Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Menjaga Kewarasan di Tengah Kerusakan Sistemik: Dari Indonesia hingga Baitul Maqdis

Minggu, 14 Desember 2025 | 07:45 WIB Last Updated 2025-12-14T00:45:24Z

TintaSiyasi.id -- Apa yang terjadi di Indonesia dan Baitul Maqdis bukanlah kerusakan yang tercipta dengan sendirinya. Banjir, tanah longsor, konflik, dan ketidakadilan hanyalah serangkaian efek domino yang lahir dari sebuah sistem rusak dengan akumulasi keputusan politik serta kebijakan-kebijakan buruknya, demi memenuhi kepentingan segelintir pihak.

Kita bisa saja berpura-pura tidak melihat, tetapi polanya terlalu jelas dan terus berulang. Banjir bandang, tanah longsor, air meluap di berbagai daerah terjadi setiap tahun dan terus menerus, artinya bencana ini bukan sekedar musibah alam yang sifatnya insidental melainkan kerusakan sistemik. Semuanya berawal dari: keserakahan, keegoisan, dan penyalahgunaan kebijakan kekuasaan.

Masalahnya bukan karena hujan. Masalahnya bukan pada tanah. Melainkan ada pada manusianya yang berani merusak keseimbangan lingkungan demi keuntungan pribadi, lalu berpura-pura tak tahu ketika alam memberikan 'perhitungan'.

Pola ini sama dengan apa yang terjadi di tanah suci Baitul Maqdis. Berasal dari akar masalah yang sama: Keputusan yang hanya menguntungkan segelintir manusia.

Jika kita melihat perkara Masjid Al Aqsha dan Palestina dengan kacamata "circle of concern" saja mungkin kita akan bingung harus berbuat apa.

Berbeda jika kita melihat dari sudut pandang "circle of influence" dan "circle of control"; dimana aksi-aksi kecil sederhana akan mampu menjaga kewarasan kita. Karena kekhawatiran dan kekalutan seringkali membuat kita jadi tak bisa berpikir jernih. Circle of Concern: Hal yang kita pedulikan, tapi belum tentu bisa kita ubah. Circle of Influence: Hal yang bisa kita pengaruhi langsung. Circle of Control: Hal yang sepenuhnya dalam kendali kita.

Fokus pada yang bisa dikontrol dan dipengaruhi, bukan hanya dikhawatirkan. Sebab jika hanya berkutat di poin satu (Circle of Concern), kita akan cenderung reaktif dan berjuang dengan bekal emosi, bukan strategi.

Dalam hal memberi pengaruh (Circle of Influence), ada hal-hal yang bisa lakukan seperti membentuk opini orang di sekitar lewat diskusi, mendorong algoritma media agar banyak memunculkan kabar tentang Palestina, atau berkontribusi pada gerakan solidaritas. Meskipun kita tidak bisa mengendalikan hasilnya, upaya ini tetap memiliki dampak untuk menjaga awareness kita.

Adapun dalam circle of control kita: ada hal-hal yang bisa kita kendalikan langsung karena ini tentang diri kita sendiri. Seperti memperdalam ilmu Islam, datang ke kajian, belajar tentang siraah Palestina, memilih sumber informasi yang benar, stay educated, istiqomah memboikot produk yang telah afiliasi dengan israel, memberikan kontribusi dana ke lembaga-lembaga terpercaya. Setiap langkah kecil ini, ada dalam kontrol kita. Demi jaga kewarasan.

Sebagai seorang Muslim kita tentu paham, bahwa Allah tidak pernah menciptakan manusia dengan sia-sia dan tanpa tujuan, Allah menciptakan manusia pasti lengkap dengan perannya.

Tujuan dan peran itu, berjalan beriringan dan saling melengkapi. Ada tujuan, pasti ada peran. Begitulah Allah menciptakan manusia, makhluk ciptaan-Nya yang sempurna.

Jika diibaratkan sama seperti baut. Baut memang benda yang kecil, tetapi jangan pernah merasa bahwa sesuatu yang kecil itu remeh. Mungkin jika kita menemukan baut di tengah jalan kita akan mengabaikannya dan membiarkannya begitu saja, karena memang kita tidak membutuhkannya.

Lalu kapan baut itu menjadi sesuatu yang sangat disyukuri keberadaannya? Disaat baut itu menjadi bagian yang hilang dari sesuatu yang besar.

Ada kapal yang mau berlayar tetapi tidak bisa, karena bautnya hilang satu. Maka baut ini sama berharganya dengan kapal tadi. Artinya jangan pernah meremehkan peran mu, jika kamu menjadi bagian dari rencana-rencana besar.

Menyelamatkan Negeri ini dari kebijakan-kebijakan yang tamak, dengan menjaga kestabilan lingkungan adalah sebuah rencana besar, dan akan berdampak jangka panjang untuk generasi penerus bangsa kita kedepannya.

Tidak masalah jika orang mengatakan percuma bikin konten, percuma share di sosmed, percuma membahas tentang  pentingnya kesadaran menjaga lingkungan, dan percuma-percuma lainnya. Tetap lanjutkan, karena diantara banyaknya cemoohan pasti ada juga orang-orang yang mau ikut bergerak, dan itu berawal dari aksi kecilmu.

Sama halnya dengan pembebasan Baitul maqdis, juga merupakan rencana besar. Tidak masalah jika orang mengatakan percuma boikot, percuma share di sosmed, percuma membahas tentang Baitul Maqdis, dan percuma-percuma lainnya. Tetap lanjutkan usahamu menyuarakan keberpihakan terhadap Palestina, karena ridhaa Allah yang menjadi tujuanmu bukan standar manusia.

Ketika kapal tadi bisa berlayar, maka baut tadi juga ada dikapal yang sama, meski hanya sebuah baut. Mungkin yang akan dikenang adalah nahkoda kapalnya, yang dikenal adalah merek kapalnya, yang dikenal adalah kaca kapalnya, dll. Tidak ada yang peduli bautnya. Tetapi tak mengapa. Dihadapan Allah baut kecil tetap menjadi besar jika ia menempel pada rencana-rencana besar.

Jadi jangan merasa bahwa usahamu dalam menyuarakan kebenaran dan membela Palestina tak berpengaruh dan sia-sia. Maksimalkan seluruh potensi yang kamu miliki, baik berupa pemikiran, harta dan doa.

Upgrade terus pemahaman Islam, agar kamu tahu bahwa Islam bukan sekedar agama ruhiyah yang mengatur tentang ibadah mahdhah saja, melainkan sebuah ideologi, sebuah sistem kehidupan yang mengatur seluruh aspek kehidupan mulai dari lingkungan, ekonomi, pendidikan, muamalah, politik, dll.

Pertajam terus tsaqofah Islam, karena membebaskan Palestina harus dimulai dari membebaskan pemikiran dari pemikiran-pemikiran kufur ala kapitalisme. Liberation of mind, before liberation of land.

"Because Masjidil Aqsha will not and cannot be liberated until The Muslim Ummah Liberates their Mind" (Prof. Dr. Abdul Fattah El-Awaisi). []


Marissa Oktavioni, S.Tr.Bns.
(Aktivis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update