Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

The Charismatic Leader: Kepemimpinan yang Mencerahkan Jiwa, Menghidupkan Hati, dan Menuntun ke Cahaya

Sabtu, 13 Desember 2025 | 09:44 WIB Last Updated 2025-12-13T02:44:33Z
TintaSiyasi.id -- Sebuah Renungan Islami, Sufistik atas Prinsip Kepemimpinan John C. Maxwell

Dalam tradisi para ulama dan guru ruhani, kepemimpinan bukanlah tentang kedudukan, jabatan atau pengaruh. Kepemimpinan adalah amanah ilahi, sebuah perjalanan menuju ihsan dan seni memengaruhi manusia agar semakin dekat kepada Allah.

John C. Maxwell menyebut bahwa karisma bukan bakat lahir, tetapi karakter batin yang dibentuk dengan cinta dan pengabdian.
Para ulama sufi pun berkata hal serupa.
Imam al-Ghazali menegaskan:
“Pemimpin sejati adalah yang mampu memimpin hatinya sebelum memimpin manusia.”

Maka, karisma sejati bukan sekadar pesona, tetapi cahaya jiwa.

1. Karisma Dimulai dari Kepedulian: Rahmah yang Menyentuh Hati

Maxwell membuka prinsip karisma dari satu kata, care – kepedulian.
Dalam Islam, inilah rahmah, kasih sayang yang menjadi inti seluruh risalah ilahi.

Allah berfirman:
“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (wahai Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya: 107).

Pemimpin karismatik adalah mereka yang hatinya penuh rahmah, hingga orang-orang merasakan keteduhan di dekatnya.
Imam al-Junaid berkata:
“Pemimpin adalah yang hatinya lapang menampung manusia.”
Kepedulian yang tulus adalah magnet karisma. Ia membuat manusia merasa aman, diperhatikan, dan dimuliakan.

2. Membuat Orang Merasa Berarti: Seni Meninggikan Martabat Manusia

Maxwell berkata, “Add value to people.”
Dalam bahasa para ulama: angkatlah martabat manusia, sebab manusia adalah makhluk termulia.

Ibnu ‘Athaillah dalam al-Hikam menulis:
“Jangan engkau memandang manusia dengan pandangan merendahkan.Siapa tahu di sisi Allah, mereka lebih mulia darimu.”

Pemimpin karismatik memuliakan setiap insan.
Ia tahu bahwa:
• kata-katanya dapat menjadi doa
• senyumnya menjadi sedekah
• penghargaan kecilnya menghidupkan jiwa besar
Karisma tumbuh ketika kita menghadirkan nilai, harapan, dan penghormatan dalam hati orang lain.

3. Melihat Potensi, Bukan Kekurangan: Nazarul Basirah

Maxwell mengajarkan bahwa pemimpin karismatik melihat potensi manusia, bukan kekurangannya.
Inilah yang dalam tradisi sufi disebut basirah, yaitu penglihatan mata hati.

Rabi’ah al-Adawiyah pernah berkata:
“Lihatlah manusia dengan mata kasih, maka kau akan melihat cahaya Allah pada diri mereka.”
Para ulama meyakini bahwa setiap manusia membawa sirrun ilahi, rahasia Tuhan dalam dirinya.
Pemimpin karismatik melihat cahaya itu, bahkan ketika manusia sendiri belum menyadarinya.
Inilah karisma yang sesungguhnya: membacakan masa depan baik pada diri seseorang.

4. Sikap Positif: Aura Ketenangan dan Husnuzan

Karisma bukanlah penampilan, tetapi energi batin.
Sikap positif adalah salah satu sumber karisma yang paling kuat.
Rasulullah Saw. bersabda:
“Janganlah engkau meremehkan kebaikan sekecil apa pun, sekalipun engkau hanya menyambut saudaramu dengan wajah ceria.”
(HR. Muslim).

Para sufi berkata bahwa wajah cerah adalah tanda ketenangan ruhani, sementara sikap optimis adalah buah dari husnuzan kepada Allah.
Syeikh Abdul Qadir al-Jailani menyampaikan:
“Jika hatimu baik sangka kepada Tuhanmu, maka mata dan wajahmu akan memancarkan cahaya.”
Pemimpin karismatik memancarkan kedamaian;
kehadirannya mengurangi cemas, bukan menambah cemas.

5. Percaya Diri Tanpa Kesombongan: Izzah tanpa Takabbur

Maxwell mengajarkan bahwa kepercayaan diri adalah fondasi penting karisma.
Namun dalam Islam, percaya diri harus dibingkai dengan tawadhu’.
Imam al-Ghazali berkata:
“Percaya diri adalah mengetahui kemampuan diri,".
Sombong adalah melupakan Tuhan yang memberi kemampuan itu.”
Pemimpin karismatik memadukan dua kekuatan ruhani:
• izzah (kemuliaan, kekuatan jiwa)
• tawadhu’ (kerendahan hati)
Inilah kepribadian para nabi: kuat, tetapi lembut.
Tegas, tetapi penuh kasih.
Yakin, tetapi tidak pernah membanggakan diri.

6. Menginspirasi Harapan dan Visi: Menyalakan Cahaya di Hati

Maxwell menyebut pemimpin karismatik sebagai hope-givers.
Para ulama menyebutnya sebagai munawwirul qulub, yakni penerang hati.

Syeikh Ibnu Qudamah menulis:
“Pemimpin sejati adalah lilin yang menerangi orang lain, meskipun tubuhnya terbakar.”
Pemimpin karismatik tidak hanya menyampaikan visi,
tetapi menghidupkan semangat, harapan, dan keberanian.
Visi mereka bukan sekadar angka dan target.
Visi mereka adalah jalan menuju kebaikan, keberkahan, dan kedekatan kepada Allah."

7. Keaslian dan Integritas: Menjadi Diri yang Jujur

Maxwell mengatakan bahwa keaslian adalah magnet karisma.
Para ulama mengatakan: ikhlas adalah sumber semua cahaya.

Imam Malik berkata:
“Tidak akan bermanfaat ilmu tanpa keikhlasan.”
Ketika seseorang tulus, integritasnya memancar.
Dan ketika integritas memancar, karisma hadir.
Pemimpin karismatik tidak memakai topeng.
Ia tidak mengejar popularitas.
Ia tampil sebagaimana adanya dan justru karena itu ia dihormati.

8. Komitmen Tumbuh: Tazkiyatun Nafs sebagai Inti Karisma
Maxwell berkata: “Leadership develops daily, not in a day.”
Para sufi menegaskan, pembersihan jiwa adalah proses seumur hidup.
Syeikh Abu Yazid al-Busthami menyampaikan:
“Jalan kami ini adalah penyucian jiwa, hari demi hari.”
Karisma tumbuh dari jiwa yang ditempa sabar, syukur, mujahadah, dan tafakkur.
Ia bukan benda instan, tetapi buah dari perjalanan ruhani.
Pemimpin karismatik selalu naik tingkat:
dalam ilmu, dalam akhlak, dalam kesadaran, dalam ibadah, dan dalam pelayanan.

Penutup: Karisma adalah Cahaya dari Allah
Pada akhirnya, karisma bukanlah pesona duniawi.
Karisma adalah nur, cahaya yang Allah pancarkan pada hati yang tulus, yang peduli, yang berakhlak, dan yang mengabdi.
Imam Ibn al-Qayyim berkata:
“Ketika hati bersih dan dekat dengan Allah, maka dari wajahnya terpancar cahaya yang tidak bisa disembunyikan.”
Itulah karisma sejati:
• menyentuh
• menenangkan
• menghidupkan
• dan mengarahkan umat menuju Rabbnya

Semoga kita menjadi pemimpin yang bukan hanya dihormati
tetapi mencerahkan
bukan hanya dikagumi
tetapi menghidupkan
bukan hanya memimpin
tetapi menuntun menuju Allah

Dr Nasrul Syarif, M.Si. 
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana  UIT Lirboyo

Opini

×
Berita Terbaru Update