TintaSiyasi.id -- (Dari Dikotomi Menuju Tauhid Ilmu)
1. Pendahuluan
Salah satu problem besar pendidikan dan peradaban modern adalah dikotomi antara ilmu agama dan ilmu sains. Sains dianggap netral dan bebas nilai, sementara agama dipersempit pada ritual dan moral privat. Akibatnya, lahirlah manusia cerdas secara intelektual, tetapi kering spiritual atau sebaliknya, saleh ritual, tetapi lemah nalar ilmiah.
Islam sejak awal tidak mengenal dikotomi ilmu. Integrasi Islam dan sains bukanlah proyek baru, melainkan upaya mengembalikan ilmu pada fitrahnya sebagai sarana mengenal Allah dan memakmurkan bumi.
2. Landasan Teologis Integrasi Islam dan Sains
a. Prinsip Tauhid
Tauhid adalah fondasi utama integrasi Islam dan sains. Seluruh realitas berasal dari Allah dan tunduk pada sunnatullah.
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri.”
(QS. Fussilat: 53).
Sains dalam Islam adalah membaca ayat-ayat kauniyah, sementara wahyu adalah ayat-ayat qauliyah. Keduanya bersumber dari Tuhan yang sama, sehingga mustahil bertentangan secara hakiki.
b. Konsep Ilmu dalam Islam
Dalam Islam, ilmu bukan sekadar informasi, tetapi:
Mengantarkan pada pengakuan akan kebesaran Allah
Melahirkan tanggung jawab moral
Menghasilkan maslahat, bukan kerusakan
3. Sejarah Integrasi Islam dan Sains
Pada masa keemasan Islam (abad 8–13 M), integrasi ini terwujud secara nyata:
Al-Kindī: memadukan filsafat, matematika, dan tauhid
Al-Fārābī: menyusun klasifikasi ilmu berbasis metafisika Islam
Ibnu Sīnā: mengintegrasikan kedokteran, filsafat, dan teologi
Al-Bīrūnī: riset ilmiah dengan etika keislaman
Ibnu al-Haytham: metode eksperimen yang berlandaskan kejujuran ilmiah
Ilmu berkembang pesat karena iman mendorong eksplorasi, bukan menghambatnya.
4. Bentuk-Bentuk Dikotomi Ilmu Modern
Integrasi Islam dan sains menjadi penting karena adanya problem berikut:
1. Sains tanpa nilai → eksploitasi alam
2. Teknologi tanpa etika → dehumanisasi
3. Pendidikan tanpa spiritualitas → krisis makna
4. Agama tanpa sains → stagnasi dan literalisme sempit
Islam hadir sebagai penyatu akal, wahyu, dan realitas.
5. Proses Integrasi Islam dan Sains
Integrasi bukan sekadar menempelkan ayat Al-Qur’an pada teori sains, tetapi melalui proses epistemologis yang matang:
1. Integrasi Epistemologis (Sumber Ilmu)
Islam mengakui tiga sumber ilmu:
Wahyu → kebenaran absolut
Akal → alat memahami realitas
Indra dan eksperimen → observasi empiris
Ketiganya saling melengkapi, bukan saling meniadakan.
2. Integrasi Ontologis (Hakikat Realitas)
Realitas dalam Islam tidak hanya yang tampak (fisik), tetapi juga:
Metafisik
Moral
Spiritual
Sains diposisikan sebagai bagian dari upaya memahami ciptaan Allah, bukan realitas otonom yang bebas dari Tuhan.
3. Integrasi Aksiologis (Tujuan Ilmu)
Ilmu harus memiliki orientasi nilai:
Kemaslahatan manusia
Keadilan sosial
Kelestarian alam
Penghambaan kepada Allah
Sains yang merusak manusia dan alam bertentangan dengan nilai Islam.
4. Integrasi Kurikuler (Pendidikan)
Dalam pendidikan:
Ilmu sains diajarkan bersama nilai tauhid
Etika Islam menyertai riset dan teknologi
Guru menjadi teladan ilmuwan berakhlak
Contoh:
Biologi → kesadaran akan kebesaran penciptaan
Fisika → keteraturan sunnatullah
Ekonomi → keadilan dan keberkahan
6. Model Integrasi Islam dan Sains
Beberapa pendekatan integrasi yang berkembang:
1. Islamisasi Ilmu Pengetahuan – Mengkritisi worldview Barat sekuler
2. Integrasi-Interkoneksi – Menghubungkan sains, sosial, dan agama
3. Sains Berbasis Tauhid – Menjadikan tauhid sebagai paradigma ilmu
4. Etika Islam dalam Sains – Menyaring penggunaan teknologi
7. Tantangan Integrasi Islam dan Sains
Dominasi paradigma sekuler
Kurangnya ilmuwan Muslim berwawasan syar’i
Pendidikan yang terfragmentasi
Pemahaman agama yang sempit dan defensif
Namun tantangan ini sekaligus peluang kebangkitan peradaban Islam.
8. Relevansi Integrasi Islam dan Sains di Era Modern
Di tengah krisis ekologi, krisis kemanusiaan, dan krisis spiritual global, integrasi Islam dan sains menawarkan:
Sains yang beretika
Teknologi yang manusiawi
Pendidikan yang bermakna
Peradaban yang seimbang dunia-akhirat
9. Penutup (Refleksi)
Integrasi Islam dan sains bukan sekadar wacana akademik, melainkan jalan peradaban. Ketika ilmu kembali bertauhid, dan iman kembali berilmu, maka lahirlah manusia yang:
“Berpikir dengan akalnya, tunduk dengan imannya, dan bertindak dengan akhlaknya.”
Inilah cita-cita besar Islam: ilmu yang menuntun kepada ma‘rifat, bukan kesombongan.
Dr Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo