Tintasiyasi.id.com -- Gen Z dikenal sebagai generasi yang sangat dekat dengan digitalisasi. Mereka disebut digital native, generasi yang tumbuh dengan teknologi digital yang mendorong mereka untuk melakukan berbagai inovasi diberbagai bidang.
Namun disamping itu, arus perkembangan teknologi membuat mereka menghadapi tantangan seperti isu kesehatan mental hingga tekanan sosial.
Gen Z dipandang sebagai generasi lemah dan tidak mampu menghadapi masalah. Mereka rentan menyerah dan berputus asa. Kendati demikian, kedekatan mereka dengan media digital menjadikan mereka sosok yang senantiasa mengikuti perkembangan sosial media. Bahkan tidak jarang hal tersebut mendorong mereka berpikir kritis.
Pusat Riset Masyarakat dan Budaya (PMB) BRIN memaparkan bahwa gen Z mempunyai ketertarikan terkait sains dan teknologi. Hal ini mencakup rasa ingin tahu tren teknologi terkini dan keinginan memakai inovasi teknologi (Detik.udu. 10/12/25).
Mereka tidak langsung menyerap informasi namun melakukan cek fakta dari sumber terpercaya.
Budaya digital dan media sosial yang begitu masif dikalangan gen Z membuat mereka lebih mudah dalam memberikan kritik dan aspirasi.
Katadata-Insight Center bersama Kominfo tahun 2021 menunjukkan bahwa 60% Gen Z di Indonesia dikategorikan memiliki tingkat literasi digital yang tinggi.
Media digital menjadi ruang utama bagi Gen Z untuk mengekspresikan diri, berinteraksi, sekaligus menyampaikan pesan. Gen Z memiliki potensi yang cukup besar dalam meningkatkan kesadaran publik hingga mendorong perubahan kebijakan. Keberadaan mereka bisa dikatakan sangat berpotensi dalam menginisiasi perubahan.
Namun, potensi tersebut tidak bisa optimal diakibatkan ruang digital tidak lagi netral. Ruang-ruang digital saat ini didominasi nilai-nilai materialistik. Sikap kritis mereka di sunat dengan adanya standart-standart yang tercipta di sosial media akibat penerapan sistem sekuler kapitalis yang materialistik. Standart kebahagiaan, standart kecantikan bahkan standart kemapanan, semua dibentuk oleh media dengan standart flexing.
Akhirnya potensi besar gen Z hanya mengarah kepada isu-isu pragmatis individualististik. Mereka hanya sibuk mencari validasi dan eksistensi. Hingga tidak mampu memberikan ruang kritik atas isu-isu politik yang mendera negeri ini.
Oleh karenanya, potensi gen Z yang besar ini harus diarahkan dan dikembalikan sebagaimana mestinya. Sikap kritis dan open minded mereka yang sekuler haruslah diubah menjadi paradigma berpikir Islam. Gen Z harus menjadikan Islam sebagai standart mereka dalam berpikir, bertindak dan bersikap.
Gen Z harus mengambil peran dalam menyuarakan kebenaran dengan standart Islam. Memberikan solusi solutif dan ideologis berdasarkan paradigma Islam. Dalam hal ini dibutuhkan sinergi antara keluarga, masyarakat hingga negara.
Keluarga harus mengambil peran dalam memberikan nilai-nilai yang sesuai dengan Islam.
وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allâh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." [at-Tahrîm/66:6].
Keluarga memiliki andil mendasar dalan membentuk kepribadian dan karakter individu. Selain keluarga, masyarakat juga memiliki peran yang tidak kalah vital dalam menjaga generasi. Masyarakat sebagai media amar ma'ruf nahi munkar agar generasi tetap berada pada koridor syariat.
Tentunya negara dengan kebijakan yang dibuatnya, seharusnya negara sangat mampu untuk memastikan optimalisasi potensi generasi. Negara berfungsi sebagai raa’in (pemeliharan urusan rakyat). Dalam hal ini negara haruslah memastikan tidak terciderainya potensi generasi.
Rasulullah ﷺ bertutur, yang artinya,”Hanyalah Imam (khalifah) itu ibarat pelindung, orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung dari musuh dengan kekuasaannnya....” (HR Bukhari, Muslim, An Nasa’i).
Negara haruslah menjadi pelindung ketika generasi mengoptimalkan potensinya dengan kritis dan open minded. Semua gambaran tersebut hanya bisa terlaksana oleh Islam dalam naungan Daulah Khilafah ArRasyidah. Wallahu a'laam bishshowwab.[]
Oleh: Yosie Purwanti, S.E
(Aktivis Muslimah)