TintaSiyasi.id -- Menanggapi kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia yang begitu heboh, Direktur Siyasah Institute Iwan Januar mengatakan, ini sebagai opini dan cara untuk mengokohkan pluralisme beragama.
"Ini sebagai sebuah opini dan sebagai sebuah cara untuk mengokohkan pluralisme beragama," ungkapnya dalam rubrik Dialogika, Bahaya Sinkretisme Dibalik Kunjungan Paus?, di kanal YouTube Peradaban Islam, Sabtu, (7/9/2024).
Menurutnya, Indonesia sebagai negara yang mayoritas Muslim sering menjadi sorotan, sebab meski majemuk namun masyarakatnya bisa hidup lebih tenang dibandingkan dengan Eropa yang jantungnya Kristen, justru prinsip-prinsip toleransi umat beragama di sana terasa sangat minim.
Ia mengatakan, catatan menunjukkan bahwa Islamophobia di Eropa terus meningkat, pelarangan terhadap azan, serangan-serangan terhadap muslimah yang bergamis, memakai kerudung, cadar dan lain-lain.
"Meskipun paham-paham pluralisme dan nanti paham sinkritisme terus ditanamkan, terus ditancapkan ke tengah-tengah masyarakat muslim di tanah air, namun upaya ini tidak kunjung berhasil. Ini disebabkan selalu ada kemudian counter pemikiran dari kalangan kaum muslim yang masih peduli ingin melindungi dan mempertahankan akidah umat," terangnya.
Dalam keterangannya ia menyampaikan, apa yang terjadi di masjid Istiqlal dan juga yang dilakukan oleh imam masjid Istiqlal, ini bukan sebuah kemajuan dan bukan sebuah hal yang patut diapresiasi dengan perasaan gembira yang berlebihan, namun justru ini menunjukkan sikap inferior kompleks di tengah-tengah umat, yaitu ketidakpercayaan diri yang begitu luar biasa justru terhadap agama sendiri.
Jadi bagaimana bisa sebagai seorang tokoh muslim yang tiap hari membaca Al-Qur'an dan di dalam Al-Qur'an ada firman Allah SWT. bahwa sesungguhnya agama yang diterima di sisi Allah hanya Islam. Dalam ayat yang lain Allah SWT. menyebutkan bahwa siapa saja yang mencari agama lain selain Islam maka tidak akan diterima selama-lamanya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.
"Dan masih banyak ayat lain yang menunjukkan bahwa antara kita dengan agama di luar Islam memang tidak bisa menyatu seperti minyak dengan air," paparnya.
Ia melanjutkan, dengan menyelenggarakan dan mempresentasikan acara-acara di Masjid Istiqlal, sebenarnya pemerintah ingin menunjukkan bahwa pemerintah bukan orang yang tertuduh melakukan tindak dominasi terhadap agama di luar Islam. Padahal justru tuntunan agama mengharuskan umatnya untuk menampilkan siar-siar Islam.
Jadi, kata Ustaz Iwan ketika ada tokoh-tokoh bukan muslim berkunjung ke masjid yang mayoritas para ulama mengatakan itu boleh, harusnya itu adalah momen untuk kemudian menyampaikan siar-siar Islam, menyampaikan keagungan ajaran Islam, menyampaikan keshahihan Islam dihadapan tokoh-tokoh tersebut.
"Bukan malah sebaliknya diam, tidak mengapresiasi, tidak menunjukkan cahaya Islam," bebernya.
Menurutnya, kalau cerita terkait Vatikan tentang Paus maka yang selalu terbayang dipikiran banyak orang, ceritanya itu pasti seputar cinta, perdamaian, kasih sayang dan kemanusiaan. Nah problemnya kemudian mengapa kemudian Paus Fransiskus tidak menyampaikan problem kemanusiaan yang terjadi di negeri-negeri kaum muslimin yang mengalami dominasi, penindasan.
Seperti di Gaza, di Myanmar juga terjadinya islamofobia di berbagai negara-negara Kristen.
"Nah ini yang tidak ditampakkan oleh Paus, sehingga kalau dikatakan misi yang dibawa itu adalah misi perdamaian, kemanusiaan, cinta, kasih sayang dan sebagainya, ini bertolak belakang dengan sikap dan pernyataan dari Paus sendiri," pungkasnya. []Faizah