Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Benarkah Penambahan Saham Freeport Bisa Menyejahterakan Rakyat?

Minggu, 23 Juni 2024 | 15:11 WIB Last Updated 2024-06-23T08:11:44Z

TintaSiyasi.id -- Melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara Jokowi resmi memberikan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada PT. Freeport Indonesia sampai dengan masa umur cadangan tambang perusahaan.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakanalasan negosiasi perpanjangan izin tambang bagi PTFI hingga 2061 itu dilakukan, karena pemerintah ingin memaksimalkan pendapatan negara dari perusahaan tambang terbesar di Indonesia tersebut, melalui akuisisi saham menjadi 61 persen.

Selain penambahan saham, pihaknya turut menekankan dalam poin negosiasi untuk membangun fasilitas pengolahan hasil tambang (smelter) di Papua, serta peningkatan peran pengusaha lokal dalam mengelola PTFI.(antaranews.com, 7/6/2024)

Sekalipun dari data terlihat terjadi kenaikan saham  sejujurnya hal tersebut tetap merugikan Indonesia dan rakyat Indonesia sebagai pemilik sumber daya alam. Alasannya, secara fakta kemiskinan masih menjadi problem utama di negeri ini, yaitu sekitar 30 juta jiwa hidup dalam garis kemiskinan. Disusul problem pendidikan, kemudian kesehatan serta penegakan keadilan yang begitu diskriminatif dan masalah kesejahteraan lainnya.

Padahal, secara logika jika suatu negara memiliki sumber daya alam melimpah tentu penduduk yang tinggal di dalamnya sejahtera. Tidak hanya masalah sosial pengelolaan tambang saat ini juga membawa dampak buruk bagi lingkungan, seperti penurunan produktivitas lahan, kepadatan tanah bertambah, terjadinya erosi dan sedimentasi, terjadinya gerakan tanah atau longsoran, terganggunya flora dan fauna, terganggunya kesehatan masyarakat disekitar tambang yang bisa menambah kesengsaraan bagi mereka serta berdampak terhadap perubahan iklim mikro.

Tidak ada kebaikan dari hasil tambang, karena pengelolaan harta tersebut diatur menggunakan prinsip kebebasan kepemilikan. Prinsip tersebut dapat membuat para perusahaan bisa dan legal menguasai sumber daya alam yang notabene harta milik rakyat. Inilah prinsip zalim yang lahir dari sistem rusak bernama ekonomi kapitalisme. Sehingga wajar jika kebijakan penguasa saat ini memudahkan para kapital untuk memperpanjang bahkan membuat kontrak baru.


Solusi Pengelolaan Tambang dalam Islam

Sangat berbeda dengan konsep pengelolaan tambang dalam sistem ekonomi Islam. Perbedaan tersebut terlihat dari konsep kepemilikan.

Syekh Taqiyyudin an Nabhani dalam Nidzham Iqthisadi menjelaskan bahwa syariat membagi harta kekayaan di muka bumi menjadi tiga golongan. Pertama, harta kepemilikan individu, yaitu semua harta yang boleh dimiliki dan dimanfaatkan oleh individu seperti, harta wakaf, warisan, ladang pribadi dan sejenisnya. 

Kedua, harta kepemilikan negara, yaitu semua harta yang dimiliki atas nama negara, misalnya usyur, jizyah, kharaj, fai', ghanimah, iqtha', ihyaul mawat, dan lainnya.

Ketiga, harta kepemilikan umum, yaitu harta serikat yang tidak boleh dimonopoli oleh individu, contohnya sumber daya alam.

Dengan konsep kepemilikan tersebut, maka masyarakat akan mendapat keadilan dan keberkahan harta antara satu dengan yang lain. Karena harta tersebut tidak bercampur dan tidak untuk saling dikuasai.

Dalam Islam, sumber daya alam termasuk harta milik umum yang haram dikuasai oleh perusahaan swasta. Rasulullah SAW bersabda,

"Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga perkara: air padang rumput dan api. Harganya adalah haram." (HR. Ibnu Majah dan Ath-Thabarani)

Apabila syariat tersebut dilanggar, maka dampaknya hanya akan melahirkan monopoli harta rakyat kemudian muncul berbagai kemiskinan dan kebodohan seperti sekarang. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya alam dalam Islam diberikan kepada negara dan hasilnya dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat.

Negara yang bertanggung jawab mulai dari eksplorasi, eksploitasi hingga menjadi barang yang siap dimanfaatkan oleh rakyat. Bayangkan, jika tambang emas dan sekitarnya dikelola mandiri oleh negara sesuai dengan syariat Islam, maka sangat kecil kemungkinan rakyat Indonesia khususnya Papua hidup dalam kemiskinan.

Dari hasil tambang emas saja kekayaan tersebut bisa memberi fasilitas hidup yang makruf kepada rakyat. Pengelolaan tambang oleh negara akan membuka lapangan pekerjaan sehingga para laki-laki bisa memberi nafkah dan mencukupi kebutuhan sandang, pangan dan papan keluarganya.

Tak hanya itu, hasil tambang tersebut juga bisa menjamin pemenuhan layanan kesehatan, pendidikan dan keamanan bagi rakyat individu per individu. Ini baru dari tambang emas saja, belum dari hasil tambang yang lain, seperti nikel, batubara, timah, tembaga, minyak bumi, gas alam dan lain-lain.

Seperti itulah seharusnya pengelolaan tambang jika penguasa memang ingin rakyatnya hidup sejahtera, bukan dengan penambahan saham dan dinarasikan seolah-olah hal tersebut kebijakan yang benar. 

Tak hanya itu, di bawah politik ekonomi Islam, pengelolaan harta kekayaan alam secara mandiri mampu membuat sebuah negara menjadi negara yang kaya, berdaulat dan menjadi negara adidaya. 

Sebagai gambarannya, untuk tambang emas saja tidak mungkin satupun di negara ini yang tidak membutuhkan emas. Negara yang tidak memiliki cadangan emas jelas harus membeli emas kepada negara yang memiliki cadangan emas banyak. Transaksi tersebut jelas akan membuat negara pemilik sumber daya alam memiliki power di dunia internasional yang memberikan kebaikan untuk semua rakyat. []


Nabila Zidane
Jurnalis

Opini

×
Berita Terbaru Update