Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Hakikat Ikhlas

Minggu, 23 Juni 2024 | 10:23 WIB Last Updated 2024-06-23T03:23:42Z

TintaSiyasi.id -- Ibnu Athaillah As-Sakandari, seorang sufi besar dari tarekat Syadziliyah, memiliki banyak pandangan mendalam tentang ikhlas. Ikhlas dalam pandangan beliau adalah kunci utama dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Berikut adalah beberapa poin penting tentang ikhlas menurut Ibnu Athaillah:

1. Menyingkirkan Kepentingan Diri Sendiri: Ikhlas adalah ketika seseorang membersihkan niatnya dari segala kepentingan diri sendiri dan hanya berfokus pada Allah SWT. Segala perbuatan dilakukan semata-mata karena Allah, bukan karena ingin mendapatkan pujian, penghargaan, atau keuntungan duniawi.

2. Keikhlasan Sebagai Dasar Segala Amalan: Menurut Ibnu Athaillah, ikhlas merupakan pondasi dari segala amal ibadah. Tanpa ikhlas, amal-amal tersebut menjadi hampa dan tidak memiliki nilai di hadapan Allah SWT. Ikhlas adalah ruh dari ibadah.

3. Ikhlas Menghapus Dualisme Niat: Beliau mengajarkan bahwa ikhlas adalah membersihkan niat dari segala campuran selain Allah. Artinya, segala bentuk riya' (keinginan untuk dipuji manusia) dan sum'ah (keinginan agar orang lain mendengar tentang kebaikan kita) harus dihilangkan.

4. Ikhlas Membawa Kebahagiaan Sejati: Dalam pandangan Ibnu Athaillah, orang yang ikhlas akan merasakan kebahagiaan sejati karena hatinya terpaut kepada Allah SWT dan tidak terikat oleh hal-hal duniawi yang sementara. Keikhlasan memberikan ketenangan jiwa karena amal yang dilakukan tidak dibebani oleh keinginan-keinginan duniawi.

5. Pengendalian Diri dan Ikhlas: Beliau juga menekankan pentingnya pengendalian diri untuk mencapai ikhlas. Pengendalian diri ini termasuk mengendalikan hawa nafsu, menjaga niat tetap lurus, dan terus menerus memperbaharui niat hanya untuk Allah SWT.

6. Kontemplasi dan Muhasabah: Untuk mencapai ikhlas, Ibnu Athaillah menyarankan agar selalu melakukan kontemplasi (tafakur) dan muhasabah (introspeksi diri). Ini membantu seseorang menyadari kekurangan dan memperbaiki niat serta amal perbuatan. 

Pandangan-pandangan ini dapat ditemukan dalam karya-karya beliau, seperti "Al-Hikam" yang berisi banyak nasihat dan renungan tentang pentingnya ikhlas dan cara mencapainya.

وَمَنۡ أَرَادَ ٱلۡأٓخِرَةَ وَسَعَىٰ لَهَا سَعۡيَهَا وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَأُوْلَٰٓئِكَ كَانَ سَعۡيُهُم مَّشۡكُورٗا  

“Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.” (QS. Al-Isra’ (17): 19)

Sobat. Dan barang siapa yang menghendaki dengan amal perbuatannya pembalasan kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu, yakni untuk memperoleh kehidupan akhirat dengan sungguh-sungguh dengan melakukan amal salih, sedangkan dia beriman kepada Allah dengan sungguh-sungguh, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik di sisi Allah dan mendapat ganjaran sesuai dengan amalnya.Kepada masing-masing golongan, baik golongan ini yang mengharapkan pembalasan dunia maupun golongan itu yang mengharapkan pembalasan akhirat, Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu, yakni Kami berikan bagi keduanya itu pembalasan sesuai dengan amal perbuatannya. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi oleh siapa pun. Pembalasan di dunia Kami berikan kepada siapa saja yang berusaha  meraihnya, baik kafir maupun mukmin, sedangkan pembalasan berupa pahala di akhirat, khusus Kami anugerahkan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dengan sungguh-sungguh sesuai dengan ketentuan Tuhanmu.

Allah SWT Berfirman:

قُلۡ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٞ مِّثۡلُكُمۡ يُوحَىٰٓ إِلَيَّ أَنَّمَآ إِلَٰهُكُمۡ إِلَٰهٞ وَٰحِدٞۖ فَمَن كَانَ يَرۡجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلٗا صَٰلِحٗا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدَۢا  

“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (QS. Al-Kahfi (18): 110)

Sobat. Katakanlah kepada mereka, "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, mengakui bahwa semua ilmuku tidak sebanding dengan ilmu Allah, aku mengetahui sekedar apa yang diwahyukan Allah kepadaku, dan tidak tahu yang lainnya kecuali apa yang Allah ajarkan kepadaku. Allah telah mewahyukan kepadaku bahwa, "Yang disembah olehku dan oleh kamu hanyalah Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya." Oleh karena itu barang siapa yang mengharapkan pahala dari Allah pada hari perjumpaan dengan-Nya, maka hendaklah ia tulus ikhlas dalam ibadahnya, mengesakan Allah dalam rububiyah dan uluhiyah-Nya dan tidak syirik baik yang terang-terangan maupun yang tersembunyi seperti riya, karena berbuat sesuatu dengan motif ingin dipuji orang itu termasuk syirik yang tersembunyi. Setelah membersihkan iman dari kemusyrikan itu hendaklah selalu mengerjakan amal saleh yang dikerjakannya semata-mata untuk mencapai keridaan-Nya.

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah berfirman, "Saya adalah yang paling kaya di antara semua yang berserikat dari sekutunya. Dan siapa yang membuat suatu amalan dengan mempersekutukan Aku dengan yang lain, maka Aku tinggalkan dia bersama sekutunya." (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)

Allah SWT berfirman:

مَن كَانَ يُرِيدُ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيۡهِمۡ أَعۡمَٰلَهُمۡ فِيهَا وَهُمۡ فِيهَا لَا يُبۡخَسُونَ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ لَيۡسَ لَهُمۡ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ إِلَّا ٱلنَّارُۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُواْ فِيهَا وَبَٰطِلٞ مَّا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ  

“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud (11): 15-16)

Sobat. Barang siapa yang menginginkan kesenangan hidup di dunia seperti makanan, minuman, perhiasan, pakaian, perabot rumah tangga, binatang ternak, dan anak-anak tanpa mengadakan persiapan untuk kehidupan di akhirat, seperti beramal kebajikan, membersihkan diri dari berbagai sifat yang tercela, maka Allah akan memberikan kepada mereka apa yang mereka inginkan sesuai dengan sunnatullah atau ketentuan Allah. Dia tidak akan mengurangi sedikit pun dari hasil usaha mereka itu, karena untuk memperoleh rezeki tersebut terkait dengan usaha seseorang.

Hasil usaha mereka di dunia itu tergantung kepada usaha mereka dan sunnatullah dalam kehidupan, sedang amal-amal keakhiratan, balasannya ditentukan oleh Allah Taala sendiri tanpa perantara seorang pun.

Sobat. Orang-orang yang amalnya hanya diniatkan sekadar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan tidak diniatkan sebagai persiapan untuk menghadapi akhirat, tidak memperoleh apa pun kecuali neraka. Mereka berusaha di dunia bukan karena dorongan iman pada Allah dan bukan untuk membersihkan diri dari dosa dan kejahatan dan bukan pula untuk mengejar keutamaan dan takwa, akan tetapi semata-mata untuk memenuhi keinginan hawa nafsu sepuas-puasnya. Itulah sebabnya Allah menjadikan apa yang telah mereka kerjakan di dunia sia-sia belaka.

Allah berfirman: Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahanam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan dia beriman, maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik. (al-Isra/17: 18-19)

Allah berfirman: Barang siapa menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya dan barang siapa menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian darinya (keuntungan dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian di akhirat. (asy-Syura/42: 20)

Sobat. Ditanyakan kepada seorang ulama, Sejauh mana seseorang disebut istemewa? Jawabnya, ada empat macam sifat yang dimilikinya :
1. Ketika telah berani menanggalkan istirahatnya.
2. Memberi sesuatu yang ada padanya.
3. Tidak menghendaki kedudukan atau pengaruh.
4. Tetap pada pendiriannya, baik ketika diejek ataupun dipuji.

Saydina Ali bin Abu Tahlib ra  beliau berkata, ada empat macam yang membuktikan riyak, yaitu:
1. Pemalas  ketika tidak ada manusia.
2. Tetapi dihadapan manusia, sangat tangkas.
3. Amal  ibadahnya meningkat, ketika dipuji.
4. Tetapi menurun, ketika perilaku atau amal ibadahnya dicela.

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis 33 Buku mengenai Motivasi dan Pengembangan Diri. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo 

Opini

×
Berita Terbaru Update