TintaSiyasi.id -- Hari Ibu bukan sekadar perayaan seremonial. Dalam Islam, ia adalah pengingat iman. Pengingat tentang siapa manusia yang paling berjasa dalam hidup kita, hingga Rasulullah ﷺ menegaskannya dengan kalimat yang mengguncang kesadaran umat.
Suatu hari seorang sahabat bertanya:
“Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berhak mendapatkan baktiku?” Beliau menjawab: “Ibumu.”
Sahabat itu bertanya lagi: “Lalu siapa?”
Beliau menjawab: “Ibumu.”
Ia bertanya lagi: “Kemudian siapa?”
Beliau menjawab: “Ibumu.”
Barulah kemudian beliau bersabda: “Ayahmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tiga kali ibu. Satu kali ayah.
Ini bukan pengulangan tanpa makna. Ini penetapan derajat.
Mengapa Ibu Didahulukan Tiga Kali?
Islam tidak berbicara dengan emosi semata, tetapi dengan keadilan dan hakikat pengorbanan.
1. Ibu mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah
Al-Qur’an menegaskan:
“Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah…”
(QS. Luqman: 14)
Sakit yang tak bisa dipindahkan. Beban yang tak bisa dibagi.
2. Ibu melahirkan antara hidup dan mati
Satu tarikan nyawa bayi, sering kali mengorbankan separuh nyawa ibu.
3. Ibu menyusui dengan pengorbanan jiwa dan raga
Tidur hilang, lelah panjang, namun cinta tak pernah berkurang.
Karena itulah Rasulullah ﷺ menempatkan ibu tiga tingkat lebih tinggi dalam bakti, bukan dalam cinta saja, tetapi dalam kewajiban syar’i.
Berbakti kepada Ibu: Jalan Cepat Menuju Surga
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Surga berada di bawah telapak kaki ibu.”
(HR. Ahmad)
Para ulama menjelaskan:
Ridha Allah tergantung ridha ibu, dan murka Allah tergantung murka ibu.
Bahkan dalam banyak kisah salaf, seseorang yang tekun ibadahnya bisa tertahan derajatnya hanya karena menyakiti hati ibunya—meski dengan kata yang halus.
Imam Al-Ghazali menegaskan:
"Durhaka kepada ibu adalah dosa yang mengeraskan hati dan memutus jalan ma’rifat.”
Hari Ibu: Bukan Sekadar Bunga, Tapi Bakti Nyata
Islam tidak meminta perayaan mewah. Islam meminta:
Nada bicara yang lembut
Kesabaran saat ibu cerewet
Doa tulus saat ibu renta
Taat selama bukan maksiat
Hadir, bukan sekadar hadiah
Allah berfirman:
“Maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan ‘ah’ kepada keduanya…”
(QS. Al-Isra’: 23)
Kata “ah” saja dilarang.
Apalagi bentakan, pengabaian, atau sikap acuh.
Jika Ibumu Masih Hidup: Engkau Sedang Memegang Kunci Surga
Jangan tunggu Hari Ibu tahun depan.
Jangan tunggu ibu terbaring lemah.
Jangan tunggu makamnya basah oleh air mata.
Peluk ibumu hari ini.
Cium tangannya.
Minta maaf.
Dan doakan:
“Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku, sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil.”
Penutup
Islam tidak mengenal istilah “mantan ibu”.
Selamanya ia adalah ibu—
di dunia, di akhirat, dan dalam hisab.
Maka jika Rasulullah ﷺ berkata:
“Ibumu, ibumu, ibumu, baru ayahmu”,
itu karena surga tidak bisa dicapai tanpa melewati pintu bernama IBU.
Selamat Hari Ibu.
Semoga kita tidak menjadi anak saleh dalam ceramah,namun durhaka dalam kenyataan.
Oleh. Dr Nasrul Syarif M.Si. (Penulis Buku Gizi Spirirual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)