Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Ridha Allah: Hadiah Tertinggi dari Segala Ketaatan

Sabtu, 06 Desember 2025 | 03:52 WIB Last Updated 2025-12-05T20:52:39Z
Refleksi Mendalam atas Hikmah Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari

TintaSiyasi.id -- Ada kalimat yang layak direnungkan lama, diulang perlahan dalam hati, dan ditimbang maknanya dengan mata batin. Sebuah hikmah dari Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari, seorang ulama sufi besar penulis Al-Hikam, yang berkata:
“Cukuplah balasan dari Allah kepadamu atas ketaatanmu adalah bahwa Dia ridha kepadamu. Dan cukuplah sebagai balasan untuk orang yang beramal adalah terbukanya pintu hati mereka untuk taat kepada-Nya.”

Kalimat yang pendek, tetapi di dalamnya terdapat laut makna, obat bagi hati yang lelah mencari pengakuan, penyejuk bagi jiwa yang merindukan Allah, dan penuntun bagi orang yang ingin memahami arti sejati dari ibadah.

1. Ketaatan Bukan Sekadar Aktivitas—Ia Perjalanan Hati

Di tengah kehidupan yang serba terukur dengan angka, hasil, dan penghargaan, manusia mudah tergelincir menyamakan ibadah dengan transaksi. Sebagian berharap:
• Shalat untuk rezeki,
• Sedekah untuk kelonggaran hidup,
• Dzikir untuk kemudahan urusan,
• Ibadah agar manusia menghormatinya.
Padahal, dalam pandangan para arif billah, ketaatan bukanlah jalan menuju dunia—tetapi jalan kembali kepada Allah.
Ibadah bukan semata aktivitas fisik, melainkan perjalanan hati untuk hadir bersama Sang Pencipta.

2. Ridha Allah: Puncak Segala Harapan

Bagi orang-orang yang telah mencapai kedalaman iman, ada satu hal yang lebih agung dibanding balasan apa pun di dunia dan akhirat: yakni ridha Allah.
Sebuah doa Nabi SAW dalam shalat malam menggetarkan jiwa:
"اللهم إني أسألك رضاك والجنة"
“Ya Allah, aku memohon ridha-Mu dan surga-Mu.”
Perhatikan urutannya.
Surga pun butuh ridha. Tanpa ridha Allah, surga adalah tempat tanpa izin.

Ridha Allah adalah tanda bahwa seorang hamba dicintai.
Jika Allah telah ridha:
• Musibah menjadi rahmat,
• Kekurangan menjadi kecukupan,
• Kesedihan berubah menjadi ketentraman,
• Dan hidup menjadi perjalanan menuju cahaya.

3. Hadiah Terbesar: Hati yang Dimudahkan untuk Taat

Ibnu ‘Athaillah mengajarkan hukum batin:
Jika Allah mengizinkan engkau berbuat kebaikan, itu tanda Dia sedang memuliakanmu.
Banyak yang kuat bekerja, tetapi tidak kuat berjaga untuk tahajud.
Banyak yang dermawan kepada manusia, tetapi berat bersedekah kepada Allah.

Banyak yang lancar berbicara, tetapi kaku menyebut nama Allah.
Maka jika engkau masih:
• Menangis saat membaca Qur’an,
• Merasa gelisah ketika meninggalkan shalat,
• Merasa bahagia ketika beramal tanpa dilihat manusia,
• Dan terus rindu mendekat kepada Allah —
Maka itu bukan karena engkau baik, tetapi karena Allah masih memanggilmu.
Itulah balasan yang sebenarnya — taufik.
Dan taufik hanya diberikan kepada hati yang dipilih.

4. Bukan Banyaknya Amal, Tapi Keikhlasan Hati

Banyak orang bertanya: "Apakah amalku diterima?"
Para ulama menjawab:
Jika setelah amal engkau semakin dekat kepada Allah, maka itu tanda amalmu diterima.
Ketaatan yang diterima akan melahirkan:
• Kerendahan hati, bukan kesombongan.
• Ketenangan, bukan gelisah.
• Semangat, bukan kemalasan.
• Cinta kepada Allah, bukan cinta penghormatan manusia.
Karena amal sejati bukan untuk dilihat dunia, tetapi untuk dilihat oleh Dia yang menciptakan dunia.

5. Refleksi: Jangan Kejar Pahala, Kejarlah Allah

Ibadah bukan sekadar cara mendapat pahala, tapi cara mengetuk pintu cinta Allah.
Jika pahala datang, itu karunia.
Jika kenyamanan hati datang, itu rahmat.
Tapi bila Allah memberikan kedekatan, maka engkau telah menerima anugerah tertinggi.

Sebagaimana dikatakan seorang arif:
"Para ahli dunia mengejar dunia, para ahli akhirat mengejar surga, tetapi para pecinta Allah mengejar Allah."

Penutup dan Doa

Semoga Allah membuka hati kita untuk memahami hakikat ibadah, merasakan indahnya taat, dan menjadikan kita hamba yang diridhai-Nya.
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ،
وَاجْعَلْ طَاعَتَنَا لَكَ حُبًّا وَشُكْرًا لَا عَادَةً وَلَا رِيَاءً،
وَارْزُقْنَا رِضَاكَ الَّذِي لَا سَخَطَ بَعْدَهُ،
وَقُرْبَكَ الَّذِي لَا بُعْدَ بَعْدَهُ،
يَا كَرِيمُ، يَا حَلِيمُ، يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.
 “Ya Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-hamba-Mu yang saleh.
Dan jadikanlah ketaatan kami kepada-Mu karena cinta dan rasa syukur, bukan sekadar kebiasaan dan bukan pula karena riya.
Dan karuniakan kepada kami ridha-Mu yang tidak ada kemurkaan setelahnya.
Dan kedekatan kepada-Mu yang setelahnya tidak ada lagi kejauhan.
Wahai Dzat Yang Maha Pemurah, Maha Penyayang, wahai Tuhan seluruh alam.”

Hikmah dan Makna Doa Ini

Doa ini bukan hanya permintaan, tetapi juga peta perjalanan ruhani seorang hamba menuju Allah. Di dalamnya terdapat empat permohonan besar yang merupakan inti dari segala tujuan ibadah:

1. “اجْعَلْنَا مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ”
Jadikan kami hamba-hamba-Mu yang saleh.
Kesalehan bukan sekadar banyak amal. Kesalehan adalah:
• Kejernihan hati,
• Keikhlasan niat,
• Kemantapan akhlak,
• Dan konsistensi dalam kebaikan.
Orang saleh adalah mereka yang Allah perbaiki batinnya sebelum amalnya.
Maka permintaan ini adalah permohonan agar Allah yang membentuk jiwa, bukan kita yang hanya memaksa amal tanpa ruh.

2. “وَاجْعَلْ طَاعَتَنَا لَكَ حُبًّا وَشُكْرًا...”
Jadikan taat kami karena cinta dan syukur
Ada tiga tingkatan ibadah:
Tingkatan Tujuan Contoh
Takut Menghindari siksa "Aku takut neraka."
Harapan Mengharap pahala "Aku ingin surga."
Cinta dan Syukur Karena Allah layak disembah "Aku beribadah karena aku mencintai-Nya."
Doa ini mengajarkan agar ibadah kita naik kelas, menjadi ibadah yang dilakukan dengan hati yang rindu—bukan sekadar kewajiban.

3. “وَارْزُقْنَا رِضَاكَ الَّذِي لَا سَخَطَ بَعْدَهُ”
Karuniakan ridha-Mu yang tidak menyisakan murka setelahnya**
Ridha Allah adalah puncak segala kenikmatan ruhani.
Jika Allah ridha:
• Hidup menjadi berkah,
• Musibah menjadi obat,
• Dan dunia tidak lagi membelenggu hati.
Ridha Allah adalah cahaya yang membuat hidup sangat ringan, meskipun ujian berat.

4. “وَقُرْبَكَ الَّذِي لَا بُعْدَ بَعْدَهُ”
Dan kedekatan kepada-Mu yang setelahnya tidak ada lagi kejauhan
Ada kedekatan fisik, ada kedekatan sosial — namun kedekatan tertinggi adalah kedekatan hati kepada Allah.
Hamba yang dekat dengan Allah:
• Hatinya tenang,
• Fikirannya jernih,
• Langkahnya terarah,
• Dan hidupnya dipenuhi makna.
Inilah kedudukan para Nabi, para wali, dan orang-orang yang dekat dengan-Nya.

Penutup: Mengapa Doa Ini Agung?
Karena doa ini mengajarkan kita apa yang sepantasnya diminta kepada Allah:
bukan dunia, bukan sekadar kelancaran hidup — tetapi kedekatan, cinta, dan ridha-Nya.
Dan saat seseorang telah mendapatkan semua itu…
dia tidak lagi meminta apa-apa,
karena dia telah mendapatkan Segalanya.

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)

Opini

×
Berita Terbaru Update