TintaSiyasi.id -- Pada Jumat, 31 Oktober 2025, asrama putra Dayah (Pesantren) Babul Maghfirah, di Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar, terbakar. Kejadian kebakaran terjadi akibat adanya seorang santri yang nekat membakar asrama tersebut lantaran dendam akibat sering dibuly oleh rekan-rekannya. Pada saat kejadian, pelaku merasa kehilangan kesabaran karena pelaku mengalami tekanan sosial berat akibat ejekan, pelecehan, dan pengucilan. Pelaku merasa ingin membalas semua perilaku rekan-rekannya karena telah membullynya itu.
Kejadian sebagai berikut merupakan salah satu dari beberapa kasus yang terjadi di Indonesia. Ada banyak kasus kriminal yang berlatarbelakang pembullyan. Dimana banyak pelaku kriminal yang mengambil langkah balas dendam sebgai jalan pintas mereka mengungkapkan, mengekspreiskan kemarahannya. Yang tidak terduga adalah apabila pelaku memilih tindakan yang benar-benar menyedihkan, merugikan dan sampai merenggut nyawa. Walaupun kemarahan pelaku kriminal akibat pembullyan adalah hal yang beralasan, tetapi hal ini bukan hanya sebatas perilaku toxic pembully dan amarah dengan ekspresi yang tak terdug belaka. Yang mana hal ini harus menjadi perhatian penting bagi pemerintah untuk menyelesaikan semua permasalahan akibat bullying.
Akar permasalahan yang cukup mendasar adalah kehidupan masyarakat di negeri ini jauh dari aturan yang baku yakni agama. Urusan agama selalu dikesampingkan dalam mengatur kehidupan, agama hanya dipakai di beberapa aspek kecil seperti ibadah tetapi tidak menyeluruh seperti contohnya dalam mengatur interaksi sosial yang kompleks. Ditambah lagi negara tidak berpedoman dengan syariat Islam yang sebenarnya telah sempurna dalam mengatur kehidupan. Selama ini aktivitas berkehidupan masyarakat di negeri ini berjalan atas dasar hawa nafsu dan akal manusia yang terbatas.
Akhirnya terdapat beberapa poin yang bisa disorot dalam melihat permasalahan ini akibat kehidupan yang sekuler atau memisahkan agama dengan kehidupan. yng pertama adanya interaksi dan perilaku toxic antar satu dengan yang lain. Yang mana saat ini hubungan antar masyarakat tidak dibangun berdasarkan ketaatan kepada Allah SWT, sehingga wajar bagi siapapun bertindak semena-mena sampai saling menyakiti satu sama lain. Banyak dari masyarakat tidak sadar akan hal-hal atau tindakan apakah telah menyakiti orang lain, sehingga butuh adanya parameter untuk mengatur interaksi dalam masyarakat. Yang kedua adalah gagalnya negeri dalam menjaga generasi dari paparan-paparan konten-konten tidak beradab, jauh dari aturan dan etika yang tidak jarang terakses dengan mudah oleh generasi saat ini. Hal tersebut membuat banyak anak-anak dan remaja secara tidak sadar terpapar informasi dan pemikiran yang membuat tingkah laku menjadi liar.
Melihat rangkaian fenomena di atas, tentu bisa dipastikan bahwa konflik-konflik yang terjadi akibat bullying adalah negara ini tidak memakai Islam sebagai standar dalam mengatur hubungan masyarakatnya. Hidup yang semakin dijauhkan dengan nilai-nilai agama semakin menggerus awareness masyarakat diiringi interkasi yang semakin berkembang bebas, namun interaksi yang semakin bebas itu tidak sesuai fitrah manusia dan menimbulkan banyak pertikaian. Sehingga solusinya adalah kembali kepada Islam, yang mana telah lengkap mengatur segala aspek kehidupan. Islam sejak dahulu berusaha menyajikan gambaran terbaik bagaimana sikap individu, sebagai contoh anjuran untuk tersenyum, berkata-kata baik atau diam, bahkan dalam takaran sanksi atau uqubat Islam punya penyelesaian atas permasalahan ini. Sehingga butuh bagi setiap khalayak untuk mengkaji Islam. Dan berusaha menjadikan Islam sebagai refleksi kehidupan, menerapkannya walau di tengah keadaan yang semakin berkembang sekalipun, karena Islam adalah petunjuk bagi Sang Pencipta bagi ciptaan-Nya. Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Ainun Syaifia
Aktivis Muslimah