TintaSiyasi.id -- Jurnalis Joko Prasetyo menyampaikan bahwa ada banyak pengamatan dan kajian dari kalangan para ahli bahwa Hutan Tanaman Industri (HTI) bisa menjadi salah satu faktor yang memperburuk risiko banjir bandang dan longsor.
"Ada banyak kajian dan pengamatan dari kalangan ahli dan organisasi lingkungan yang menunjukkan bahwa Hutan Tanaman Industri (HTI), khususnya bila dibangun di area sensitif seperti lahan gambut atau menggantikan hutan alam, bisa menjadi salah satu faktor yang memperburuk risiko banjir serta banjir bandang/longsor. Kok bisa? Setidaknya karena lima alasan," ujarnya kepada TintaSiyasi.id, Senin (1/12/2025).
Pertama, alih fungsi lahan dan deforestasi. Banyak kawasan hutan alam yang sebelumnya berfungsi sebagai penyerap air dan penahan erosi diubah menjadi areal HTI. Konversi ini mengurangi tutupan hutan alam yang memainkan peran penting dalam siklus hidrologi dan stabilitas tanah.
Kedua, gangguan fungsi ekologis dan hidrologis.Ia menjelaskan, ketika hutan alam hilang dan digantikan tanaman monokultur seperti akasia atau eukaliptus, kemampuan lahan dalam menyerap dan menahan air hujan, meredam aliran air, serta menahan sedimen dan erosi akan menurun drastis.
Ketiga, drainase dan kanal buatan dalam konsesi HTI. Banyak konsesi HTI, terutama di lahan gambut dibangun kanal drainase besar untuk mengeringkan lahan. Praktik ini sering lepas kontrol dan menimbulkan kerusakan ekologis. Kanal-kanal tersebut memecah sistem alami air dan mempercepat limpasan air ke sungai sehingga meningkatkan risiko banjir.
Keempat, subsidens (penurunan muka tanah/gambut). Studi menunjukkan reklamasi lahan gambut menjadi HTI dapat menyebabkan penurunan muka tanah jangka panjang, sehingga tanah gambut kehilangan karakteristik ‘spon-menyerap air’. Ini membuat kawasan lebih rentan terhadap banjir ketika hujan deras.
Kelima, peningkatan kerentanan ekologis secara luas. Ia menegaskan bahwa hilangnya hutan alam, ditambah konversi lahan besar-besaran, menurunkan kapasitas wilayah hulu untuk menyerap dan menahan air. Ketika hujan ekstrem terjadi, air langsung mengalir ke hilir dengan debit besar dan memicu banjir besar.
"Pertanyaannya, siapa yang melakukan pengrusakan hutan ini? Tentu saja para oligarki. Kok bisa? Karena mendapatkan izin dari rezim. Kok diizinkan? Entahlah, mungkin tidak ada larangan dari sistem yang berlaku. Namun dalam ajaran Islam, jelas diharamkan," ujarnya.
Tidak Boleh Dikelola Seenaknya
Lebih lanjut, Om Joy mengungkapkan bahwa partai politik Islam Hizbut Tahrir Indonesia yang mengusung ideologi Islam, dengan tegas melarang negara memberikan izin kepada swasta, oligarki, ormas, maupun asing mengelola hutan, baik untuk ditambang (emas, batu bara) maupun dijadikan Hutan Tanaman Industri.
"Karena dalam ajaran Islam, hutan merupakan kepemilikan umum (๐๐๐๐๐̄๐ฆ๐โ ๐๐๐๐โ) yang tidak boleh dikelola seenaknya. Namun setidaknya harus berada dalam tiga koridor" ujarnya.
Pertama, tidak boleh diprivatisasi. Pengelolaan hutan tidak boleh diserahkan kepada individu atau perusahaan swasta baik lokal, asing, oligarki, maupun ormassecara privat. Setiap privatisasi aset publik tidak sah alias batil.
Kedua, tanggung jawab negara. Pengelolaan dan pemanfaatan hutan adalah tanggung jawab negara (khalifah). Negara bertugas mengatur, memelihara, dan mendistribusikan manfaat dari SDA untuk kemaslahatan seluruh umat.
Ketiga, penggunaan oleh masyarakat secara langsung dalam batas tertentu. Ia menyebut bahwa masyarakat tetap diperbolehkan mengambil hasil hutan secara tradisional atau mengambil manfaat non-kayu seperti madu dan air, selama tidak merusak, tidak menghalangi hak orang lain, dan berada dalam pengawasan negara.
"Sayangnya, rezim hari ini lebih memilih HTI (Hutan Tanaman Industri) untuk oligarki ketimbang mendengarkan kritik dari HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) demi kemaslahatan negeri," sesalnya.
Ia menyeru kaum Muslim untuk menyadari dua hal, pendapat Hizbut Tahrir Indonesia adalah pendapat yang islami, karena digali dari sumber hukum Islam secara syar’i.
"Sebagai Muslim baik rakyat maupun rezim yang mengaku beragama kita wajib hanya mengambil dan menerapkan solusi yang datang dari Islam, tidak boleh menerapkan solusi yang bertentangan dengan aturan-Nya," serunya.
Ia memperingatkan bahwa kebijakan rezim selama ini tampak dibuat demi menyenangkan oligarki, tanpa peduli sesuai tidaknya dengan ajaran Islam. “Walhasil, rakyat negeri ini beserta hewan dan lingkungan menjadi korbannya,” geramnya.
Ia menambahkan bahwa rezim sering menyalahkan hujan dan tampil di lokasi bencana seolah pahlawan sambil membawa secuil bantuan, padahal atas izin dan tanda tangan merekalah kerusakan hutan dilakukan.
Akhirnya Joko mengajak, “tidakkah kita tergerak untuk melakukan perubahan sesuai ajaran Islam?” pungkasnya.[] Nabila Zidane