Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Hakikat Syukur menurut Ibnu Athaillah dan Al-Ghazali

Minggu, 28 Juli 2024 | 23:06 WIB Last Updated 2024-07-28T16:06:53Z
TintaSiyasi.id -- Syukur adalah konsep yang sangat penting dalam ajaran Islam, dan pemahaman mengenai syukur telah dikembangkan secara mendalam oleh banyak ulama besar, termasuk Ibnu Athaillah dan Al-Ghazali. Berikut adalah pandangan mereka mengenai hakikat syukur:

Ibnu Athaillah
Ibnu Athaillah as-Sakandari, seorang sufi terkenal dan penulis "Al-Hikam", memberikan penekanan yang mendalam pada pentingnya syukur dalam kehidupan spiritual. Menurut Ibnu Athaillah, syukur adalah:

1. Pengakuan terhadap Kebaikan Allah: Syukur dimulai dengan pengakuan dan kesadaran akan segala nikmat yang Allah berikan. Ini mencakup baik nikmat lahiriah maupun batiniah.

2. Penggunaan Nikmat dalam Ketaatan: Salah satu cara untuk bersyukur adalah dengan menggunakan nikmat yang Allah berikan dalam ketaatan kepada-Nya. Misalnya, kesehatan digunakan untuk beribadah dan melakukan kebaikan.

3. Syukur dalam Setiap Keadaan: Ibnu Athaillah menekankan pentingnya bersyukur dalam segala keadaan, termasuk dalam kesulitan. Menurutnya, kesulitan adalah bentuk lain dari nikmat yang membawa pelajaran dan kedekatan kepada Allah.

4. Syukur dengan Hati, Lisan, dan Perbuatan: Syukur harus mencakup tiga aspek: hati (pengakuan dalam hati atas nikmat), lisan (mengucapkan pujian dan terima kasih kepada Allah), dan perbuatan (menggunakan nikmat tersebut dalam cara yang diridhai oleh Allah).

Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali, seorang ulama besar dalam bidang fiqh, tasawuf, dan filsafat, juga membahas syukur secara mendalam dalam karya-karyanya, terutama dalam "Ihya' Ulumuddin". Beberapa poin penting dari pandangan Al-Ghazali mengenai syukur adalah:

1. Kesadaran terhadap Pemberi Nikmat: Al-Ghazali menekankan pentingnya mengenali bahwa semua nikmat berasal dari Allah. Kesadaran ini adalah dasar dari rasa syukur yang benar.

2. Kegembiraan atas Nikmat: Merasakan kegembiraan dan kebahagiaan atas nikmat yang diberikan oleh Allah adalah bagian dari syukur. Ini menunjukkan penghargaan dan cinta terhadap pemberian Allah.

3. Menggunakan Nikmat dengan Benar: Syukur yang sebenarnya melibatkan penggunaan nikmat sesuai dengan tujuan penciptaannya dan dalam ketaatan kepada Allah. Menyalahgunakan nikmat adalah bentuk dari kufur nikmat.

4. Syukur dalam Keadaan Susah dan Senang: Al-Ghazali mengajarkan bahwa syukur harus dilakukan dalam segala situasi, baik dalam keadaan senang maupun susah. Ini mencerminkan kedalaman iman seseorang.

5. Syukur sebagai Tiga Tingkatan:
o Syukur dengan Hati: Mengakui dalam hati bahwa semua nikmat berasal dari Allah.
o Syukur dengan Lisan: Mengungkapkan rasa syukur dan memuji Allah dengan lisan.
o Syukur dengan Anggota Badan: Menggunakan anggota badan untuk melakukan kebaikan dan ketaatan sebagai bentuk syukur.

Kesimpulan

Baik Ibnu Athaillah maupun Al-Ghazali menekankan pentingnya syukur sebagai elemen utama dalam kehidupan spiritual seorang Muslim. Mereka mengajarkan bahwa syukur harus melibatkan pengakuan hati, ucapan lisan, dan tindakan nyata. Kedua ulama ini juga sepakat bahwa syukur harus dijalankan dalam segala kondisi, baik dalam kesenangan maupun kesulitan, sebagai wujud penghambaan dan cinta kepada Allah.

Bahagia itu terletak pada rasa syukur kita kepada Allah SWT.

Pandangan bahwa kebahagiaan terletak pada rasa syukur kepada Allah SWT adalah pandangan yang sangat kuat dalam ajaran Islam. Kebahagiaan yang hakiki, menurut banyak ulama dan ajaran Islam, bukan terletak pada kepemilikan materi atau pencapaian duniawi semata, melainkan pada kedekatan dengan Allah dan rasa syukur atas nikmat yang diberikan-Nya. Berikut adalah beberapa poin yang mendukung pandangan ini:

1. Kebahagiaan dan Ketenteraman Hati
Rasa syukur membawa ketenangan dan kedamaian hati. Ketika seseorang bersyukur, dia fokus pada apa yang dimilikinya daripada apa yang tidak dimilikinya, sehingga mengurangi rasa iri, dengki, dan ketidakpuasan. Ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur'an:

وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ  

"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.'" (QS. Ibrahim: 7)

2. Syukur sebagai Bentuk Ibadah
Syukur adalah bentuk ibadah dan penghambaan kepada Allah. Dengan bersyukur, seorang hamba mengakui kebesaran dan kebaikan Allah, yang membawa kebahagiaan spiritual yang mendalam. Ini adalah kebahagiaan yang tidak tergantung pada keadaan eksternal, tetapi pada hubungan seseorang dengan Penciptanya.

3. Menghargai dan Mensyukuri Hal-Hal Kecil
Dengan bersyukur, kita belajar menghargai hal-hal kecil dalam hidup yang seringkali terabaikan. Hal ini membuat kita lebih peka terhadap nikmat-nikmat yang mungkin tampak sederhana tetapi sangat berarti, seperti kesehatan, keluarga, dan kesempatan untuk beribadah.

4. Perlindungan dari Keinginan yang Berlebihan
Rasa syukur melindungi kita dari keinginan yang berlebihan dan kerakusan. Dengan bersyukur, kita merasa cukup dengan apa yang kita miliki dan tidak terjebak dalam perlombaan materi yang tiada akhir. Ini sejalan dengan hadits Nabi Muhammad SAW: "Kekayaan (yang hakiki) bukanlah dengan banyaknya harta benda, tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kaya hati." (HR. Bukhari dan Muslim)

5. Keseimbangan dan Keharmonisan Hidup

Bersyukur membantu kita mencapai keseimbangan dan keharmonisan dalam hidup. Dengan bersyukur, kita tidak hanya fokus pada hal-hal duniawi tetapi juga pada hal-hal spiritual dan moral. Ini membawa kebahagiaan yang menyeluruh dan berkelanjutan.

6. Meningkatkan Kesehatan Mental
Penelitian modern juga menunjukkan bahwa bersyukur memiliki manfaat besar bagi kesehatan mental. Orang yang bersyukur cenderung memiliki tingkat stres yang lebih rendah, merasa lebih puas dengan hidup, dan memiliki hubungan sosial yang lebih baik.

Kesimpulan

Kebahagiaan sejati dalam Islam memang terletak pada rasa syukur kepada Allah SWT. Dengan bersyukur, kita menemukan ketenangan hati, kedamaian, dan kepuasan yang tidak bisa dicapai dengan cara lain. Rasa syukur mengajarkan kita untuk selalu melihat sisi positif dalam setiap keadaan, memperkuat hubungan kita dengan Allah, dan menjalani hidup dengan penuh makna dan kebahagiaan yang hakiki.

Ibnu Athaillah, seorang sufi besar dan penulis kitab "Al-Hikam," menyampaikan sebuah hikmah yang mendalam tentang rasa syukur: "Siapa yang tidak mensyukuri nikmat, berarti ia telah menghilangkan nikmat itu, dan siapa yang mensyukurinya maka ia telah mengikatnya dengan tali kekangnya."

Pernyataan ini memiliki beberapa makna penting:

1. Menghilangkan Nikmat: Ketika seseorang tidak bersyukur atas nikmat yang diterimanya, ia cenderung tidak menghargai atau bahkan menyia-nyiakan nikmat tersebut. Akibatnya, nikmat itu dapat hilang darinya. Rasa syukur adalah bentuk pengakuan dan penghargaan terhadap nikmat yang diberikan, dan tanpa rasa syukur, seseorang mungkin tidak akan merasakan atau menyadari betapa berharganya nikmat tersebut hingga ia kehilangannya.

2. Mengikat Nikmat: Mensyukuri nikmat adalah cara untuk menjaga dan mempertahankan nikmat tersebut. Dalam pernyataan Ibnu Athaillah, mensyukuri nikmat diibaratkan seperti mengikat nikmat dengan tali kekang, yang berarti memastikan bahwa nikmat itu tetap bersama kita. Rasa syukur menarik lebih banyak kebaikan dan keberkahan dalam hidup seseorang.

Pesan ini menekankan pentingnya rasa syukur dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bersyukur, kita tidak hanya menjaga nikmat yang ada, tetapi juga membuka pintu untuk mendapatkan lebih banyak nikmat di masa depan.

وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ  

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim (14): 7)

Sobat. Dalam ayat ini Allah swt kembali mengingatkan hamba-Nya untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah dilimpahkan-Nya. Bila mereka melaksanakannya, maka nikmat itu akan ditambah lagi oleh-Nya. Sebaliknya, Allah juga mengingatkan kepada mereka yang mengingkari nikmat-Nya, dan tidak mau bersyukur bahwa Dia akan menimpakan azab-Nya yang sangat pedih kepada mereka.

 Mensyukuri rahmat Allah bisa dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, dengan ucapan yang setulus hati; kedua, diiringi dengan perbuatan, yaitu menggunakan rahmat tersebut untuk tujuan yang diridai-Nya.

Dalam kehidupan sehari-hari, dapat kita lihat bahwa orang-orang yang dermawan dan suka menginfakkan hartanya untuk kepentingan umum dan menolong orang, pada umumnya tak pernah jatuh miskin ataupun sengsara. Bahkan, rezekinya senantiasa bertambah, kekayaannya makin meningkat, dan hidupnya bahagia, dicintai serta dihormati dalam pergaulan. Sebaliknya, orang-orang kaya yang kikir, atau suka menggunakan kekayaannya untuk hal-hal yang tidak diridai Allah, seperti judi atau memungut riba, maka kekayaannya tidak bertambah, bahkan lekas menyusut. Di samping itu, ia senantiasa dibenci dan dikutuk orang banyak, dan di akhirat memperoleh hukuman yang berat.

Sobat. Syukur nikmat meliputi tiga hal :
1. Menjaganya dari perubahan, perpindahan atau kehilangan.
2. Menambahi keadaannya dan memberkahi hartanya dengan terus melakukan kebaikan dan memberikan manfaat.
3. Senantiasa menjaga hubungan kepada Allah dalam keadaan diampuni.

Sobat, memang benar bahwa syukur nikmat memiliki makna yang mendalam dan mencakup beberapa aspek penting. Berikut adalah tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mensyukuri nikmat:

1. Menjaganya dari Perubahan, Perpindahan, atau Kehilangan:
o Mensyukuri nikmat berarti menjaga dan melestarikan nikmat tersebut. Ini bisa berarti merawat nikmat dengan baik, menggunakannya dengan bijak, dan memastikan bahwa nikmat tersebut tidak disia-siakan. Contohnya, menjaga kesehatan dengan pola hidup sehat, atau menjaga harta dengan mengelolanya secara bijaksana.

2. Menambah Keadaan dan Memberkahi Harta dengan Terus Melakukan Kebaikan dan Memberikan Manfaat:
o Rasa syukur dapat diwujudkan dengan cara memanfaatkan nikmat tersebut untuk kebaikan. Ini bisa berupa memperbanyak amal sholeh, memberikan sedekah, atau menggunakan waktu dan kemampuan yang dimiliki untuk membantu orang lain. Dengan demikian, nikmat tersebut tidak hanya bertahan, tetapi juga bertambah dan membawa berkah bagi diri sendiri dan orang lain.

3. Senantiasa Menjaga Hubungan kepada Allah dalam Keadaan Diampuni:
o Syukur juga berarti selalu mengingat dan menghubungkan diri kepada Allah SWT dalam segala keadaan. Memohon ampunan dan rahmat-Nya, serta tetap dalam ketaatan dan keimanan. Dengan menjaga hubungan yang baik dengan Allah, kita akan selalu berada dalam lindungan dan kasih sayang-Nya.

Ketiga hal ini menunjukkan bahwa syukur bukan hanya tentang ucapan terima kasih, tetapi juga tentang tindakan nyata dan pemeliharaan yang berkelanjutan. Dengan menjaga, menambah, dan menghubungkan nikmat kepada Allah, kita akan merasakan manfaat yang lebih besar dan keberkahan yang terus menerus.

Sobat. Umar ibn al-Khaththab mengatakan, "Nikmat adalah hewan liar , ikatlah ia dengan syukur.". Syukur adalah gembiranya hati kepada yang memberi nikmat karena nikmat yang diberikannya sehingga kegembiraan itu menjadi biasa baginya dan menyebar kepada seluruh anggota tubuhnya sehingga ia mudah melakukan ketaatan dan menjauhi segala larangan.

Sobat, pernyataan Umar ibn al-Khaththab, "Nikmat adalah hewan liar, ikatlah ia dengan syukur," mengandung makna yang sangat dalam tentang pentingnya rasa syukur dalam menjaga dan mengendalikan nikmat yang kita terima. Berikut penjelasan yang lebih rinci tentang konsep ini:

1. Nikmat sebagai Hewan Liar:
o Nikmat diibaratkan sebagai hewan liar karena jika tidak dijaga dan dikendalikan, nikmat tersebut dapat hilang atau menjadi tidak terkendali. Hewan liar cenderung bergerak bebas dan sulit untuk ditangkap atau dijaga, sama halnya dengan nikmat yang tidak disyukuri bisa lenyap atau disalahgunakan.

2. Mengikat dengan Syukur:
o Mengikat nikmat dengan syukur berarti kita menjaga dan memanfaatkan nikmat tersebut dengan penuh kesadaran dan penghargaan. Syukur menjadi alat untuk memastikan nikmat tetap berada dalam kendali kita dan tidak hilang begitu saja. Ini bisa diwujudkan melalui tindakan nyata, seperti memelihara kesehatan, mengelola harta dengan bijak, dan menggunakan waktu dengan produktif.

3. Syukur sebagai Gembiranya Hati:
o Rasa syukur tidak hanya sekedar ucapan terima kasih, tetapi juga merupakan kebahagiaan hati yang mendalam kepada Allah SWT, Sang Pemberi nikmat. Ketika hati gembira karena nikmat yang diberikan, perasaan ini menyebar ke seluruh anggota tubuh, mendorong kita untuk lebih taat dan menjauhi larangan-Nya. Kebahagiaan ini membuat kita lebih ringan dalam menjalankan ketaatan dan menghindari perbuatan yang dilarang.

4. Efek Syukur pada Ketaatan:
o Syukur yang tulus membuat seseorang lebih mudah melakukan kebaikan dan ketaatan. Ketika kita menyadari dan merasakan betapa besar nikmat yang diberikan, kita akan terdorong untuk membalas kebaikan tersebut dengan ketaatan. Ini termasuk menjalankan perintah Allah, menjaga hubungan baik dengan sesama, dan menjauhi perbuatan yang tidak diridhoi.

Dengan demikian, syukur bukan hanya tentang mengucapkan "terima kasih," tetapi juga tentang merasakan kebahagiaan dan penghargaan mendalam yang kemudian diwujudkan dalam bentuk ketaatan dan tindakan positif. Syukur mengajarkan kita untuk selalu menjaga dan memanfaatkan nikmat dengan sebaik-baiknya, serta mengarahkan kita untuk tetap berada dalam jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT  Lirboyo 

Opini

×
Berita Terbaru Update