Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

HILMI: Krisis Sudan Adalah Laboratorium Tiga Akar Dosa Utama Umat

Jumat, 21 November 2025 | 04:53 WIB Last Updated 2025-11-20T21:55:58Z

TintaSiyasi.id -- Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) dalam rilis opini intelektualnya (No. 027) menyatakan bahwa konflik di Sudan yang melibatkan Sudanese Armed Forces (SAF) dan Rapid Support Forces (RSF) sejak April 2023, yang telah mengakibatkan salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia—dengan hampir 25–30 juta orang membutuhkan bantuan dan lebih dari 12 juta orang terpaksa mengungsi—harus dibaca melalui lensa spiritual, yakni laboratorium besar dari tiga akar dosa utama umat.

 

“Sudan adalah laboratorium besar dari tiga akar dosa utama: kesombongan (kibr), keserakahan (tama‘), dan kedengkian (hasad). Akar-akar dosa ini diperparah oleh "gangguan setan" dari dalam, yaitu elite yang korup,” sebut HILMI kepada TintaSiyasi.ID, Senin (17/11/2025).

 

Akar dosa pertama, kesombongan elite. “Kesombongan politik dan identitas yang menghancurkan negara: 

  1. Kesombongan kekuasaan: elite di Khartoum, termasuk rezim militer dan jaringan milisi, merasa paling berhak menentukan masa depan Sudan. Aspirasi kelompok perifer sering dianggap sekunder, menciptakan “kibr struktural”. 
  1. Kesombongan identitas: dimensi identitas "Arab" versus "Afrika" sering dipolitisasi untuk membenarkan kekerasan dan marginalisasi, terutama di Darfur. 
  1. Kesombongan militer: baik SAF maupun RSF mengklaim sebagai penyelamat bangsa tetapi mengabaikan hukum humaniter.

 

“Kesombongan ini menyebabkan negosiasi damai menjadi rapuh, kompromi dianggap kelemahan, dan kekerasan menjadi "alat biasa" politik. Setan membisikkan kibr, ‘Kamulah pemilik sah negara ini. Tanpa kalian, Sudan runtuh. Maka segala cara boleh.’ Yang pada akhirnya membuat negara retak dari dalam,” tutur HILMI.

 

Akar dosa kedua, keserakahan atas sumber daya alam (SDA) dan kekuasaan. “Konflik Sudan jarang murni ideologis; di baliknya selalu ada peta sumber daya,” kata HILMI menekankan.


HILMI menguraikan peta sumber daya alam di Sudan sebagai berikut:

 

  • Minyak: Perang Utara–Selatan, yang diakhiri oleh Comprehensive Peace Agreement 2005, diwarnai oleh persoalan pembagian minyak.

 

  • Emas: dalam konflik terbaru, emas menjadi sumber dana perang yang kotor. Laporan menyebutkan emas Sudan, yang diduga kuat membantu pembiayaan operasi RSF, mengalir dalam jumlah besar ke Uni Emirat Arab (UAE).

 

  • Tanah dan Air: di Darfur, konflik juga berkaitan dengan perebutan tanah subur dan akses air, yang berubah menjadi kekerasan bersenjata ketika keserakahan kelompok dibiarkan tanpa hukum.

 

“Keserakahan elite militer dan milisi (SAF maupun RSF) untuk mengontrol pelabuhan, jalur dagang, dan rente ekonomi mengubah Sudan menjadi “pasar terbuka” bagi kapitalisme perang,” tandas HILMI.[] Rere

Opini

×
Berita Terbaru Update