Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Krisis Kemanusiaan Sudan Diperparah oleh Intervensi “Setan dari Luar”

Jumat, 21 November 2025 | 04:53 WIB Last Updated 2025-11-20T21:55:37Z

TintaSiyasi.id -- Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) memperingatkan bahwa krisis kemanusiaan di Sudan tidak hanya didorong oleh dosa internal elite, tetapi juga diperparah oleh intervensi "setan dari luar".

 

“Krisis kemanusiaan di Sudan tidak hanya didorong oleh dosa internal elite, tetapi juga diperparah oleh intervensi "setan dari luar",” ulas HILMI dalam rilis Intellectual Opinion No. 027.

 

Dalam konteks Qur’ani, HILMI mengatakan bahwa "setan" di sini dipahami sebagai struktur kekuasaan dan manusia yang fungsinya menggoda, menjerumuskan, dan merusak, yang dalam kasus Sudan adalah negara-negara kuat yang mengeksploitasi konflik demi minyak, emas, dan posisi geopolitik.

 

“Kekuatan asing melihat Sudan sebagai ajang pengaruh. Kedengkian antar-negara inilah yang menambah rumit konflik. Analisis mutakhir menunjukkan bahwa Sudan telah menjadi ajang “perang proxy mini”,” ulas HILMI kepada TintaSiyasi.ID, Senin (17/11/2025).

 

HILMI menyebutkan analisis tersebut, “Pertama, RSF menerima dukungan signifikan (senjata dan logistik) dari UAE. Kedua, SAF didukung oleh Mesir, sebagian negara Teluk, Turki, dan Iran.”

 

“Pola klasik "setan asing" adalah, ‘Biarkan mereka saling melemahkan; kita ambil sumber dayanya.’,” ungkap HILMI.

 

Lanjut disebutkan, HILMI menyoroti peran negara dan korporasi yang mengutamakan bisnis sumber daya (minyak dan emas) daripada nyawa manusia:

 

  1. Minyak: Cina, melalui CNPC, merupakan pemain besar yang membangun infrastruktur minyak Sudan, mengubah Sudan menjadi "ladang energi" bagi pasar global.

 

  1. Emas Darah: Laporan menunjukkan UAE menjadi hub emas Sudan yang terkait dengan RSF, dengan lonjakan impor signifikan setelah perang pecah. Emas ini masuk ke sistem keuangan global dan kembali menjadi senjata yang memanjangkan perang. Pasar yang membeli emas konflik ini disebut sebagai “setan struktural” karena memberikan respirator finansial bagi kelompok bersenjata, bukan bagi rakyat.

 

Selain pihak yang aktif memasok, kekuatan Barat seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa dikritik HILMI atas “ketidakpedulian aktif”.

 

Meskipun AS telah menjatuhkan sanksi terhadap jaringan bisnis RSF dan menyatakan RSF melakukan genosida, HILMI menegaskan jika perang besar Sudan tidak mendapat tekanan internasional sekuat konflik lain yang lebih dekat dengan kepentingan Barat.

 

“"Setan" di sini adalah pihak yang memilih diam ketika kejahatan massal terjadi, karena kalkulasi geopolitik dan ekonomi,” lugas HILMI.

 

HILMI menutup analisisnya dengan peringatan keras bagi dunia Islam: Solidaritas harus disertai analisis struktural dan upaya advokasi serius. Kritik terhadap "setan asing" harus diimbangi dengan koreksi internal (muroja‘ah) atas kibr, tama‘, dan hasad di kalangan elite Sudan sendiri, yang membuka pintu bagi intervensi luar.[] Rere

Opini

×
Berita Terbaru Update