Tintasiyasi.id.com -- Baru-baru ini didapati grup Facebook yang mempertemukan komunitas LGBT di Indonesia, termasuk daerah di Kalimantan Selatan seperti Banjarmasin, Balangan, Barabai dan Amuntai.
Hal ini kembali mencuat setelah ramainya pemberitaan sebuah video bermuatan pornografi hubungan sesama jenis yang beredar luas di media sosial.
Kasus tersebut membuka kembali masalah sosial yang sudah lama ada dan tertutupi dengan beragam problem kehidupan lainnya. Keberadaan grup Facebook komunitas LGBT akhirnya kembali tersorot dan mengejutkan banyak pihak.
Disebutkan bahwa grup Facebook Gay Banjarmasin telah diikuti oleh 2,5 ribu anggota, sedang Grup Facebook Gay Balangan Paringin Amuntai memiliki 3,3 ribu anggota (Banjarmasin.tribunmews.com, 17/12/2025).
Faktanya, gerakan LGBT akan selalu melebarkan sayapnya dan melakukan berbagai upaya untuk menyebarkan virus-virus kerusakan ke berbagai lini kehidupan. Kalangan remaja termasuk gen-z menjadi sasaran empuk dan mudah terinfeksi.
Problem kehidupan yang semakin menyesakkan menjadikan gerakan ini semakin mudah menyebarkan idenya melalui berbagai pendekatan yang membawa kesenangan dan kenikmatan sesaat.
LGBT bukan semata perilaku individu, namun telah menjadi sebuah gerakan global yang terorganisir di seluruh dunia termasuk Indonesia. Ragam cara serta kampanye komunitas LGBT tak bisa ditampik disokong oleh lembaga-lembaga asing.
Mudahnya ide-ide rusak dan merusak tumbuh di tengah masyarakat adalah karena mengakarnya paham sekulerisme atau pemisahan agama dari kehidupan. Salah dan benar, baik dan buruk, serta terpuji dan tercela tidak disandarkan pada akidah yang shohih, namun dari ukuran logika dan kecerdasan manusia yang serba terbatas.
Sehingga, dalam memaknai kebahagiaan pun hanya dilihat dari sejauh mana mampu memuaskan keinginan dan hasrat diri, tanpa berfikir panjang akan kerusakan di masa datang. Pintupun semakin terbuka dengan tiadanya sanksi yang tegas untuk para pelaku LGBT.
Perlu Penanganan Komprehensif
Dalam pandangan Islam, LGBT jelas keharamannya, bahkan dianggap sebagai kejahatan atau tindak pidana (al-jarimah), sehingga wajib dihukum dengan sanksi pidana syariah yang tegas. Kerusakan yang diakibatkannya pun tak hanya berefek pada pelaku, namun juga berimbas pada keluarga, lingkungan dan keberkahan.
Oleh karena, diperlukan penanganan komprehensif dalam berbagai sisi,
Pertama, pembinaan terhadap individu dan keluarga agar terikat hukum Syara', senantiasa menjadikan standar halal haram dalam ukuran perbuatan, melalui proses panjang pendidikan dalam keluarga hingga mampu menjadi benteng penjaga anak dari virus mematikan LGBT.
Penanaman akidah sejak dini, pemahaman mengenai syariat secara bertahap, termasuk mengajarkan mengenai batasan aurat, pemisahan tempat tidur, cara bergaul yang benar dan lain sebagainya.
Kedua, kontrol masyarakat yang kuat, kepedulian dan keberanian menangkal dan berdakwah terhadap segala kemungkaran dan penyimpangan. Hal ini akan menekan tumbuh suburnya penyimpangan karena rasa khawatir untuk menampakkan kemaksiatan di tengah masyarakat.
Ketiga, peran sentral negara. Negara memiliki berbagai instrumen penting yang akan mampu menangkal segala jenis pengaruh, pemikiran, dan perilaku maksiat hingga kriminal. Pada aspek pencegahan, pembangunan pendidikan Islam bagi anak dengan fasilitas gratis dan lengkap.
Negara juga akan menghilangkan segala bentuk rangsangan seksual, baik pornografi ataupun pornoaksi, serta larangan tegas terhadap penyebaran pemikiran merusak.
Aturan tegas dalam Islam terhadap pelaku kemaksiatan akan memberikan efek jera.
Untuk lesbianisme, yaitu hubungan seksual wanita dengan wanita, sanksi pidananya adalah hukuman ta'zir, yakni jenis hukuman dalam sistem pidana Islam untuk kejahatan yang tidak dijelaskan hukumnya oleh nash khusus dalam Al Qur'an atah Al Hadits. Jenis hukuman dan kadarnya diserahkan kepqda qadhi (hakim syariah) dalam peradilan syariah.
Sedangkan gay atau homoseksual, yang dalam kitab fiqih disebut dengan istilah al-liwath, yakni hubungan seksual laki-laki dengan sesama laki-laki. Sanksi pidananya adalah hukuman mati (al-qatl/al-i'dam) dan tidak ada khilafiyah (perbedaan pendapat) di antara para fuqoha mengenai hal ini. (Abdurrahman Al-Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm.20-21)
Dengan demikian dibutuhkan solusi yang kompleks untuk memutus rantai penyebaran LGBT, mulai dari aspek individu dan keluarga, masyarakat hingga negara. Islam memiliki kekhasan dan kesempurnaan sistem dalam mengatur semua aspek tersebut, dan hanya akan terlaksana jika Islam diterapkan secara menyeluruh dalam seluruh sisi kehidupan. Wallahua'lam bishshowwab.[]
Oleh: Linda Maulidia, S.Si
(Aktivis Muslimah)