TintaSiyasi.id -- Sebagian orang menganggap bahwa bencana adalah kehendak alam. Murni takdir yang tidak bisa ditolak atau dihindari oleh manusia. Namun sejatinya, bencana adalah cara alam mengungkapkan kemarahan atas kedzaliman umat manusia. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar Rum ayat 41 yang artinya, "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Hari ini, bencana alam melanda Indonesia silih berganti. Pada kisaran pertengahan hingga akhir November ini saja, tak terhitung berapa bencana yang telah terjadi. Letusan Gunung Semeru pada 19 November 2025 lalu hingga saat ini masih berstatus Awas. Kendati tidak ada korban jiwa, puluhan rumah dan gedung rusak dan ribuan warga mengungsi.
Menyambut musim penghujan yang curahnya cukup tinggi tahun ini, banjir dan tanah longsor pun tak terhindarkan. Wilayah Aceh dan Sumatera Utara mengalami tanah longsor dan banjir terparah pada akhir November ini. Kepala BNPB Suharyanto mengungkapkan bahwa hingga Jumat (28/11/2025) sore, tercatat total 174 orang meninggal dunia dan 12.546 kepala keluarga (KK) mengungsi (kompas.com, 28/11/2025).
Walaupun tidak berskala besar, hampir seluruh daerah di Indonesia tidak luput dari bencana, mulai dari gempa bumi, kebakaran, cuaca ekstrim, angin kencang, dan lain sebagainya. Apabila kita renungkan, kemiskinan, kelaparan, pengangguran, kriminalitas tinggi, dan kerusakan sosial juga merupakan bencana yang harus menjadi bahan koreksi dan muhasabah diri bagi bangsa dan negara ini.
Banjir dan tanah longsor yang terjadi di Aceh dan Sumatera Utara baru-baru ini adalah peristiwa yang harusnya menjadi tamparan keras dan jelas atas kelalaian manusia dalam mengelola alam. Pasalnya, banjir dan tanah longsor tersebut membawa gelondongan kayu tebangan yang tidak terhitung banyaknya. Artinya, telah terjadi penebangan hutan besar-besaran di wilayah hutan dan pegunungan daerah tersebut. Maka tidak layak manusia menyalahkan alam atas kesalahan dirinya sendiri.
Pada dasarnya, bencana khususnya banjir, adalah bencana yang terjadi akibat buruknya beberapa aspek kehidupan masyarakat. Bukan hanya faktor hujan ekstrim, tapi didukung oleh buruknya sistem drainase, kebiasaan membuang sampah sembarangan terutama di sungai atau saluran air, hilangnya pepohonan sebagai penyangga air hujan akibat ilegal logging, penambangan terbuka dll. Semua faktor tersebut berangkat dari sistem kehidupan masyarakat dibawah kendali pemerintahan. Bisa dikatakan, banjir dan tanah longsor adalah persoalan sistematis yang harus diselesaikan secara sistematis pula.
Pemerintah sebagai pengelola negara, adalah satu-satunya instansi yang mampu menyelesaikan persoalan bencana. Masyarakat atau individu tidak akan mampu menyelesaikannya. Sayangnya, pemerintahan Indonesia merujuk pada sistem kapitalisme. Alih-alih mengatasi, bisa dikatakan pemerintah lah "dalang" dari semua ini. Pemerintah menggunakan kekuasaan yang mereka miliki untuk membuat perjanjian dengan para kapitalis dimana perjanjian tersebut hanya untuk menambah pundi kekayaan mereka, bukan untuk kesejahteraan rakyat. Termasuk perjanjian yang memungkinkan pengusaha menggunduli hutan Indonesia. Perihnya lagi, pada akhirnya rakyat harus menanggung dampak negatif seperti yang terjadi saat ini.
Tidak hanya banjir, bencana atau musibah apapun yang menimpa diri seseorang sebenarnya adalah akibat kesalahan dirinya. Maka sebagai langkah muhasabah negeri ini, satu-satunya jalan untuk keluar dari siksaan bencana yang bertubi-tubi adalah meninggalkan sistem kapitalisme. Sistem yang bisa menyelesaikan persoalan kehidupan dan menyelamatkan seluruh umat manusia tidak lain adalah sistem Islam. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al A'raf ayat 96 yang artinya, "Jikalau sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya".
Penerapan kapitalisme otomatis memaksa manusia meninggalkan aturan agama, khususnya agama Islam yang memiliki aturan kehidupan lengkap dan sempurna. Banyak prinsip kapitalisme yang bertentangan dengan islam. Disisi lain, Indonesia adalah negara berpenduduk mayoritas muslim. Dimana ajaran Islam memandang bahwa sumber kebahagiaan dan kesejahteraan umat berasal dari ridha Allah, bukan dari banyaknya materi. Dengan menerapkan sistem Islam secara total dan keseluruhan dalam kehidupan, niscaya akan menyelesaikan semua persoalan umat manusia serta mendatangkan rahmat Allah SWT. Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Dinda Kusuma W.T.
Aktivis Muslimah