua syarat:
(1) ada dugaan kuat wasīlah itu membawa kepada yang haram, (2) ada dalil syar’i
untuk sesuatu yang diharamkan itu. (Taqiyuddin An-Nabhani, Nizhāmul Islām,
hlm. 94).
Ketiga, sosmed sebagai
sarana (al-wasīlah), hukum penggunaannya mengikuti hukum tujuan penggunaannya.
Kaidah fikih menyatakan:
اَلْوَسَائِلُ تَتْبَعُ الْمَقَاصِدَ
فِيْ أَحْكَامِهَا
“Segala sarana itu hukumnya
mengikuti tujuan-tuannya.” (M. Shidqi Al-Burnu, Mausū’ah Al-Qawā’id
Al-Fiqhiyyah, 12/199)
Keempat, walaupun hukum
asalnya mubah (dibolehkan syariat), jika penggunaan sosmed mengakibatkan
terjadinya bahaya (madarat), maka hukumnya haram :
اَلْأَصْلُ فِي الْمَضَارِّ اَلتَّحْرِيْمُ
“Hukum asal untuk segala sesuatu
yang berbahaya (al-madhār) adalah haram.” (Taqiyuddin An-Nabhani,
Al-Syakhshiyyah Al-Islāmiyyah, 3/458).
Kelima, jika satu kasus
tertentu mengakibatkan bahaya (madarat), sedang secara umum hukumnya boleh,
maka hukumnya haram hanya untuk kasus tertentu itu saja:
كُلُّ فَرْدٍ مِنْ أَفْرَادِ اْلأَمْرِ
الْمُبَاحِ إذَا كَانَ ضَارّاً أَوْ مُؤَدِّياً إِلى َضَرَرٍ حُرِّمَ ذَلِكَ الْفَرْدُ
وَظَلَّ اْلأَمْرٌ مٌبَاحًا
“Setiap-tiap kasus dari perkara
pokok yang hukumnya mubah, jika dia berbahaya atau dapat membawa kepada bahaya,
maka kasus itu saja yang diharamkan, sedang perkara pokoknya tetap mubah.”
(Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyyah Al-Islāmiyyah, 3/462).
Keenam, jika satu
kewajiban tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan cara (uslūb) atau
sarana (wasīlah) yang tertentu, maka cara (uslūb) atau sarana (wasīlah)
tertentu itu menjadi wajib pula hukumnya. Kaidah fikihnya:
مَا لاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ إلَّا بِهِ
فَهُوَ وَاجِبٌ
“Segala kewajiban yang tidak
dapat terlaksana kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib pula
hukumnya.” (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyyah Al-Islāmiyyah, 3/43).
Keenam, jika satu
kewajiban tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan cara (uslūb) atau sarana
(wasīlah) yang tertentu, maka cara (uslūb) atau sarana (wasīlah) tertentu itu
menjadi wajib pula hukumnya. Kaidah fikihnya :
مَا لاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ إلَّا بِهِ
فَهُوَ وَاجِبٌ
“Segala kewajiban yang tidak
dapat terlaksana kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib pula
hukumnya.” (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyyah Al-Islāmiyyah, 3/43).
Ketujuh, hukum untuk apa
yang ditulis, baik tulisan tangan biasa seperti dalam bentuk surat, atau
tulisan digital, seperti tulisan di pesan WA, e-mail, Facebook,
dsb, sama dengan hukum untuk apa yang diucapkan dengan lisan (ucapan). Kaidah fikihnya:
اَلْكِتَابُ كَالْخِطَابِ
“Tulisan hukumnya sama dengan
lisan (ucapan).”
(Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Asybah
wa Al-Nazha`ir, hlm. 308)
Berbagai Hukum Syarak Terkait
Sosmed
Pertama, seorang Muslim
pengguna sosmed, wajib mempunyai rasa tanggung jawab pada dirinya, sehingga
wajib memastikan kebenaran berita atau informasi yang akan disebarkannya.
(Ishmet Al-Hammūri, Al-Ādāb Al-Syar’iyyah Li [i]stikhdām Wasā`il Al-Tawāshul
Al-Ijtimā’i, hlm. 4). Firman Allah Swt:
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ
رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ
“Tidak ada suatu kata yang
diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap
(mencatat).” (QS Qāf: 18).
Sabda Rasullah saw.:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت
Barangsiapa yang beriman kepada
Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam. (HR Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no. 47)
Kedua, tidak boleh
menyebarkan berita dari orang Muslim yang fasik (tidak taat), kecuali setelah
melakukan tabayun (pemeriksaan berita secara teliti).(Ishmet Al-Hammūri, Al-Ādāb
Al-Syar’iyyah Li [i]stikhdām Wasā`il Al-Tawāshul Al-Ijtimā’i, hlm. 4).
Firman Allah Swt.:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا
اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ
فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ
Wahai orang-orang yang beriman!
Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah
kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan
(kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu. (QS Al Hujurat:
6).
Ketiga, makruh hukumnya
menyebarkan berita dari sumber yang tidak jelas (bersumber dari “katanya”).
(Taqiyuddin An-Nabhani, Hadīts Ash-Shiyām, hlm. 117)
Sabda Rasulullah saw.:
إنَّ اللَّهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلَاثًا: قيلَ وَقالَ،
وإضَاعَةَ المَالِ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ
Sesungguhnya Allah membenci kamu
tiga perkara; (menyebarkan berita) dari katanya katanya, menyia-nyiakan harta,
dan banyak bertanya. (HR Bukhari, no. 1477, Muslim, no. 593)
Keempat, tinggalkan segala
bentuk berita atau informasi yang meragukan, dan hendaknya menuju pada apa yang
tidak menimbulkan keraguan.
Sabda Rasulullah saw.:
دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ
يَرِيْبُكَ. رَوَاهُ التِّرْمِذِي وَالنَّسَائِي وَقَالَ التِّرْمِذِيّ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ
صَحِيْحٌ
Tinggalkanlah sesuatu yang
membuatmu ragu, dan kerjakanlah sesuatu yang tidak membuatmu ragu. (HR At
Tirmidzi dan An-Nasa’i. Imam At-Tirmidzi berkata, ”Hadis ini derajatnya hasan sahih).
Kelima, tidak boleh
menyebarkan berita yang menyangkut kehormatan seorang Muslim, yang dapat
menimbulkan kerusakan di masyarakat. Firman Allah Swt.:
اِذْ تَلَقَّوْنَهٗ بِاَلْسِنَتِكُمْ
وَتَقُوْلُوْنَ بِاَفْوَاهِكُمْ مَّا لَيْسَ لَكُمْ بِهٖ عِلْمٌ وَّتَحْسَبُوْنَهٗ
هَيِّنًاۙ وَّهُوَ عِنْدَ اللّٰهِ عَظِيْمٌ ۚ وَلَوْلَآ اِذْ سَمِعْتُمُوْهُ قُلْتُمْ
مَّا يَكُوْنُ لَنَآ اَنْ نَّتَكَلَّمَ بِهٰذَاۖ سُبْحٰنَكَ هٰذَا بُهْتَانٌ عَظِيْمٌ
(Ingatlah) ketika kamu menerima
(berita bohong) itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa
yang tidak kamu ketahui sedikit pun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal
dalam pandangan Allah itu soal besar. Dan mengapa kamu tidak berkata ketika
mendengarnya, "Tidak pantas bagi kita membicarakan ini. Mahasuci Engkau, ini
adalah kebohongan yang besar." (QS An-Nur : 15-16).
Keenam, tidak setiap yang
kita ketahui, kita sebarkan kepada orang lain.
Sabda Rasulullah saw.:
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ
مَا سَمِعَ
Cukup seseorang dianggap
berdusta jika dia menceritakan setiap apa saja yang dia dengar. (HR Muslim,
Abu Dawud, dan Ibnu Hibban)
Ketujuh, tidak boleh
menyebarkan info atau data pribadi dari seseorang (nama, no HP, Alamat rumah,
dsb), kecuali dengan izinnya. Firman Allah Swt.:
وَّلَا تَجَسَّسُوْا
Janganlah kamu mencari-cari
berita (melakukan kegiatan mata-mata). (QS Al-Hujurat : 12)
Kedelapan, dianjurkan (sunah
hukumnya) menutupi aib seorang Muslim, khususnya Muslim yang diketahui selama
ini berkelakuan baik (dzawil hai’at).
Sabda Rasulullah saw.:
مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ
فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
Barang siapa menutupi aib
seorang Muslim, maka Allah akan menutupi aib orang tersebut di dunia dan
akhirat. (HR Ibnu Majah).
Adapun jika seorang Muslim selama
ini diketahui tidak berkelakuan baik, maka sunah membuka aibnya kepada
masyarakat. (Imam Nawawi, Syarah Muslim, 16/135).)
Kesembilan, tidak boleh
menghina atau merendahkan sesama Muslim dalam sosmed, sesuai firman Allah Swt.:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا
يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ
مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ
Wahai orang-orang yang
beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi
mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan
jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena)
boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang
mengolok-olok). (QS Al-Hujurat: 11)
Kesepuluh, tidak apa-apa
mengkritik penguasa di muka umum, seperti kritik via berbagai sosmed. Dalilnya
adalah kemutlakan nas-nas mengenai muhasabah lil hukkam (mengoreksi
penguasa), yang membolehkan sarana atau cara apa saja untuk menyampaikan
kritik.
Misalnya, sabda Nabi saw.:
أَفْضَلُ الْجِهَادِ، كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
Seutama-utama jihad adalah
menyampaikan kalimat yang adil (haq) kepada penguasa (sultan) yang zalim.
(HR Abu Dawud 4346, Tirmidzi no 2265, dan Ibnu Majah no 4011).
Kesebelas, menggunakan
musik dan lagu (nyanyian) sebagai latar belakang suara untuk konten sosmed,
boleh hukumnya, sesuai hukum dasar untuk musik dan lagu, yaitu boleh selama
tidak terdapat unsur-unsur yang mengharamkan, misalnya makna syair (lirik) yang
bertentangan dengan Islam.
Dalil bolehnya musik dan lagu,
antara lain hadis sbb:
Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz ra. dia berkata:
عن الرُّبَيِّع بنت مُعَوِّذ قالت : جَاءَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فَدَخَلَ حِينَ بُنِيَ عَلَيَّ، فَجَلَسَ علَى فِرَاشِي كَمَجْلِسِكَ مِنِّي، فَجَعَلَتْ جُوَيْرِيَاتٌ لَنَا، يَضْرِبْنَ بالدُّفِّ ويَنْدُبْنَ مَن قُتِلَ مِن آبَائِي يَومَ بَدْرٍ، إذْ قالَتْ إحْدَاهُنَّ: وفينَا نَبِيٌّ يَعْلَمُ ما في غَدٍ، فَقالَ: دَعِي هذِه، وقُولِي بالَّذِي كُنْتِ تَقُولِينَ .رواه البخاري ، وأحمد ، والبيه
Nabi saw. mendatangi pesta
perkawinanku, lalu beliau duduk di atas dipan seperti dudukmu denganku, lalu
mulailah beberapa orang hamba sahaya perempuan kami memukul gendang dan mereka
menyanyi dengan memuji orang yang mati syahid pada perang Badar.
Tiba-tiba salah seorang di
antara mereka berkata, “Di antara kita ada Nabi saw. yang mengetahui apa yang
akan terjadi kemudian.” Maka Nabi saw. bersabda, “Tinggalkan omongan itu.
Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.” (HR Bukhari, Ahmad, dan
Baihaqi).
Kedua belas, menggunakan
gambar, baik lukisan atau foto sebagai ilustrasi untuk konten sosmed, boleh
hukumnya, dengan syarat-syarat:
Pertama,
foto atau lukisan tsb bukan foto/lukisan porno.
Kedua,
jika konten creator membuat lukisan/gambar sendiri, tidak boleh membuat
gambar/lukisan dari makhluk bernyawa (seperti manusia atau hewan).
Ketiga,
boleh konten creator membuat lukisan/gambar sendiri, jika objeknya bukan
makhluk bernyawa, misalnya tumbuhan, bangunan, mobil, dsb.
Keempat,
boleh konten creator membuat lukisan/gambar melalui AI (artificial
intelligence), jika objeknya bukan makhluk bernyawa. Wallahu a’lam.[] Rere