TintaSiyasi.id -- Teknologi yang berkembang pesat telah membuka dunia baru bagi peradaban manusia, yakni dunia digital. Kini, dunia digital makin mendominasi kehidupan manusia, terutama generasi muda. Derasnya arus informasi digital dan dominasi media sosial telah menciptakan tantangan besar bagi generasi muda.
Tingkat screen time yang tinggi memiliki potensi besar melalaikan peran nyata generasi muda dalam kehidupan. Media sosial disadari makin merenggut kehidupan sosial mereka di dunia nyata. Bahkan, mampu membentuk pola pikir dan arah pandang hidup generasi muda.
Sebagaimana dunia yang didominasi oleh sistem sekuler kapitalistik liberal, layaknya dunia digital yang makin canggih ini pun tak lepas dari dominasi ideologi ini. Yang harus disadari bahwa algoritma digital tidaklah netral. Algoritma digital membentuk preferensi, mempengaruhi cara berpikir, dan dengan halus menuntun arah pandang hidup generasi muda ke arah sekuler kapitalistik.
Algoritma digital yang kapitalistik menciptakan arus yang mampu menarik generasi muda terperangkap dalam pusarannya. Seperti potensi generasi muda sebagai agent of change, telah memunculkan sikap kritis terhadap kezaliman penguasa. Sikap kritis ini beresiko menyimpang apabila tidak terarah secara ideologis.
Saat ini, generasi muda berada di persimpangan algoritma dan ideologi. Satu sisi, algoritma digital kapitalistik membentuk cara berpikir, selera isu, dan arah kritik mereka secara halus dan masif. Di sisi lain, ideologi Islam menawarkan arah pandang hidup yang shahih dan konsisten sesuai syarak dalam memaknai perubahan.
Generasi muda berada di titik pilihan, tidak bisa netral. Generasi muda harus sadar bahwa mereka sedang ditarik ke dua arah yang berlawanan. Persimpangan ini menentukan apakah generasi muda akan tumbuh sebagai agen perubahan yang bertakwa dan tangguh, atau sekadar menjadi aktivis reaktif yang dikendalikan arus kapitalisme digital. Di sinilah dibutuhkan peran sinergi elemen umat untuk menjadi benteng dan penunjuk arah bagi potensi generasi muda agar tetap bertakwa dan tangguh.
Bagaimana dominasi sekuler kapitalistik di dunia digital memengaruhi arah pandang hidup dan perjuangan generasi muda Muslim?
Bagaimana peran sinergi elemen umat dalam membina generasi muda agar bertakwa dan tangguh secara ideologis?
Generasi Muda dalam Dominasi Algoritma Digital yang Sekuler Kapitalistik
Dominasi sistem sekuler kapitalistik dalam peradapan manusia hari ini tak hanya menguasai dunia nyata, tetapi juga dunia digital. Sistem ini melanggengkan hegemoninya dengan algoritma digitalnya yang mengedepankan nilai popularitas, mempengaruhi emosi, dan meraup keuntungan pasar.
Di sini, algoritma bukan sekadar teknologi, tetapi menjadi alat kapitalisme digital. Mekanismenya bekerja atas dasar engagement demi meraup keuntungan, mampu mengontrol atensi pengguna digital, dan bahkan mempengaruhi kesadaran manusia hingga merubah pola pikir manusia. Pada tahap ini, algoritma mengarahkan pada cara berpikir instan, meluapkan emosi sesaat, menciptakan solusi parsial dan populis, aktivisme simbolik hanya yang viral saja, hingga menormalisasi nilai-nilai sekuler liberal.
Khas ide sekuler tentu saja mengesampingkan nilai kebenaran karena kapitalistik hanya memiliki tujuan materi, yang menguntungkan adalah yang benar. Ini tentu saja berimplikasi pada generasi muda Muslim yang mudah terpapar liberalisme individu, relativisme moral, dan aktivisme populis yang distandarkan pada sekuler kapitalistik. Tak lagi mengenal halal haram sesuai standar syariat Islam dan terlebih memahami tujuan hidup sebagai hamba Allah SWT.
Tingkat screen time yang tinggi menjadi potensi yang kuat bagi sekuler kapitalistik menancapkan pengaruhnya dalam arus informasi digital dan algoritma media sosial terhadap pembentukan cara berpikir generasi muda. Paparan yang masif dan berulang-ulang mampu menghipnotis generasi muda membentuk kesadaran yang reaktif, tetapi pragmatis. Nampak pada sikap kritis generasi muda terhadap kezaliman, tetapi kritiknya hanya terfragmentasi secara parsial pada isu-isu viral tanpa arah perubahan sistemik.
Pada akhirnya, perjuangan generasi muda sebagai agent of change tidak lagi tertuntun sebagai upaya menegakkan aturan Allah SWT secara kaffah, akan tetapi sekadar reaksi emosional adanya ketidakadilan yang sedang viral. Respons ini tidak membawa pada perubahan yang fundamental karena hanya berhenti pada satu isu viral ke isu viral lainnya.
Hanya aktivisme prematur yang dilahirkan dalam kondisi ini, begitu lantang dalam menggaungkan narasi, tetapi kehilangan prinsip ideologisnya. Dalam arus dunia digital yang masif tanpa arah pandang Islam sebagai ideologi yang shahih, generasi muda Muslim hanya akan menjadi alat legitimasi sekuler kapitalistik digital. Generasi muda dibiarkan tetap kritis, tapi masih terkendali dalam ruang sistem sekuler kapitalistik, melawan tanpa mengancam. Mereka kritis terhadap kezaliman penguasa, tetapi tetap bergerak dalam kerangka sekuler kapitalistik yang tak disadari sebagai ibu yang melahirkan kezaliman tersebut.
Generasi muda di persimpangan algoritma dan ideologi. Inilah titik krusial generasi muda dalam pusaran dunia digital. Tanpa sadar mereka berada dalam ruang pilihan, ditarik ke dua arah yang berlawanan, mengikuti arus algoritma digital yang diciptakan sekuler kapitalistik ataukah menjadi agent of change terwujudnya kehidupan Islam.
Generasi muda dalam dominasi algoritma digital yang sekuler kapitalistik. Mereka nampak aktif, kritis, peduli ketidakadilan, menginginkan perubahan, tetapi belum sepenuhnya mempunyai kompas ideologis yang shahih, yakni Islam sebagai standar kehidupan. Sehingga masih memberi ruang besar bagi sekuler kapitalistik menancapkan racunnya. Inilah urgensi sinergi elemen umat dalam mewujudkan generasi yang bertakwa dan tangguh sebagai agent of change.
Sinergi Elemen Umat Membina Generasi Muda yang Bertakwa dan Tangguh Secara Ideologis
Generasi muda yang bertakwa dan tangguh secara ideologis berarti mereka generasi muda Muslim yang memiliki cara pandang hidup secara menyeluruh yang shahih. Di mana standar halal dan haram, benar dan salah didasarkan pada syariat Islam. Generasi muda Muslim yang arah tujuan hidupnya hanyalah memperoleh ridha Allah SWT. Sehingga setiap arah geraknya, sikap kritisnya hanya didasarkan pada nilai kebenaran Islam sebagai solusi sistemik.
Maka jelas standarnya adalah apa-apa yang bersumber dari Al-Khaliq, Sang Pencipta dan Pengatur. Sehingga menjadikan generasi muda Muslim tidak tunduk pada algoritma, sikap kritisnya bukan lahir dari trending topik ataupun berubah oleh banyaknya likes dan views. Melainkan mengarah pada kesadaran tujuan hidup sebagai hamba Allah SWT, yakni ibadah. Sehingga sikap kritisnya terikat pada hukum syarak, perjuangan mewujudkan perubahan dari kondisi yang penuh kezaliman ke arah Rahmat lil alamin.
Dalam mewujudkan generasi muda yang bertakwa dan tangguh dibutuhkan sinergi elemen umat. Saatnya menarik generasi muda dari pusaran pengasuhan algoritma digital sekuler kapitalistik. Kemudian menancapkan ideologi Islam dalam arah pandang hidup mereka. Pentingnya sinergi elemen umat agar pembinaan tidak rapuh dan terfragmentasi.
Sinergi elemen umat merupakan kebutuhan mendasar dalam membina generasi muda yang bertakwa dan tangguh, agar mereka tidak tumbuh di bawah asuhan algoritma sekuler kapitalistik. Dikutip dari muslimahnews.net (18-12-2025), elemen-elemen tersebut antara lain:
Pertama, keluarga.
Keluarga adalah unit terkecil pendidikan bagi seorang individu. Keluarga berperan selayaknya inkubator awal yang tidak hanya memberikan kehidupan dan realisasi hukum syarak seputar keluarga, tapi juga untuk menanamkan akidah dan standar perbuatan yang sahih menurut Islam.
Di dalam sistem sekuler kapitalisme, fungsi keluarga ini masih banyak mengalami ketimpangan. Hal ini di antaranya disebabkan oleh peran ibu yang tercerabut dan terpaksa keluar dari peran domestiknya selaku ummun wa rabbatul bayt (ibu dan pengatur rumah tangga) serta madrasatul ‘ula (sekolah pertama). Miris, sistem kapitalisme telah meniscayakan kaum ibu menjadi bumper ekonomi atas nama pemberdayaan ekonomi perempuan sehingga menjauhkan para ibu dari fitrahnya sebagai ibu generasi.
Kedua, sekolah.
Sekolah adalah entitas sistemis yang akan menerapkan kurikulum tertentu dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan bukanlah sesuatu yang bebas nilai. Kurikulum pun bukan sekadar berwujud modul ajar ataupun rencana pelaksanaan pembelajaran yang berisi panduan mengenai materi pelajaran, prosedur, dan pengelolaan kegiatan belajar mengajar.
Lebih dari itu, sistem dan kurikulum pendidikan berperan membumikan nilai-nilai tertentu pembentuk kepribadian. Jika sistem pendidikannya sekuler, kurikulumnya pun hanya akan berorientasi materi berupa nilai angka atau huruf mutu, tapi mengabaikan nilai-nilai agama. Selain itu, di dalam sistem pendidikan sekuler, pendidikan karakter akan menjadi sesuatu yang sibuk dinarasikan, tapi target akhirnya tetap sekuler. Ini karena murid yang baik bukanlah sekadar yang bermoral luhur, tapi harus berkepribadian Islam.
Ketiga, masyarakat.
Masyarakat luas berperan strategis sebagai kontrol sosial dan entitas yang memiliki perasaan, pemikiran, dan peraturan yang sama. Semua individu anggota masyarakat berinteraksi di dalamnya dengan wujud interaksi nyata, bukan seperti interaksi di dunia maya. Mereka saling menolong dalam urusan kebaikan dan takwa, jauh dari corak individualistis.
Keempat, peran para tokoh umat.
Tokoh umat adalah simpul dan panutan umat. Perkataannya sangat berpengaruh pada arah pandang umat. Profil tokoh umat yang sejati adalah mereka yang layak didengar. Mereka bukan orang-orang yang suka sembarang bicara, apalagi mengeluarkan perkataan yang menyesatkan publik.
Tokoh masyarakat akan menyatukan berbagai komponen umat di akar rumput agar satu suara mengenai penjagaan generasi muda pengisi peradaban masa depan. Mereka juga sadar dengan kebutuhan terhadap sistem sahih. Lisannya senantiasa basah oleh perkataan yang menyerukan riayatusy syu’unil ummah (mengurusi urusan umat), termasuk seruan ketaatan terhadap hukum syarak.
Kelima, jemaah Islam ideologis.
Jemaah Islam ideologis sebagai tulang punggung pembinaan seluruh komponen umat, termasuk generasi muda. Selain itu, jemaah Islam ideologis berperan dalam rangka mengoreksi penguasa (muhasabah lil hukam), memberi ruang bagi suara kritis kaum muda, serta mencerdaskan dan meningkatkan taraf berpikir umat.
Keenam, negara.
Negara berideologi Islam yang berperan menerapkan sistem Islam kafah, sanksi yang tegas, serta sistem hukum yang adil dan tidak pandang bulu. Itulah Khilafah Islamiah.
Itulah keenam elemen umat yang saling bersinergi sehingga dapat mewujudkan generasi muda yang bertakwa dan tangguh, agar umat ini kembali menjadi khairu ummah sebagaimana yang Allah SWT firmankan dalam QS. Ali Imran ayat 110. Sungguh, kita tidak bisa bertumpu pada sistem sekuler kapitalistik dalam mewujudkannya, hanya dengan kembali pada aturan Allah SWT secara kaffah. []
#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst
Dewi Srimurtiningsih
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo