Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Penyakit Hati dan Pengobatannya menurut Al-Ghazali, Hati: Pusat Kehidupan Ruhani

Minggu, 13 Juli 2025 | 05:53 WIB Last Updated 2025-07-12T22:55:28Z

Tintasiyasi.ID-- Dalam pandangan Imam Al-Ghazali—ulama besar tasawuf dan filsafat Islam—hati (qalb) bukan sekadar organ biologis, tapi pusat kesadaran, tempat iman bersemayam, dan sumber amal manusia. Hati adalah cermin ruhani. Jika hati bersih, maka amal, niat, dan perilaku akan bersih. Tapi jika hati rusak, maka hidup akan tergelincir dalam kesesatan.

“Ketahuilah bahwa hati adalah raja, sedangkan anggota badan adalah para prajuritnya. Jika raja itu baik, maka seluruh prajuritnya pun akan baik.”
—Imam Al-Ghazali, dalam Ihya’ ‘Ulumuddin

Penyakit-Penyakit Hati Menurut Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali menyebutkan banyak penyakit hati dalam kitabnya Ihya’ ‘Ulumuddin, namun berikut ini adalah yang paling utama dan sering menjangkiti umat manusia:

1. Riya (Pamer dalam Ibadah)
Riya adalah melakukan amal karena ingin dipuji, bukan karena Allah. Ia ibarat racun dalam madu—tampak manis, tapi mematikan.
“Orang yang riya menyembah makhluk, bukan Allah, walau secara lahir tampak ibadah.”
Obatnya:
Menghadirkan keikhlasan. Sering-sering mengingat bahwa penilaian Allah lebih penting daripada pujian manusia. Latihlah diri untuk beramal dalam kesunyian, jauh dari sorotan.

2. Hasad (Iri dan Dengki)
Hasad adalah tidak senang atas nikmat yang Allah berikan kepada orang lain, bahkan berharap nikmat itu hilang dari mereka.
“Hasad adalah api yang membakar semua kebaikan, sebagaimana api membakar kayu bakar.”
Obatnya:
Sadarilah bahwa rezeki adalah pembagian Allah. Banyaklah mendoakan kebaikan untuk orang yang kita hasadkan, hingga hati lunak dan reda.

3. Ujub (Bangga Diri)
Ujub adalah merasa diri lebih baik, lebih suci, lebih tinggi dari orang lain. Ini penyakit halus yang sangat membinasakan.
“Orang yang bangga dengan amalnya ibarat orang sakit yang tertawa di tengah luka parah.”
Obatnya:
Ingat bahwa semua amal adalah karunia Allah, bukan karena kehebatan diri. Bandingkan diri dengan orang yang lebih dekat kepada Allah, bukan lebih rendah.

4. Takabbur (Sombong)
Takabbur membuat seseorang menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. Ini adalah sifat Iblis ketika menolak sujud kepada Adam.
Obatnya:
Latihlah hati untuk merendahkan diri di hadapan Allah, dan hormati sesama manusia tanpa memandang status atau dunia.

5. Cinta Dunia Berlebihan (Hubbud Dunya)
Al-Ghazali menyebut cinta dunia sebagai akar segala penyakit hati, karena dunia melalaikan dari akhirat.
“Cinta dunia adalah kepala dari segala kesalahan.”
Obatnya:
Tumbuhkan cinta akhirat. Sering-sering mengingat mati, mengunjungi kuburan, dan membaca kisah para salaf agar hati terbebas dari tipu daya dunia.

Metode Pengobatan Hati Menurut Al-Ghazali

1. Muhasabah (Introspeksi Diri)
Luangkan waktu setiap hari untuk menilai kondisi hati. Tanyakan pada diri: “Mengapa aku beramal?”, “Adakah iri, bangga, atau sombong dalam hatiku?”

2. Mujahadah (Melawan Nafsu)
Melatih diri untuk menolak dorongan nafsu yang membawa kepada dosa. Al-Ghazali menekankan pentingnya disiplin jiwa melalui ibadah, puasa, dan menjaga lisan.

3. Dzikir dan Tafakur
Hati yang sering berdzikir tidak mudah terserang penyakit. Tafakur (merenung) tentang ciptaan Allah dan akhirat akan melembutkan hati yang keras.

4. Bersahabat dengan Orang Shalih
Lingkungan akan sangat memengaruhi kondisi hati. Berteman dengan ahli ilmu dan ahli ibadah akan menyinari hati kita.

5. Membaca Al-Qur’an dan Hadis
Al-Ghazali percaya bahwa Al-Qur’an adalah obat utama penyakit hati. Dalam tiap ayat terdapat cahaya yang mampu menyingkirkan kegelapan batin.

Kesimpulan: Jalan Menuju Hati yang Sehat

Dalam dunia yang penuh racun spiritual—kesombongan, keserakahan, pamer, dan kebencian—pengobatan hati menjadi proyek hidup yang tidak boleh ditunda. Imam Al-Ghazali telah mewariskan kepada kita ilmu yang sangat berharga: ilmu tentang menyelamatkan jiwa dari kehancuran batin.

Bersihkanlah hati sebelum kembali kepada Allah. Karena pada hari kiamat, bukan harta atau jabatan yang ditanya, tapi:

يَوۡمَ لَا يَنفَعُ مَالٞ وَلَا بَنُونَ إِلَّا مَنۡ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلۡبٖ سَلِيمٖ  
“(Yaitu) hari di mana tidak berguna harta dan anak-anak, kecuali yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih (qalbun salim).”
(QS. Asy-Syu’ara: 88–89)

Ole. Dr Nasrul Syarif M.Si.  (Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana  UIT Lirboyo)

Opini

×
Berita Terbaru Update