Renungan Dakwah dari Tanbīhul Ghāfilīn
Pendahuluan: Rajab dan Kesadaran Ruhani
TintaSiyasi.id -- Di tengah hiruk-pikuk dunia yang semakin bising, Islam menghadirkan waktu-waktu sakral sebagai alarm langit agar manusia kembali sadar. Salah satu di antaranya adalah bulan Rajab — bulan yang oleh para ulama disebut sebagai bulan kebangkitan hati.
Imam Abu Laits As-Samarqandi dalam Tanbīhul Ghāfilīn tidak sekadar mencatat Rajab sebagai kalender hijriyah, tetapi sebagai peringatan keras bagi hati yang lalai (ghāfil). Rajab adalah bulan untuk berhenti sejenak, menoleh ke dalam, dan bertanya dengan jujur:
"Masihkah aku berjalan menuju Allah, atau justru semakin jauh?”
1. Rajab: Bulan Allah dan Simbol Penyucian Jiwa
Dalam Tanbīhul Ghāfilīn dinukil ungkapan masyhur:
"Rajab adalah bulan Allah, Sya‘ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.”
Maknanya bukan sekadar pembagian waktu, tetapi peta perjalanan ruhani.
Jika Ramadhan adalah puncak cahaya, maka Rajab adalah awal pembersihan.
Para ulama menjelaskan:
Rajab → pembersihan dosa
Sya‘ban → penguatan cinta kepada Rasulullah ﷺ
Ramadhan → penyempurnaan takwa
Maka siapa yang melewati Rajab tanpa taubat, sejatinya ia sedang mempersulit dirinya sendiri untuk meraih cahaya Ramadhan.
2. Isra’ Mi‘raj: Peristiwa Langit, Pelajaran Batin
Imam Abu Laits menyebutkan bahwa Isra’ Mi‘raj terjadi pada bulan Rajab, sebuah peristiwa agung yang mengajarkan satu pesan utama:
Kenaikan derajat tidak dimulai dari kekuatan fisik, tetapi dari kesucian hati.
Sebelum Nabi ﷺ dimi‘rajkan:
Dadanya dibelah
Hatinya dibersihkan
Dipenuhi hikmah dan iman
Ini isyarat bagi umat:
“Tidak ada mi‘raj bagi hati yang kotor.”
Shalat yang diwajibkan pada malam Mi‘raj bukan sekadar ritual, tetapi tangga ruhani.
Siapa yang shalatnya tidak mengangkat akhlak dan kesadaran, berarti ia kehilangan ruh Mi‘raj.
3. Rajab Termasuk Bulan Haram: Waktu yang Dimuliakan
Rajab adalah salah satu dari empat bulan haram. Dalam Tanbīhul Ghāfilīn dijelaskan bahwa:
Dosa di bulan ini lebih berat
Amal saleh dilipatgandakan
Doa lebih dekat dikabulkan
Namun yang sering dilupakan:
Yang paling berbahaya di bulan haram adalah dosa hati.
Iri, sombong, dendam, kebencian, dan kedengkian — semua itu adalah perang batin yang justru harus dihentikan di bulan Rajab.
Rajab mengajarkan:
Menahan lisan
Mengendalikan emosi
Berdamai dengan sesama
Berdamai dengan diri sendiri
4. Rajab: Bulan Taubat dan Kembali
Imam Abu Laits menukil banyak atsar tentang luasnya pintu taubat di bulan Rajab. Para salaf berkata:
“Rajab adalah bulan menanam, Sya‘ban bulan menyiram, dan Ramadhan bulan memanen.”
Artinya:
Rajab → taubat dan niat
Sya‘ban → istiqamah dan amal
Ramadhan → buah ketakwaan
Betapa meruginya orang yang menunda taubat padahal pintu sudah dibuka lebar.
Betapa celakanya orang yang sibuk mengurus dunia, sementara Allah sedang memanggilnya pulang.
5. Rajab dan Peringatan bagi Hati yang Lalai
Nama kitab Tanbīhul Ghāfilīn berarti peringatan bagi orang-orang yang lalai. Rajab adalah bulan tamparan lembut dari Allah:
“Wahai hamba-Ku, sampai kapan engkau lalai?”
Banyak manusia:
Rajin ibadah, tapi hatinya keras
Banyak ilmu, tapi akhlaknya rusak
Aktif berdakwah, tapi lupa memperbaiki diri
Rajab hadir untuk meruntuhkan kepalsuan itu.
Rajab memanggil kita untuk jujur pada diri sendiri.
6. Makna Rajab bagi Umat Hari Ini
Di zaman krisis moral, Rajab bukan hanya momentum individual, tetapi agenda kebangkitan umat:
Taubat kolektif dari kezaliman
Introspeksi dari kerusakan sosial
Kembali pada nilai keadilan dan ihsan
Umat tidak akan bangkit hanya dengan slogan, tetapi dengan kesucian jiwa dan kejujuran iman.
Penutup: Rajab, Jangan Engkau Lewati dengan Lalai
Wahai kaum Muslimin,
Rajab bukan bulan biasa. Ia adalah undangan Allah sebelum Ramadhan.
“Siapa yang tidak berubah di Rajab,
jangan berharap banyak di Ramadhan.”
Mari jadikan Rajab sebagai:
Awal taubat yang sungguh-sungguh
Pembersihan hati dari penyakit batin
Persiapan ruhani menuju Ramadhan
Semoga Allah menjadikan kita hamba yang sadar sebelum dipanggil,
bertaubat sebelum terlambat,
dan kembali sebelum pintu tertutup.
Allāhumma bārik lanā fī Rajab wa Sya‘bān, wa ballighnā Ramadhān.
Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)