TintaSiyasi.id -- Proyek Whoosh atau Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang digadang-gadang sebagai simbol kemajuan pembangunan di Indonesia kini justru menuai polemik, Cendikiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) menyoroti pembangunan seharusnya bisa memecahkan masalah, bukan menciptakan masalah baru. 
"Pembangunan itu harusnya memecahkan masalah, bukan menambah masalah," ungkapnya dalam Program Live Discussion: Patgulipat Kereta Api Cepat di kanal YouTube UIY Official, Senin (26/10/2025).
Menurutnya, para penguasa yang sudah dipilih rakyat itu, mesti membuat kebijakan dengan memprioritaskan kepentingan rakyat, memberi solusi atas berbagai persoalan bukan justru menambah persoalan baru bagi masyarakat. 
Terlebih lagi, jelasnya, dalam pandangan Islam, terkait proyek pembangunan tujuannya untuk kemaslahatan umat. 
"Ini hari kereta cepat menimbulkan masalah. Transportasi kereta cepat mungkin terselesaikan bagi segelintir orang (khusus di luar negeri) yang butuh cepat dan kalau sudah di sini (Indonesia) itu hanya sepersekian saja dari seluruh masyarakat yang memerlukan transportasi atau angkutan publik khususnya dari Jakarta," bebernya.
Parahnya lagi, lanjutnya, dari sisi teknis, jumlah utang untuk membiayai proyek ini kian membengkak hingga ratusan triliun. 
"Sekarang pertanyaannya, siapa yang harus melunasi Rp.120 triliun itu? Dan benarlah apa yang dikatakan Faisal Basri, 100 tahun pun belum tentu lunas itu. Ini harus diselidiki dan diketahui betul, siapa yang bertanggung jawab," ucapnya.
"Karena itu, sekali lagi, publik tidak boleh membiarkan persoalan ini diam begitu saja. Ini harus terus diributkan sampai betul-betul tertangkap, siapa yang diberi tanggung jawab dan kemudian dihukum," tambahnya. 
Ia menyebut, hal itu merupakan kemungkaran yang tidak boleh dibiarkan, karena Islam tidak memberi sedikitpun ruang untuk kemungkaran. 
Lanjutnya, sebagaimana yang telah Rasulullah ﷺ sabda, "Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya (kekuasaannya); jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya; dan jika ia tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim).
Ia mengingatkan, pentingnya umat mendakwahkan penguasa yang berbuat mungkar, sebab sejatinya kepemimpinan itu adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan kelak dihadapan Allah SWT.
"Pertanggungjawaban itu sudah hilang di kamus kekuasaan ini hari. Karena itu, pentingnya publik memiliki nilai spiritualisme didalam pergerakan politik atau dinamika politik negeri ini," tuturnya.
"Coba aja, dalam seluruh narasi yang dikemukakan oleh pejabat-pejabat termasuk pejabat tinggi dalam 10 tahun terakhir, enggak ada kata-kata akhirat, enggak ada kata-kata pertanggungjawaban, apalagi hisab dan neraka," tambahnya. 
Tidak mengherankan lagi, kata UIY, karena perspektif tentang akhirat diabaikan, proyek pembangunan yang ada hanya tentang jargon, diantaranya investasi, proyek pertumbuhan, padahal dibalik itu semua ada rente, alokasi saham gelap, suap dan lain sebagainya.
"Itu adalah sisi gelap dari dunia birokrasi, kekuatan yang berkelindan dengan korporasi-korporasi besar di dalam maupun di luar negeri. Dan mereka tahu cara untuk bisa mendapatkan rente besar itu dengan proyek besar. Proyek besar itu bisa dilegitimasi. Dilegitimasi oleh apa?oleh kepentingan-kepentingan sesaat yang ditopang oleh para akademisi. Mereka menggadaikan intelektualitasnya untuk memberikan legitimasi kepada policy (kebijakan) yang sesungguhnya, itu sangat tidak legitimate," bebernya.
Ia melihat, selain akademisi, rezim yang berkuasa juga menguasai segala alat dan fasilitas yang ada, termasuk aparat penegak hukum, maka wajar, di dunia ini tidak ada yang mereka (penguasa) takuti lagi, alhasil, segala cara ditempuh untuk mewujudkan kepentingannya. 
"Hasilnya apa? kekacauan birokrasi, kekacauan struktur kekuasaan, kekacauan policy, akhirnya kemudian seluruh ilmu yang berkenaan dengan visibility study, kelayakan teknis, ekonomi, itu kayak enggak berlaku. Semua itu tunduk pada kekuasaan. Maka, ini sebuah tragedi yang luar biasa melanda negeri kita," jelasnya.
Karenanya, jelas UIY, semua ini harus segera diselesaikan, agar tidak menjadi contoh yang buruk bagi generasi di masa mendatang. "Harus ada kata akhir bahwa ini salah. Sebab, kalau tidak ada yang bisa mengatakan ini itu salah, maka ini akan dianggap kebenaran dan itu bahaya sekali," pungkasnya.[]Tenira