Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Negara yang Tega di Tengah Bencana

Jumat, 12 Desember 2025 | 15:32 WIB Last Updated 2025-12-12T08:32:43Z

TintaSiyasi.id -- Kabupaten Aceh Tamiang adalah salah satu wilayah yang mengalami dampak paling parah usai dihantam banjir bandang pada Rabu (26/11/2025) lalu. Dua desa di kabupaten tersebut, yaitu Desa Lintang Bawah dan Sukajadi, rusak parah. Kini, yang tersisa adalah reruntuhan bangunan, kayu gelondongan, genangan lumpur, dan beberapa rumah yang masih berdiri. Beberapa warga yang selamat menceritakan perjuangan mereka bertahan hidup berhari-hari tanpa bantuan.

Terpantau bencana yang berlangsung di negeri tepatnya di 3 provinsi bahkan lebih, masih memberikan dampak yang cukup besar bagi warga. Ada sekitar 3 ribu lebih rumah yang rusak berat akibat bencana. Selain kehilangan tempat tinggal, banyak warga yang kesulitan mendapatkan bantuan untuk kebutuhan sehari-hari. Walau telah banyak bantuan dari berbagai masyarakat Indonesia yang dikerahkan untuk menyentuh warga yang terdampak bencana, namun masih tetap ditemukan warga yang kesulitan mendapatkan bantuan. Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, menyampaikan kekhawatiran akan ada lebih banyak warga yang meninggal akibat kelaparan. Apalagi beberapa kecamatan susah diakses melalui jalur darat dikarenakan jembatan yang menghubungkan desa-desa yang terdampak bencana terputus. Slain itu, banyak aktivis menilai susahnya bantuan juga kesalahan negara dan pemerintah tidak segera menetapkan bencana ini sebagai bencana nasional.

Organisasi Gerakan Nurani Bangsa (GNB) meminta pemerintah menetapkan bencana banjir dan longsor yang melanda Sumatera sebagai Bencana Nasional. Permintaan itu dikirimkan berupa surat kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto pada hari Kamis, 4 Desember 2025. Padahal Data BNPB hingga 2 Desember 2025, tercatat 744 orang meninggal, 551 hilang, 2.600 terluka, serta lebih dari 3,3 juta warga terdampak. Khawatir korban bertambah apabila warga kesulitan mendapatkan bantuan. Hingga saat ini, di tengah kondisi yang memilukan tersebut pemerintah belum memutuskan bencana yang sedang terjadi sebagai bencana yang berstatus bencana nasional. 

Mengapa demikian? Dilansir dari beberapa media, salah satu alasan mengapa negara tidak menentukan bencana ini tidak berstatus bencana nasional adalah butuh anggaran pusat yakni APBN untuk disalurkan ke wilayah yang terdampak bencana. Di sisi lain negara masih berpikir bahwa wilayah yang terdampak masih mampu mengatasinya sendiri. Padahal banyak aktivis menilai wilayah yang terdampak sudah tidak mampu mengatasinya. Respon pemerintah mengenai hal ini cukup membuat hati miris sekaligus wajar. Mengapa wajar? Karena negeri ini menjalankan aturan pemerintahnya berlandaskan demokrasi kapitalis. Alhasil, negara sangat berat untuk menolong karena akan mengurangi pendapatan negara. Padahal sering diketahui pemerintah telah menghabiskan banyak anggaran yang fantastis untuk proyek-proyek dan kepentingan pemerintah. Sistem kapitalis membuat para pemerintah bermindset materialis, yang akhirnya membuat abai terhadap nasib rakyat. Belum lagi banyaknya kasus korupsi oleh pejabat bermiliar-miliaran.

Harus ganti sistem! Lalu perlahan ganti mindset. Tentu para pejabat hari ini adalah yang lahir dari lingkungan, aturan dan bahkan sistem negara yang berjalan di dalamnya. Maka untuk bisa mendapatkan pejabat yang benar-benar memikirkan nasib rakyatnya adalah tidak lainmengganti sistem ini dengan sistem Islam atau dalam Bahasa Arabnya adalah sistem Khilafah. Dalam Islam, memandang politik adalah sebuah urusan yang mengatur banyak masyarakat. Islam sangat menitikberatkan bahwa pemerintah adalah wajib untuk memikirkan dan mengurusi kebutuhan rakyatnya. Sesuai dengan hadits "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Seorang penguasa (imam/pemimpin) adalah pemimpin bagi manusia (rakyatnya) dan ia bertanggung jawab atas mereka..." (HR. Muslim).

Dengan begitu sistem Islam atau Khilafah akan mendidik dengan sistem pendidikan dan berjalan atas aturan yang berlandaskan syariat Islam, yakni Kitabullah wa sunnati Rasulillah. Hal yang alami akan terlahir negarawan dan pejabat yang berorientasi ketakwaan dan tanggung jawab terhadap rakyatnya. Sebagaimana menghadapi bencana pemerintah akan mengerahkan segalanya, bahkan negara wajib berhutang apabila tidak ada kas negara sekalipun untuk menyelesaikan bencana di wilayahnya yang jauh. Hal ini berbeda dengan sikap pemerintah yang lahir dari sistem negara kapitalis, dan untuk mendapatkan realitas ideal pemimpin ala Islam maka tidak lain juga mengganti sistem negeri menjadi sistem Islam yaitu sistem khilafah. []


Oleh: Ainun Saifia
(Aktivis Surabaya)

Opini

×
Berita Terbaru Update