Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pentingnya Silaturahmi dan Keutamaan dalam Kitab Tanhibul Ghafilin

Senin, 22 Desember 2025 | 16:07 WIB Last Updated 2025-12-22T09:07:59Z
Jalan Membuka Pintu Rahmat, Panjang Umur, dan Luas Rezeki

Pendahuluan: Dunia yang Terputus, Hati yang Mengering

TintaSiyasi.id — Di zaman modern ini, manusia semakin terhubung secara digital, namun semakin terputus secara spiritual. Grup WhatsApp penuh, media sosial ramai, tetapi hati-hati saling menjauh. Saudara tak lagi disapa, kerabat terputus karena warisan, sahabat retak karena perbedaan pendapat. Inilah kondisi yang oleh para ulama disebut sebagai ghaflah—kelalaian hati.

Kitab Tanbīhul Ghāfilīn karya Imam Abu Laits As-Samarqandi hadir sebagai peringatan keras bagi hati-hati yang lalai, salah satunya melalui penekanan mendalam tentang silaturahim. Dalam kitab ini, silaturahim tidak sekadar adab sosial, tetapi ibadah agung yang berdampak langsung pada kehidupan dunia dan akhirat.

Makna Silaturahim Menurut Ulama

Secara bahasa, silah berarti menyambung, dan rahim berarti hubungan kekerabatan. Namun para ulama—termasuk yang dinukil dalam Tanbīhul Ghāfilīn—menegaskan bahwa silaturahim bukan hanya kepada yang baik kepada kita, melainkan:

“Silaturahim adalah engkau menyambung hubungan dengan orang yang memutuskanmu, memberi kepada yang menahan darimu, dan memaafkan orang yang menzalimimu.”

Inilah silaturahim versi orang beriman, bukan sekadar basa-basi, tetapi perjuangan jiwa.

Silaturahim dalam Kitab Tanbīhul Ghāfilīn

Dalam Tanbīhul Ghāfilīn, Imam Abu Laits banyak menyebut hadis dan atsar salaf tentang keutamaan silaturahim, di antaranya:

1. Silaturahim Sebab Panjang Umur dan Luas Rezeki

Rasulullah ﷺ bersabda (yang dikutip dalam makna oleh Imam Abu Laits):

“Barang siapa ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturahim.”

Para ulama menjelaskan:

Panjang umur bukan hanya secara bilangan tahun, tetapi keberkahan hidup

Luas rezeki bukan sekadar harta, tetapi ketenangan, kesehatan, dan kecukupan

Banyak orang kaya tetapi hidupnya sempit, karena memutus rahim.

2. Silaturahim Mengundang Rahmat Allah

Dalam Tanbīhul Ghāfilīn disebutkan bahwa rahmat Allah turun pada suatu kaum, lalu rahmat itu terhenti karena di antara mereka ada pemutus silaturahim.

Renungkan ini:

Doa panjang

Sedekah rutin

Ibadah zahir tampak baik
Namun rahmat tertahan karena hubungan manusia rusak

Inilah rahasia mengapa sebagian doa terasa “tidak tembus langit”.

3. Pemutus Silaturahim Terancam Tidak Masuk Surga

Imam Abu Laits mengutip hadis Nabi ﷺ:

“Tidak akan masuk surga orang yang memutus silaturahim.”

Para ulama menjelaskan:

Bukan berarti kafir

Tetapi terancam siksa dan tertahan masuk surga

Dosanya bukan kecil, karena menyangkut hak manusia dan tatanan sosial umat

Dosa kepada Allah bisa diampuni dengan taubat, tetapi dosa memutus silaturahim menuntut perbaikan hubungan.

Silaturahim: Timbangan Keimanan yang Nyata

Dalam perspektif Tanbīhul Ghāfilīn, silaturahim adalah ujian kejujuran iman. Karena:

Mudah berbuat baik kepada yang baik

Sulit berbuat baik kepada yang menyakiti

Di sinilah kualitas iman diuji.

“Orang beriman bukan yang pandai shalat saja, tetapi yang mampu menundukkan egonya demi ridha Allah.”

Hikmah Sufistik Silaturahim

Dalam dimensi tasawuf:

Silaturahim melembutkan hati

Mengikis kesombongan

Membersihkan dendam yang menghitamkan qalbu

Para sufi berkata:

“Hati yang dipenuhi dendam tidak akan mampu menampung cahaya Ilahi.”

Maka jangan heran jika orang yang rajin silaturahim:

Wajahnya teduh

Hidupnya lapang

Ucapannya menenangkan

Silaturahim sebagai Pilar Keluarga Dakwah

Bagi umat Islam hari ini—terlebih bagi keluarga dakwah ideologis—silaturahim adalah pondasi peradaban.

Tanpa silaturahim:

Dakwah mudah pecah

Jamaah mudah retak

Perbedaan kecil menjadi konflik besar

Sebaliknya, silaturahim melahirkan:

Ukhuwah yang dewasa

Perbedaan yang penuh adab

Dakwah yang mencerahkan, bukan mengeraskan

Refleksi Penutup: Mulai dari yang Paling Sulit

Imam Abu Laits As-Samarqandi melalui Tanbīhul Ghāfilīn seakan berpesan kepada kita:

“Jika engkau ingin mengetuk pintu langit, periksalah dahulu apakah pintu hatimu terbuka untuk saudaramu.”

Silaturahim bukan menunggu orang lain berubah, tetapi kita yang lebih dulu melangkah. Bukan karena mereka pantas, tetapi karena Allah Maha Layak untuk ditaati.

Ajakan Dakwah

Mari kita mulai:

Dari keluarga yang lama tak disapa

Dari saudara yang pernah menyakiti

Dari teman yang menjauh karena ego

Karena bisa jadi, satu silaturahim yang kita sambung hari ini, menjadi sebab keselamatan kita di akhirat kelak.

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)

Opini

×
Berita Terbaru Update