TintaSiyasi.id -- Bobroknya layanan kesehatan menjadi tragedi pilu yang kembali menyelimuti dunia kesehatan di Indonesia. Kasus Irene Sokoy di Jayapura, yang meninggal bersama janin dalam kandungannya setelah ditolak dan tidak ditangani dengan adil oleh empat rumah sakit adalah tamparan keras di wajah nasional sistem kesehatan.
Peristiwa ini bukan kali pertama, meliankan kasus yang telah berulang yang menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan sedang sakit parah.
BC Indonesia (24/11/2025) melaporkan bahwa Irene Sokoy dibawa ke empat rumah sakit pada Minggu, 16 November 2025, sebelum akhirnya meninggal dunia. Sementara, Kumparan (8/3/2023) mencatat bahwa penolakan serupa pada ibu hamil sering terjadi akibat kendala administrasi.
Dari kasus penolakan yang sudah ada mengungkapkan adanya motif terselubung dalam sistem kesehatan saat ini. Dalam sistem Sekuler Kapitalistik, pelayanan kesehatan telah bermetamorfis menjadi motif bisnis materialistik. Baik itu rumah sakit daeah maupun swasta, yang lebih pada profit oriented.
Hal ini tampak pada standar administasi yang lebih utama dari nyawa pasien. Jika pasien tidak memiliki jaminan atau kempuan untuk membayar, penangannya sering sekali diperlambat atau bahkan ditolak. Padahal, keadruratan medis tidak mengenal birokrasi juga administrasi.
Belum lagi kesenjangan kualitas pelayanan, Dimana pelayanan yang berkualitas tinggi lebih terkonsentrasi di wilayah perkotaan, sedangkan daerah terpencil dan masyarakatnya miskin maka akses kesehatannya pun minim dan kualitas seadanya.
Ini jelas, bahwa sisten saat ini lebih menempatkan keuntungan finasial di atas keselamatan jika dan bukti penghaiatan terhadap kemanusiaan dan gagalnya negara dalam menjalankan fungsinya.
Sistem Islam: Kesehatan Adalah Tanggung Jawab Negara
Islam memandang pelayanan kesehatan bukanlah komuditas bisnis, melainkan tanggung jawab yang paling fundamental dalam negara dan setiap individu berhak mendapatkannya secara gratis, mudah dan berkualitas.
Negara wajib menyediakan infrastruktur kesehatan rumah sakit, puskesmas dan tenaga medis yang tersebar secara merata, tidak hanya terpusat di kota-kota besar saja.
Mengabaikan hak rakyat untuk mendapatkan palayanan kesehatan adalah bentuk kezaliman yang tidak dapat ditoleransi siapapun. Khilafah Islam adalah yang bertanggung jawab penuh untuk memberikan pelayanan kesehatan yang layak kepada rakyat tanpa memandang status social, ekonomi atau adminsitrasi. Seperti adanya Bimaristan yaitu rumah sakit umum modern yang melayani secara gratis.
Bimaristan adalah institusi kesehatan yang didirikan oleh khilafah. Bimaristan pertama yang diakui secara terstruktur didirikan oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid di Baghdad pada akhir abad ke-8 M. Bimaristan memberikan semua layanan medis diberikan secara cuma-cuma kepada siapa pun yang membutuhkan, tanpa diskriminasi.
Sehingga tidak ada perbedaan perlakuan terhadap orang kaya, orang miskin, warga lokal, atau musafir (orang asing). Siapa pun yang sakit berhak dirawat.
Bimaristan memberikan layanan rumah sakit yang komprehensif. Seperti, adanya unit spesialisasi seperti, terdapatnya bagian penyakit dalam, bedah, ortopedi, mata, penyakit jiwa (sejak abad ke-9), bahkan apotek dan perpustakaan medis. Selain itu, bimaristan juga berfungsi sebagai pusat pendidikan dan riset bagi para dokter dan mahasiswa.
Selain itu ada juga perawatan pasca-rawat Inap. Bahkan setelah pasien dinyatakan sembuh, Bimaristan menyediakan bantuan finansial berupa uang saku agar pasien bisa pulih sepenuhnya tanpa khawatir mencari nafkah segera setelah keluar dari rumah sakit.
Sedangkan untuk pembiyaan Bimaristan didanai sepenuhnya oleh Baitul Mal (Kas Negara) dan melalui Wakaf yang dikelola negara, termasuk dalam hal penggajian tenaga medis. Sehingga tampak nyata adanya profesionalitas dan totalitas pengabdian tenaga medis terhadap pasien.
Tak tanggung-tanggung, gaji yang diberikan dari Baitul Mal diatur agar layak dan mencukupi kebutuhan hidup para dokter dan staf. Ini menjamin kesejahteraan mereka, sehingga fokus mereka hanya pada kualitas pelayanan pasien.
Karena dokter menerima gaji tetap dan terjamin dari negara, mereka tidak memiliki insentif untuk mematok tarif mahal, melakukan tindakan medis yang tidak perlu, atau menolak pasien yang tidak mampu membayar. Seluruh perhatian mereka diarahkan pada diagnosis yang tepat dan perawatan yang optimal.
Negara tidak hanya membayar, tetapi juga memastikan kualitas. Dokter harus lulus uji kompetensi yang ketat sebelum diizinkan praktik. Khalifah juga memiliki Muhtasib yang bertugas mengawasi kualitas layanan publik, termasuk memastikan dokter memberikan resep dan perawatan yang sesuai.
Bimaristan yang didanai Baitul Mal dan Wakaf, serta penggajian tenaga medis oleh negara, menciptakan sebuah ekosistem kesehatan nirlaba yang wajib dipenuhi oleh negara. Bimaristan ini berhasil mewujudkan pelayanan kesehatan yang gratis, mudah diakses, dan berkualitas tinggi selama berabad-abad di era keemasan Islam.
Tragedi Irene Sokoy adalah lonceng bahaya yang tak boleh diabaikan. Permintaan maaf pejabat tidak akan pernah bisa mengembalikan nyawa yang hilang. Masalah utamanya terletak pada sistem sekuler kapitalistik yang telah mencabut ruh kemanusiaan dari pelayanan kesehatan.
Sudah saatnya kita meninggalkan sistem yang menjadikan nyawa manusia sebagai objek bisnis. Kita membutuhkan sistem yang menjadikan pelayanan kesehatan sebagai amanah dan tanggung jawab negara. Tidak hanya untuk ibu hamil tetapi kepada kelurug rakyat berhak mendapatkan akses kesehatan yang mudah, gratis dan berkualitas tanpa dihalangi oleh admistrasi maupun biaya. Hanya dengan kembali pada sistem Islam keselamatan jiwa rakyat sebagai prioritas tertinggi negara.
Sudah saatnya Indonesia meninggalkan sistem yang menjadikan nyawa manusia sebagai unit bisnis. Kita membutuhkan sistem yang menjadikan pelayanan kesehatan sebagai amanah negara, di mana setiap ibu hamil mendapatkan pertolongan pertama, setiap warga negara berhak atas akses mudah, gratis, dan berkualitas tanpa dihalangi oleh kendala administrasi atau biaya.
Hanya dengan kembali pada sistem Islam keselamatan jiwa rakyat menjadi prioritas tertinggi negara, sehingga tragedi serupa Irena dapat dihentikan. []
Sri Nova Sagita
(Analis Mutiara Umat Institute)