TintaSiyasi.id -- Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) merilis tulisan opini yang menyoroti temuan mencengangkan dari eksperimen perilaku hewan "Universe 25" yang menunjukkan bahwa keruntuhan peradaban sosial bisa terjadi meskipun kebutuhan fisik, seperti makanan dan tempat berlindung, terpenuhi secara mutlak.
“Eksperimen perilaku hewan
"Universe 25" yang menunjukkan bahwa keruntuhan peradaban sosial bisa
terjadi meskipun kebutuhan fisik, seperti makanan dan tempat berlindung,
terpenuhi secara mutlak,” sebut HILMI dalam rilisnya kepada TintaSiyasi.ID,
Senin (03/11/25).
HILMI menggunakan hasil eksperimen
tersebut sebagai cermin bagi manusia modern. “Meskipun teknologi dan energi
melimpah, masyarakat modern menghadapi krisis sosial, termasuk stres perkotaan,
kekerasan, degradasi moral, dan kehampaan makna,” cetus HILMI.
“Eksperimen ini menjadi
peringatan bahwa daya dukung sosial dan spiritual sama pentingnya dengan daya
dukung ekologis. Kerusakan tidak berasal dari kekurangan fisik, tetapi dari
disfungsi perilaku sosial,” ulas HILMI.
Eksperimen yang dilakukan oleh
ahli perilaku hewan John B. Calhoun pada tahun 1960-an itu, disebut HILMI
dilakukan dengan menempatkan sekelompok tikus dalam "surga" tertutup
dengan pakan, air, dan ruang bersarang yang berlimpah, tanpa kekurangan sumber
daya atau predator.
“Namun, meskipun populasi awalnya
tumbuh pesat hingga mencapai puncaknya (2.200 ekor), koloni tersebut pada
akhirnya punah seluruhnya dalam waktu 1.580 hari (sekitar 4 tahun 4 bulan),”
ulas HILMI.
HILMI menyebut, penyebab
kepunahan tui bukanlah kelaparan, melainkan behavioral sink—istilah yang
digunakan Calhoun untuk runtuhnya perilaku sosial akibat ruang sesak yang tak
menantang.
“Dalam kondisi padat, tikus-tikus
menunjukkan penyimpangan perilaku, seperti agresi, penelantaran anak oleh induk
betina, dan isolasi diri tanpa reproduksi,” pungkas HILMI.[] Rere
