Tintasiyasi.id.com -- Era digital tidak terelakkan bagi semua kalangan, khususnya generasi Z. Menggunakan internet untuk sekadar mencari hiburan di media sosial, seperti; Tiktok, Instagram, Youtube, Facebook hal yang biasa.
Menggunakan internet untuk mencari penghasilan, dan sebagainya merupakan aktifitas yang lumrah. Banyak kemudahan yang didapat saat menggunakan internet di era digital, tetapi disisi lain juga terdapat banyak pengaruh buruk.
Seandainya, generasi Z tidak dapat mengontrol diri serta bijak dalam menggunakan internet, tentu akan berbahaya terhadap masa depan generasi ini.
Dampak Positif vs Negatif
Penggunaan internet urutan pertama diisi oleh generasi z sebanyak 25,54 persen, disusul generasi millenial 25,17 persen, terakhir generasi alpha sebanyak 23,19 persen. Hanya tersisa enam persen saja pengguna internet atau sosial media oleh generasi lainnya.
Dengan rata-rata waktu yang habis di depan perangkat elektronik seperti handphone, laptop dan sebagainya lebih kurang enam jam dalam sehari (Cloudcomputing, 12/08/2025).
Kemudahan akses internet menyebabkan seseorang bebas berkreasi, menyampaikan pendapat, menginfluence orang lain, dan sebagainya. Terlebih, hanya dalam satu kali take video, ide atau kreasi yang tertuang dalam video tersebut bisa dijangkau oleh ratusan juta kepala.
Semakin membuat banyak kalangan termotivasi menghasilkan karya di dunia maya.
Sebut saja generasi Z yang aktif menggunakan media sosial, seperti Dena Haura.
Ia merupakan sosok influencer muslimah yang aktif diberbagai kegiatan. Berdagang pakaian muslimah dan aktif mengangkat isu seputar Islam di berbagai platform media sosial. Kemudian, Ia juga membagikan hectic-nya membuat karya tulis berupa buku yang bertema al-aqsa.
Contoh di atas baru satu dari sekian banyak influencer muslimah yang aktif membagikan kegiatan positif di media sosial. Tentu banyak contoh muslimah dan muslim lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu dari generasi z.
Di sisi lain, penggunaan internet juga memiliki banyak dampak negatif terhadap generasi z. sebagai contoh, dengan bebasnya seseorang berekspresi, tentu apapun yang dimiliki oleh creator bebas di upload ke media sosial.
Nahasnya, pengguna media sosial kebanyakan generasi z yang bermental “stroberi”, nampak baik-baik saja dari luar, tetapi di dalam remuk dan hancur.
Sehingga, tidak heran banyak generasi z yang suka membandingkan diri dengan sosok yang dilihat di tiktok, Instagram dan platform digital lainnya. Bahkan sampai ada yang mengalami gangguan mental, seperti: cemas, trauma, depresi, dan ADHD (Attention deficit/hyperactivity disorder) (Detik, 21/04/2025).
Dominasi Kapitalis
Pemilik platform media sosial didominasi oleh barat. Barat dengan ideologi Kapitalismenya begitu “beringas” melakukan hegemoni ruang digital.
Memikirkan dampak buruk apalagi baik penggunaan platform yang dicetuskan nomor sekian. Profit besar dalam waktu sesingkat-singkatnya merupakan orientasi utama mereka.
Ideologi ini juga mengutamakan manfaat bagi segelintir orang (Kapitalis) dari pada merata didapatkan oleh berbagai kalangan. Hal demikian lahir, karena azas ideologi Kapitalisme adalah Sekulerisme. Sebuah ideologi yang memiliki azas pemisahan agama dari kehidupan.
Alhasil, Kapitalistik yang melekat pada diri pemilik platform, membebaskan berbagai konten tersedia dan diakses berbagai kalangan. Konten berbau miras, kekerasan, pornografi, pornoaksi, dan aktivitas haram lainnya tidak diberi sanksi tegas.
Pandangan Islam
Arus perkembangan digital tidak dapat dihentikan. Namun, bukan berarti tidak dapat dikendalikan oleh manusia yang dianugerahi akal atau pikiran oleh Allah s.w.t.
Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani menukilkan dalam bukunya yang berjudul Nizhamul Islam, bahwa bangkitnya manusia atau seseorang itu tergantung dari pemikirannya.
Jika baik yang ada di dalam kepala seseorang, tentu output yang dihasilkan juga baik, begitupun sebaliknya. Karenanya, untuk mengubah generasi z yang “linglung” menjadi generasi yang “cerdas” memanfaatkan era digital tentu dengan mengalihkan paradigma berfikir mereka menjadi paradigma berfikir Islam.
Sinergi keluarga, masyarakat, dan negara dibutuhkan untuk menyelamatkan generasi serta mengarahkan pada pergerakan yang shahih. Terutama peran negara yang dapat mencetuskan kebijakan dan menindak tegas platform digital yang berpotensi merusak kepribadian generasi Z. Wallahu’alam bishawab.[]
Oleh: Siska Ramadhani
(Aktivis Muslimah)