Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Trend Bullying Buah Jatuh Penerapan Sistem Sekuler-Liberal

Senin, 17 November 2025 | 11:46 WIB Last Updated 2025-11-17T04:46:45Z

Tintasiyasi.id.com -- Baru-baru ini kita di kejutkan dua kejadian memilukan menjadi potret gelapnya dunia pendidikan di negeri ini.
 
Dikutip dari kumparannews.com Pada Jumat, 31 Oktober 2025. Seorang santri di bawah umur dari asrama pondok Pesantren Badul Maghfiah membakar gedung asramanya sendiri lantaran tertekan secara mental sebab tak sanggup lagi menjadi korban bully. 

Dengan kasus yang sama terdapat seorang siswa SMA membuat ledakan di sekolahnya sebagai bentuk pelampiasan dari rasa sakit hati dan pengucilan sosial. Kedua peristiwa yang sama ini bukan sekedara headline semata, melainkan cermin bagi kita bahwa lembaga pendidikan yang menjadi wadah bagi jiwa muda belajar, eksplorasi pengetahuan, kini malah menjadi ladang luka dan amarah.

Fenomena bulliying bukan lagi sekedar kasus per kasus. Ia telah menjalar ke berbagai daerah, ke berbagai jenjang pendidikan, dan menimpa banyak jiwa muda dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Ketika kata-kata kasar dan tindakan menyakiti dianggap “hal biasa”, yang menjadi pertanyaan besar, kemana hilangnya adab yang jadi ruh dari pendidikan?.

Maka hal ini tak dapat disalahkan pada pelaku individunya, melainkan tanda bahwa sistem pendidikan kita tengah kehilangan fungsinya, yakni menjadi tempat aman, menimba ilmu, mengajarkan adab, dan nilai-nilai moral lainnya.

Lebih memilukan lagi, di tengah derasnya arus digital, media sosial menjadi panggung dimana ejekan dan candaan jadi hal lumrah, fun, tak beradab. Tak sedikit remaja menjadikan hal ini sebagai konten hiburan.

Bulliying yang dulu dilakukan diam-diam kini menjadi tontonan massal yang disukai banyak orang. Tertawa diatas penderitaan orang lain seolah menjadi budaya yang tumbuh tanpa rasa bersalah. 

Disinilah tampak jelas bahwa krisis adab bukanlah sekedar masalah individual, namun krisis peradaban. Nilai-nilai moral dan kasih sayang terkikis oleh budaya pamer dan gengsi yang ditumbuhkan oleh sistem kapitalistik yang serba mengejar perhatian dan keuntungan. 

Media sosial yang semestinya menjadi tempat mencari dukungan justru sering menjadi ruang yang memperparah luka. Banyak yang akhirnya mencari pelampiasan di sana, mengunggah curhat penuh amarah, atau bahkan meniru tindakan berbahaya yang mereka lihat di internet. Saat tidak ada lagi teman, keluarga, atau bahkan guru yang mampu mendengar, dunia maya menjadi pelarian. 

Akibatnya, banyak anak muda yang kehilangan arah, mudah tersulut emosi, dan memilih jalan ekstrem untuk melampiaskan rasa sakit. Ini menunjukkan rapuhnya jiwa generasi yang tumbuh dalam sistem yang hanya mengajarkan persaingan, namun tidak menanamkan kasih dan iman.

Maka sejatinya, akar permasalahan yang ada terletak pada sistem pendidikan sekuler hari ini, yang menyingkirkan nilai-nilai agama dari ruang belajar. Pendidikan yang semestinya membentuk generasi beriman dan beradab kini hanya fokus pada pencapaian akademik dan materi. Anak-anak dituntut untuk menjadi pintar sebatas kertas, bukan secara akhlak dan amal.

Dalam Islam, pendidikan bukan hanya tentang mengisi akal, tetapi menumbuhkan hati. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa beliau diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Jika misi ini kita abaikan, maka tidak heran jika pendidikan hari ini menghasilkan generasi yang pandai berpikir, tetapi miskin akan akhlak.

Maka sudah saat nya kita berbalik menggunakan sistem islam. Islam memiliki seperangkat sistem yang efektif mencegah bullying. Diantaranya:

Pertama, dari sisi pengasuhan, Islam mewajibkan orang tua mendidik anak-anaknya menjadi orang shaleh dan dijauhkan dari azab neraka. 

Kedua, Islam memiliki sistem ekonomi yang merata, memberikan lapangan kerja bagi kepala keluarga dan memuliakan wanita untuk mendidik anak-anak di rumah. Sehingga orangtua bisa menjalankan fungsi pengasuhan dengan optimal.

Ketiga, negara Islam akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam dengan kurikulum sesuai dengan syariat Islam, sehingga akan menghasilkan anak didik yang berkepribadian Islam.

Keempat, negara akan menerapkan sistem islam secara kaffah, termasuk sistem sanksi, maka pelaku kekerasan akan dihukum dengan sanksi yang menjerakan, sesuai dengan kejahatanyang ia lakukan. 

Maka terkait penganiayaan, terdaat hukum qisas, yaitu balasan yang setimpal. Setiap pelaku kekerasan yang sudah baligh arus dihukum dengan sanksi yang tegas, meski usianya masih di bawah 18 tahun.

Maka jelas bahwa sistem islam menjadi kunci untuk mencegah perundungan anak. Sistem islam justru akan menghasilkan anak-anak sholeh yang tat pada rabbnya dan bersikap penuh kasih sayang pada sesama. Wallahu'alam bishshawwab.[]

Oleh: Tsabitah Dien
(Aktivis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update