Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

APBN Kita dan Harapan yang Tersisa

Sabtu, 01 Juni 2024 | 10:45 WIB Last Updated 2024-06-01T03:45:34Z

TintaSiyasi.id -- APBN kita 70% untuk belanja pemerintah pusat dan pemerintah daerah, 16% untuk bunga utang pemerintah, 13% untuk bayar utang subsidi dan kompensasi ke Pertamina dan PLN. Nah ada sisanya 1% terserah buat apa saja.

Kata-kata bijak, jangan pernah berputus asa, terus berjuang cari rejeki, selalu ada jalan jika ada kemauan. Semua orang tahu bahwa APBN kita menghadapi masalah yang tidak ringan. Masalah-masalah tersebut seputar meningkatnya utang dalam APBN, menurunnya penerimaan negara terhadap GDP dan meningkatnya risiko ekonomi yang berkaitan langung dan tidak langsung dengan APBN sekarang dan masa akan datang.

Mari kita lihat bagaimana utang dalam APBN 2024. Ada sekitar 376 kata utang dalam APBN. Salah satu pembahasan terbanyak yang menunjukkan kuatnya masalah datang dari utang tersebut. lalu berapa jumlah utang pemerintah Indonesia tersebut dan bagaimana perkembangannya setiap tahun? Tahun 2019 utang pemerintah sebesar 4,786.6 triliun rupiah, tahun 2020 sebesar 6,079.9 triliun rupiah, tahun 2021 sebesar 6,914.0 triliun rupiah, tahun 2022 sebesar 7,776.7 triliun rupiah dan tahun 2023 sebesar 7,805.2 triliun rupiah. Memang lumayan laju peningkatan utang pemerintah ini.

Nah, karena utang lumayan banyak maka kita ada kewajiban bayar bunga. Pembayaran bunga utang mengalami tren peningkatan seiring dengan penambahan outstanding utang pemerintah, di mana dari alokasi pembayaran bunga utang tahun 2019 sebesar 275.9 triliun rupiah meningkat menjadi 441.4 triliun rupiah pada tahun 2023. Pembayaran bunga utang didominasi oleh bunga utang dalam negeri mengingat porsi instrumen SBN yang dominan dalam portofolio utang. Jumlah tersebut terdiri atas: (1) pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar 456.8 triliun rupiah; dan (2) pembayaran bunga utang luar negeri sebesar 40.5 triliun rupiah.

Untungnya masih ada kesempatan menambah utang baru untuk dapat mengatasi bunga yang membesar. Untuk menambah utang maka pemerintah menetapkan target deficit. Dalam perkembangannya, defisit anggaran cenderung naik dari 2,20 persen terhadap PDB pada tahun 2019 menjadi sebesar 6,14 persen terhadap PDB pada tahun 2020 seiring dengan langkah extraordinary yang diambil oleh Pemerintah pada tahun 2020. Namun sejak tahun anggaran 2021 dan 2022, defisit anggaran secara bertahap terus menurun sehingga menjadi 4,57 dan 2,35 persen terhadap PDB. Selanjutnya, mengingat tahun anggaran 2023 merupakan tahun konsolidasi fiskal kembali ke defisit anggaran maksimal 3 persen terhadap PDB.

Berapa besarnya tambahan utang Indonesia sepanjang 2019 sampai 2024? Tahun 2019 indonesia menambah utang 437,5 triliun rupiah, tahun 2020 menambah utang 1.229,6 triliun rupiah paling besar untuk tambahan utang tahunan sepanjang Sejarah Indonesia. Tahun 2021 sebesar 870,5 triliun rupiah masih dalam rangka covid 19, tahun 2022 sebesar 696,0 triliun rupiah, tahun 2023 sebesar 406,4 triliun rupiah dan terakhir tahun 2024 akan bertambah 648,1 triliun rupiah. 

Bagaimana dengan Pajak dan PNBP?

Kata pajak masih lebih banyak dari kata utang dalam APBN. Kata pajak disebutkan sebanyak 421 kali dalam APBN 2024. Menunjukkan adanya perhatian pemerintah atas masalah ini agar kita dapat menyelesaikan semua kewajiban dalam APBN tersebut. 

Lalu bagaimana penerimaan pajak, nah ini kedengarannya bagus. Penerimaan pajak tahun 2019 sebesar 1.546,1 triliun rupiah, tahun 2020 sebesar 1.285,1 triliun rupiah, tahun 2021 sebesar 1.547,8 triliun rupiah, tahun 2022 sebesar 2.034,6 triliun rupiah, tahun 2023 sebesar 2.118,3 triliun rupiah dan tahun 2024 targetnya sebesar 2.309,9 triliun rupiah. Rata rata setiap tahun pajak selalu naik 152,76 triliun. Memang kenaikan penerimaan pajak ini masih kalah dengan tambahan kenaikan jumlah utang. Pajak ini naik 49,40 persen antara 2019–2024.

Sementara penerimaan negara bukan pajak atau PNBP kurang mengalami perkembangan. PNBP ini diperoleh dari sumber daya alam seperti bagi hasil minyak, royalty tambang dan pungutan pemerintah lain lai dalam melakukan pelayanan public. Kekayaan alam Indonesia memang belum terlalu handal sebagai sumber pendapatan negara. 

Bagaimana perkembangan PNBP? Bagian ini memang kurang mendapat perhatian. Tahun 2019 penerimaan PNBP sebesar 409,0 triliun rupiah, tahun 2020 turun menjadi 343,8 triliun rupiah, tahun 2021 sebesar 458,5 triliun rupiah, tahun 2022 sebesar 595,6 triliun rupiah, tahun 2023 sebesar 515,8 triliun rupiah, namun tahun 2024 targetnya turun lagi menjadi 492,0 triliun rupiah. Penurunan ini datang dari pendapatan SDA non migas dan pendapatan PNBP lainnya. Pendapatan SDA ini memang masih kalah dengan pendapatan cukai yang diperoleh dari rokok yakni mencapai 246.1 triliun rupiah. Sementara pendapatan SDA termasuk pendapatan dari bagi hasil minyak dan gas hanya sebesar 207 triliun rupiah. 

Utang Subsidi dan Utang Kompensasi

Besarnya perhatian pemerintah kepada subsidi ditunjukkan oleh banyaknya kata subsidi dalam APBN dan besarnya jumlah subsidi dalam APBN. Dalam APBN 2024 terdapat 299 kata subsidi. Subsidi terbesar dalam APBN adalah subsidi energi yang dialokasikan untuk subsidi Listrik, BBM dan LPG 3g.

Selama periode 20192022, Subsidi Energi berfluktuasi dari semula sebesar Rp136.875,8 miliar pada tahun 2019 menjadi sebesar Rp171.858,8 miliar pada tahun 2022. Pada outlook tahun 2023, Subsidi Energi diperkirakan mengalami peningkatan menjadi Rp185.356,8 miliar.

Dalam APBN tahun anggaran 2024, Subsidi Energi dialokasikan sebesar Rp189.104,3 miliar, terdiri atas Subsidi Jenis BBM Tertentu dan LPG Tabung 3 kg sebesar Rp113.273,1 miliar dan Subsidi Listrik sebesar Rp75.831,2 miliar.

Selain subsidi energi juga diberikan kompensasi atas selisih harga. Kompensasi energi dibayar ke partamina dan PLN yang ditugaskan dalam menyediakan Listrik dan BBM. Kompensasi terjadi karena adanya selisih harga jual PLN dan pertamina dengan harga pasar. Anggaran kompensasi dalam APBN ini sangat besar, namun jumlahnya tidak disebutkan. ini sepertinya sangat bergantung pada negosiasi antara Menteri keuangan, ESDM dengan kedua BUMN tersebut mengenai jumlah kompensasi yang sebenarnya. 

Walaupun kompensasi tidak disebutkan dalam APBN, namun menurut informasi fitch rating singgapore pembayaran kompensasi BBM tahun 2024 adalah senilai 8 miliar dolar atau kalau dirupiahkan senilai 128 triliun. Sedangkan kompensasi Listrik tahun 2024 adalah sebesar 55 triliun rupiah. Karena pendapatan gabungan kompensasi dan pendapatan subsidi PLN adalah sebesar 130 triliun rupiah pada tahun 2023. Jadi subsidi dan kompensasi BBM dan Listrik setiap tahun mencapai 371-400 triliun rupiah. 

Harapan yang Tersisa

Kompensasi dan subsidi sama dengan utang. Harus dibayar oleh pemerintah setiap tahun. Keduanya jika dijumlahkan maka utang yang harus dibayar pemerintah setiap tahun mencapai Rp441.4 triliun untuk pembayaran bunga utang dan sebesar 371 triliun untuk pembayaran subsidi dan kompensasi Listrik dan BBM. Jadi semuanya sebesar 812,8 triliun. Ya lumayan besar.

Jadi jika pokok utang kita bayar atau kita cicil pelan pelan selama 20 tahun sampai nanti tahun 2045 kita lunasi maka utang sebesar 8486 triliun rupiah yang terjadi sampai dengan tahun 2024 ini. Maka setiap tahun kita akan membayar pokok utang sebesar 424 triliun rupiah. Jadi dengan demikian kewajiban pemerintah setiap tahun terkait dengan bunga, pokok utang, pembayaran utang subsidi dan kompensasi mencapai 1237 triliun setiap tahunnya. 

Wah, kalau begini uang APBN sebenarnya masih ada sisa! Kerena belanja Kementerian dan Lembaga yang sangat besar yakni 1.090,8 triliun rupiah pasti dialokasikan dan transfer ke daerah 857,6 triliun rupiah sehingga berjumlah 1965 triliun rupiah atau sebesar 70 persen dari seluruh pendapatan negara dalam APBN. Kalua tidak semua Lembaga ini dan pemerintah daerah tidak makan dan tidak minum. Sebetulnya uang APBN yang dikasih ke pemerintah pusat dan pemerintah daerah masih bisa dikurangi lagi.

Jadi harapan kita masih ada sedikit, yakni masih bisa bayar bunga utang, utang pokok. Tinggal sekarang bagaimana agar sumber daya alam kita digitalisasi agar penerimaan ekspor SDA bisa bagi dua dengan negara, terutama ekspor Batubara, sawit, timah, bouxit, emas, nickel, minyak, gas, dan masih banyak sumber daya alam lainnya. Sekalian itu digitalisasi semua pengeluaran pemerintah. Kalau ini segera terjadi atau dilaksanakan, maka tukang kemplang pajak, tukang kemplang subsidi dan tukang kemplang belanja pemerintah tidak bisa berkutik lagi. Banyak uang yang terkumpul, bisa ngupi-ngupi Pak De.

Oleh. Salamuddin Daeng
Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia 

Opini

×
Berita Terbaru Update