Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kasus Bandara PT IMIP bukan Cuma Soal Ilegal tapi Lubang Kedaulatan Negara

Kamis, 04 Desember 2025 | 10:24 WIB Last Updated 2025-12-04T03:25:04Z

TintaSiyasi.id -- Menyikapi kasus bandara khusus diduga ilegal di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Sulawesi Tengah, Analis Ekonomi dari Pusat Kajian dan Analisa Data (PKAD) Ismail Izzuddin, mengatakan itu bukan cuma 'bandara ilegal' tetapi soal lubang di kedaulatan negara.

"Bandara di kawasan industri strategis sudah lama beroperasi tetapi bertahun-tahun disebut tanpa kehadiran penuh imigrasi dan bea cukai, orang dan barang bisa keluar masuk tetapi jejak negara samar, kalau itu benar, ini bukan soal cuma 'bandara ilegal' ini soal lubang di kedaulatan," ungkapnya di akun TikTok Ismail.pkad, Rabu (3/12/2025).

Ia mengatakan, bandara, pelabuhan, perbatasan, adalah wajah kedaulatan negara. Jadi kalau ada bandara di kawasan industri strategis yang secara de facto lebih dulu dikuasai korporasi sementara negara baru hadir bertahap setelah ramai, itu tanda kedaulatan melemah bukan menguat.

"Sekarang mari bedah pro kontranya, yang pro biasanya bilang 'ini bandara khusus perusahaan, buat support investasi, ekspor nikel, serap tenaga kerja, jangan dibuat ribet, nanti investor kabur! Narasinya, dunia sedang rebutan nikel dan energi hijau, Indonesia harus gesit jangan kalah sama negara lain, bandara khusus dianggap bagian dari efisiensi logistik," tuturnya.

Tetapi, pendapat yang kontra memberikan warning keras, ia menjelaskan, ini kawasan strategis ada tambang, smelter, ribuan pekerjaan asing dan lokal, kalau akses udaranya tidak dikawal penuh oleh negara, artinya Indonesia membuat blind spot di kedaulatan sendiri.

Ia melanjutkan, adanya berbagai potensi berbahaya di bandara ilegal. Potensi penyelundupan barang, keluar masuk tenaga kerja asing tanpa kontrol maksimal, komoditas strategis yang mengalir keluar tanpa tercatat optimal di pajak dan bea cukai. Hal yang paling membuat resah kesan 'negara dalam negara' ada kawasan yang seolah punya aturan main sendiri, sementara negara datangnya belakangan bukan dari awal di atas kertas," ungkapnya. 

Sehingga, ia menjelaskan, jika Indonesia ingin menjadi negara adidaya, negara adidaya bukan cuma soal besar PDBnya tetapi rapi kontrolnya.

"Bayangin negara itu rumah investasi adalah tamu bahkan bisa jadi partner bisnis, tetapi kalau tamu sampai punya pintu sendiri, cuma dia yang pegang kunci, dan kita cuma bisa dikasih lewat kalau diundang, itu bukan silaturahmi lagi itu bahaya," ibaratnya.

"Dalam pemikiran Syekh Taqiyuddin kedaulatan itu milik syarak, dijalankan negara secara total dan tidak boleh berbagi kedaulatan dengan pihak lain," ungkapnya.

"Nikel dan mineral strategis menurut An Nabhani itu milik umum yang seharusnya dikelola negara untuk kemaslahatan rakyat, bukan dijadikan wilayah 'semi private' dengan jalur udara sendiri yang pengawasannya abu-abu," pungkasnya. [] Alfia

Opini

×
Berita Terbaru Update