TintaSiyasi.id -- Menurut data resmi Badan Narkotika Nasional (BNN) yang dirilis tahun 2025, Indonesia menghadapi kenyataan pahit: 3,3 juta jiwa terjerat penyalahgunaan narkoba atau sekitar 1,73 % dari total penduduk.(bnn.go.id, 9/9/2025)
Jumlah ini bukan angka kecil yang bisa dilewatkan sambil menyeruput kopi, tapi ini alarm keras yang bunyinya sudah seperti sirine ambulans. Yang paling menyedihkan, mayoritas pengguna adalah remaja dan usia produktif, generasi yang seharusnya sedang membangun masa depan, bukan menghancurkannya dengan tangan sendiri.
Fenomena melonjaknya penggunaan narkoba di kalangan muda bukan terjadi dalam ruang hampa. Remaja hari ini tumbuh dalam sistem sekuler-liberal yang menilai hidup hanya berdasarkan “kesenangan pribadi”. Mereka dibesarkan dengan narasi, “ikuti kata hati, kejar yang bikin happy”.
Padahal hati yang tidak dibimbing wahyu, lama-lama seperti kompas rusak (bikin tersesat ke mana-mana) termasuk ke narkoba. Ketika hidup terasa kosong, tekanan besar, tuntutan zaman menggila, narkoba menjadi pelarian instan.
Remaja tidak mendapatkan pondasi hidup yang kokoh, iman, kedisiplinan, dan arah hidup yang jelas. Hasilnya? Rapuh sekali, seperti kartu UNO yang kena angin.
Padahal dampak narkoba bukan main-main. Ia bukan sekadar benda haram yang “dilarang-larang” tanpa alasan. Ia merusak akal, mematikan potensi, menghancurkan kepribadian, dan mencabut masa depan dari akar-akarnya. Remaja yang mulai coba-coba hari ini, bisa jadi besok sudah kehilangan sekolah, kehilangan keluarga, kehilangan masa depan, bahkan kehilangan dirinya sendiri.
Pecandu narkoba sering tidak mampu mengurus dirinya, tidak bisa bekerja normal, dan kehilangan kemampuan mengambil keputusan.
Menurut data BNN, setiap hari ada puluhan korban meninggal akibat penyalahgunaan narkoba. Ini bukan kriminalitas biasa, tapi ini ancaman nasional. Jika kondisi ini dibiarkan, visi besar Indonesia menjadi “Indonesia Emas 2045” bisa berubah menjadi “Indonesia Cemas 2045”.
Bagaimana bisa negara ini menjadi maju jika generasi penerusnya sudah babak belur sebelum memasuki umur 25 tahun? Sumber daya manusia yang kuat tidak lahir dari tubuh yang melemah, mental yang rapuh, dan akal yang tergerus zat haram. Krisis narkoba adalah krisis bangsa. Ia merusak dari akar, yaitu keluarga, pendidikan, moral, hingga produktivitas nasional.
Sistem sekuler-liberal telah membuktikan kegagalannya. Ia memberi kebebasan tanpa koridor, memberi ruang hiburan tanpa batas, mempromosikan gaya hidup serba-lepas tanpa arah. Ketika jiwa remaja kosong, sistem ini tidak memberi solusi selain “sibukkan diri dengan apa pun yang bikin nyaman”. Celah inilah yang diisi narkoba dengan manisnya menawarkan kenyamanan semu dan kehancuran nyata.
Negara pun kewalahan, karena pendekatan hukuman saja tidak cukup. Selama akar masalahnya tidak dicabut, yaitu sistem sekuler liberal, maka narkoba akan terus punya pasar.
Solusi: Terapkan Sistem Islam
Di sinilah relevansi gagasan Islam seperti yang dijelaskan oleh Syekh Taqiyuddin an-Nabhani. Dalam pemikirannya, penyelesaian problem masyarakat hanya mungkin terjadi jika negara menerapkan sistem Islam secara menyeluruh (syumul) yang mengokohkan akidah, menjaga akhlak, dan mengatur masyarakat sesuai syariat.
Dalam sistem Islam, narkoba bukan hanya dianggap tindakan kriminal, tetapi juga tindakan yang merusak masyarakat (mufsid fil ard). Negara tidak hanya menghukum pelaku, tapi membangun lingkungan yang membuat narkoba sulit masuk dan sulit berkembang, diantaranya,
Pertama, Islam membangun manusia melalui penerapan sistem pendidikan Islam yang berasaskan akidah Islam. Remaja ditanamkan pemahaman bahwa hidup ini punya tujuan mulia, yaitu beribadah kepada Allah Swt.
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (TQS Adz-Dzariyat: 56).
Ketika remaja paham tujuan dirinya, ia tidak mencari pelarian dalam narkoba, karena ia tahu hidupnya bukan untuk dihabiskan dalam kebodohan untuk menzalimi dirinya sendiri.
Kedua, negara dalam sistem Islam melakukan kontrol lingkungan secara sistemik. Peredaran barang haram seperti narkoba ditutup total. Produsen, pengedar, hingga jaringan di belakangnya dihukum tegas, bukan dengan kompromi, bukan dengan kebocoran hukum, bukan dengan deal belakang layar. Negara menjaga masyarakat dari faktor pemicu, bukan menunggu rakyat jatuh lalu baru menolong.
Ketiga, Islam menyediakan lingkungan sosial yang sehat, yaitu masyarakat islami. Remaja dibesarkan dalam masyarakat islami yang menghormati ilmu, menjunjung ketakwaan, dan hidup dalam kultur amar makruf nahi mungkar. Lingkungan seperti ini membuat penyimpangan sulit terjadi dan mudah dicegah sejak dini.
Keempat, Islam mendorong pemerataan ekonomi, sehingga faktor stres sosial ekonomi (salah satu pemicu pelarian ke narkoba) dapat ditekan. Negara menjamin kebutuhan dasar rakyatnya, sehingga remaja tidak tumbuh dalam tekanan ekonomi yang membuat mereka mencari “jalan keluar instan”.
Dengan seluruh mekanisme ini, Islam bukan hanya melarang narkoba, tapi mencegahnya dari akarnya. Bukan sekadar memadamkan api, tetapi menjauhkan bensinnya, mematikan sumber mercusuarnya, dan menjaga agar bara tidak muncul kembali.
Pada akhirnya, narkoba memang membunuh masa depan. Tapi yang membiarkan pintunya terbuka adalah sistem yang salah arah. Remaja perlu arah hidup, perlu pegangan, perlu lingkungan yang sehat. Mereka tidak butuh ceramah kosong atau slogan klise, tapi mereka butuh sistem yang menjaga mereka.
Dan itu hanya mungkin dengan penerapan Islam secara kaffah dalam naungan Daulah Khilafah.
Semoga bangsa ini sadar bahwa melindungi remaja bukan tugas sampingan, tapi fondasi masa depan. Karena generasi kuat tidak muncul dari tubuh yang lemah dan jiwa yang gelisah. Generasi kuat lahir dari sistem yang benar, yaitu sistem Islam. []
Nabila Zidane
Jurnalis