“Mencari tahu terhadap segala bentuk ujian atau
musibah itu penting dalam rangka evaluasi. Adakah kesalahan kita dalam
menyikapi hidup ini? Adakah kemaksiatan yang kita lakukan sehingga Allah uji
kita begitu? Jadi, kita tidak akan menyalahkan siapa-siapa gitu,” ujarnya di
kanal YouTube Sultan Channel bertema Sikap Seorang Muslim terhadap
Bencana, Selasa (09/12/2026).
Terkait bencana banjir bandang di tiga provinsi, ia
menjelaskan bahwa dampak dan kerusakannya adalah cukup besar dan harus
dievaluasi. “Ini karena bukan sekadar air dan lumpur namun banjir bandang turut
membawa kayu-kayu hasil pembalakan liar,” ulas Bu Nyai, sapaan akrabnya.
“Terjadinya banjir bandang di tiga provinsi itu tidak
hanya membawa air dan lumpur, tapi dia membawa kayu-kayu gelondongan yang kata
menteri tidak ada pembalakan liar, itu tercerabut. Tetapi ini potongannya rapi
gitu. Jadi sudahlah para pejabat enggak usah membohongi rakyat lagi,” tegasnya.
Ia menjelaskan, meskipun berlakunya siklus siklon
tropis sebagai penyebab banjir, namun
tanpa penggundulan, air hujan yang deras bisa menyerap di tanah dengan
baik.
“Jadi kalaupun benar banjir bandang yang dibawa itu
air, tapi ketika sudah dirusak bayangkan 1 juta 600 hektare itu luas sekali ya,
kemudian diganti kelapa sawit yang ada secara akar itu memang enggak akan bisa
menahan ketika ada hujan dengan siklon tropis yang deras,” bebernya.
Umat Islam, menurutnya, tidak boleh hanya menerima
musibah dan menganggapnya takdir semata bahkan harus mencari tahu siapakah
pihak yang perlu dipertanggungjawabkan. “Ini karena Allah Swt. telah
mengingatkan di dalam Al-Qur’an tentang kerusakan yang dilakukan oleh
tangan-tangan manusia,” lugasnya.
“Di dalam Al-Qur’an, Allah berfirman ‘Zaharal
fasadu fil barri wal bahr bima kasabat aidinnas. ’Jadi Allah sudah kasi
sinyal bahwa setiap ada kerusakan di muka bumi ini baik di tanah, di daratan,
di lautan karena tangan-tangan manusia. Jadi tangan ini yang harus dikejar,”
tuturnya.
Ia menjelaskan bahwa negara bertanggung jawab
menguruskan mitigasi bencana dengan bagus, seperti yang dilakukan oleh seorang
khalifah. “Pemerintah mengatur kawasan itu dengan baik sebelum ia diduduki,”
sebutnya.
“Mitigasi itu namanya persiapan ya. Di dalam sistem
Islam dia juga ada bencana, tetapi negara khilafah waktu itu sudah prepare.
Jadi kalaupun membangun kawasan-kawasan pemukiman, negara harus punya hitungan
kawasan ini layak huni apa tidak,” tandasnya.
Ia menambahkan, fungsi seorang penguasa adalah ra’in
dan ia bertanggung jawab terhadap apa yang diuruskan. “Banyak para pejabat hari
ini tidak berfungsi sebagai ra’in sehingga hanya berpikir kepentingan
dan kesenangan dirinya saja,” jelasnya.
“Jagi negara fungsinya mencari tahu penyebabnya
sehingga nanti negara akan betul-betul pada posisi kalau memperketat perizinan
meskipun tingkat korupsi di negeri ini menjadikan perizinan itu menjadi
formalitas karena begitu ada uang masuk, licin, maka izin itu akan dikeluarkan.
Nah, ini yang menyebabkan kerusakan alam begitu rupa,” terangnya.
Ia menyimpulkan, pentingnya mencari tahu penyebab
utama terjadinya musibah dan bencana untuk mengetahui siapa yang harus
bertanggung jawab.
“Jadi evaulasi
tadi itu penting untuk mencari tahu
penyebabnya supaya enggak terulang,” pungkasnya.[] Rahmah