Tintasiyasi.id.com -- Di tengah derasnya arus informasi dan budaya global, remaja menjadi kelompok yang paling cepat berubah. Mereka bereksperimen, beradaptasi, dan merespons realitas dengan cara yang unik. Namun tidak semua perubahan yang terjadi pada remaja memiliki arah yang jelas.
Sebagian perubahan bersifat sporadis yang lahir dari tekanan tren dan budaya sekuler. Sebagian lainnya bersifat ideologis yang lahir dari kesadaran mendalam dan terarah, sebagaimana perubahan yang digariskan oleh Islam dan dijelaskan oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani.
Pertanyaannya, perubahan seperti apa yang benar-benar melahirkan generasi yang kokoh, berkarakter, dan mampu membawa peradaban lebih baik?
Perubahan Sporadis ala Sekuler: Banyak Gerak, Minim Arah.
Perubahan sporadis adalah perubahan yang muncul seketika, reaktif, mengikuti tren, dan tidak memiliki fondasi pemikiran. Remaja yang berada dalam lingkungan sekuler menjadi sangat rentan terhadap pola perubahan ini karena paradigma sekuler sendiri membentuk manusia untuk menjalani hidup tanpa standar moral tetap, mengikuti apa yang sedang viral atau dianggap “keren”, memaknai kebebasan sebagai kebebasan tanpa batas dan menilai benar-salah berdasarkan persepsi mayoritas, bukan prinsip.
Dalam konteks ini, perubahan remaja lebih seperti gelombang yang naik turun, cepat bergeser, serta mudah berubah arah.
Beberapa karakter utama perubahan sporadis ala sekuler adalah,
Pertama, berbasis tren dan algoritma.
Apa pun yang dianggap menarik di media sosial segera menjadi pedoman hidup. Fashion, gaya bicara, nilai, hingga keberpihakan isu, semua ditentukan tren, bukan pemikiran.
Kedua, reaksi emosional, bukan rasional.
Ketika ada isu hangat, remaja sekuler cepat bergerak, tetapi cepat pula hilang fokus. Perubahannya hanya reaksi, bukan hasil pemikiran mendalam.
Ketiga, bersandar pada pencarian identitas berkepanjangan.
Karena tidak ada standar moral yang pasti, remaja mencoba berbagai jati diri, dari gaya hidup, orientasi hidup, hingga komunitas tertentu. Perubahan ini tidak stabil karena tidak memiliki landasan.
Keempat, aktivisme kosmetik.
Gerakan sosial hanya sebatas unggahan, tren hashtag, atau solidaritas sesaat. Tidak menyentuh akar persoalan dan tidak berorientasi pada perubahan sistem.
Perubahan sporadis ini tampak aktif, dinamis, bahkan kreatif. Namun sifatnya dangkal dan mudah goyah karena tidak bertumpu pada ideologi. Tidak menghasilkan generasi yang mampu memimpin perubahan besar.
Perubahan Ideologis-Sistemis ala Islam: Terarah dan Berkelanjutan
Berbeda dengan perubahan sporadis, Islam menawarkan konsep perubahan ideologis yang dibangun secara sistemis. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan bahwa perubahan sejati hanya terjadi ketika seseorang mengubah cara berpikir dan cara merasa berdasarkan akidah Islam.
Perubahan ideologis bukan mengikuti tren, tetapi mengikuti dalil dan pemikiran yang mengakar.
Pertama, bertumpu pada Qaidah Fikriyah (landasan berpikir).
Syaikh Taqiyyudin An-Nabhani menegaskan bahwa kepribadian Islam ditentukan oleh dua hal, yaitu pola pikir Islami (aqliyah Islamiah) dan pola sikap Islami (nafsiyah Islamiah). Jika dua unsur ini terbentuk, maka perilaku berubah otomatis, bukan mengikuti tren, tetapi mengikuti standar syariat.
Kedua, perubahan yang Lahir dari kesadaran ideologis.
Remaja yang memahami Islam secara ideologis melihat dunia melalui sudut pandang akidah. Mereka bertanya,
Apa hukum Allah tentang hal ini?
Apa tujuan hidupku?
Apa konsekuensi amal perbuatanku?
Dari sinilah lahir remaja yang mantap prinsip, kokoh identitas, dan tidak larut arus.
Ketiga, perubahan yang menghasilkan aktivisme terarah.
Aktivisme ideologis berbeda dengan aktivisme sporadis. Aktivisme ideologis itu paham akar masalah. Paham solusi yang harus diperjuangkan. Berorientasi pada perubahan sistem, bukan hanya kampanye moral.
Syaikh An-Nabhani menyebut ini sebagai amal fikri siyasiy (aktivitas intelektual dan politik) yang membangun opini umum untuk menegakkan Islam.
Keempat, perubahan yang menghubungkan individu, masyarakat, dan sistem. Perubahan dalam Islam tidak berhenti pada individu. Ia bersifat totalitas. Individu diperbaiki pemikirannya, Masyarakat dibentuk norma Islam dan negara ditegakkan untuk menerapkan syariat secara sistemik.
Inilah yang membedakan perubahan Islam dari perubahan sekuler. Islam tidak hanya memperbaiki perilaku, tetapi juga struktur sosial yang membentuk perilaku itu.
Di Mana Posisi Remaja Hari Ini?
Remaja saat ini berada di persimpangan besar. Era digital memberikan peluang luar biasa, namun sekaligus menjerumuskan jika tanpa ideologi. Banyak remaja terlihat aktif, vokal, dan progresif, tetapi pergerakan mereka sering tidak memiliki arah ideologis.
Akibatnya? Semangat besar, tetapi mudah lelah. Aksi ramai, tetapi tidak menyentuh akar.
Identitas terlihat kuat, tetapi mudah goyah.
Dalam kacamata Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, ini adalah tanda bahwa pemikiran dasar mereka masih sekuler. Selama qaidah fikriyah mereka belum Islam, maka perubahan yang lahir pun tetap sporadis.
Islam Menawarkan Jalan Perubahan yang Stabil
Untuk menyelamatkan remaja dari kegamangan identitas dan perubahan tanpa arah, Islam menawarkan mekanisme perubahan yang stabil melalui,
Pertama, pembinaan pemikiran.
Islam membentuk pola pikir yang kritis dan sistematis. Remaja diajarkan memahami realitas dan hukum-hukumnya, bukan sekadar ikut tren.
Kedua, penanaman kesadaran ruhiyah. Remaja tidak hanya dipenuhi pengetahuan, tetapi juga dihidupkan ketakwaan. Pola jiwa inilah yang mengontrol perilaku.
Ketiga, keterlibatan dalam perubahan sosial. Remaja didorong menjadi agen perubahan yang memperjuangkan Islam secara intelektual dan politik, sebagaimana dakwah Rasulullah Saw.
Keempat, tujuan hidup yang jelas.
Perubahan remaja tidak lagi basa-basi mencari jati diri, tetapi terarah menuju ridha Allah, tegaknya Islam,
dan terciptanya masyarakat yang adil di bawah sistem Ilahi.
Jadi sob, perubahan sporadis ala sekuler membuat remaja tampak aktif tetapi rapuh. Perubahan ideologis ala Islamsebagaimana dirumuskan Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani melahirkan generasi kuat yang bergerak dengan arah, tujuan, dan metodologi.
Di tengah badai ideologi global, remaja Muslim membutuhkan perubahan yang tidak hanya mengubah perilaku, tetapi juga cara berpikir dan struktur masyarakat. Hanya dengan perubahan ideologis-sistemis inilah mereka dapat menjadi generasi pembangun peradaban, bukan generasi yang hanyut oleh arus.[]
Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)