TintaSiyasi.id -- Ditengarai berada dibalik konflik berdarah di Sudan yang telah menewaskan ribuan warga sipil, Pengamat Hubungan Internasional Dr. Hasbi Aswar mengatakan bahwa Amerika Serikat memang memiliki kepentingan utama di kawasan tersebut.
"Amerika Serikat memiliki kepentingan utama menjaga stabilitas keamanan di kawasan tersebut. Apalagi Sudan berbatasan langsung dengan laut merah sebagai salah satu jalur perdagangan terbesar dunia yang menghubungkan antara Asia dan Eropa," ujarnya kepada TintaSiyasi.id, Jumat (7/11/2025).
Selain itu, kata Hasbi, Sudan juga berhubungan dengan Mesir yang berbatasan langsung dengan Palestina. Donald Trump beberapa waktu lalu telah menyampaikan bahwa Sudan tidak boleh menjadi jalur penyelundupan bagi kelompok perlawanan di Palestina.
Posisi strategis Sudan ini yang membuat AS menggelontorkan bantuan kemanusiaan yang sangat besar bahkan donatur terbesar atas Sudan. Di sisi lain, lanjut Hasbi, AS juga mendorong mediasi atas kedua kelompok yang berperang tersebut.
"Yang membuat AS terlihat dilema sebab, baik RSF dan SAF didukung oleh negara mitra strategis AS di Timur Tengah, RSF didukung oleh UEA, sementara SAF didukung oleh Rusia, Mesir, Iran, dan Turki," ujarnya.
Sehingga, posisi AS di sini, kata Hasbi, adalah mencoba mendorong perang berhenti melalui berbagai media atau setidaknya tidak mengganggu kepentingan AS yakni jalur perdagangan di laut merah atau isu ancaman terorisme.
Perang Saudara
Hasbi menjelaskan, yang terjadi di Sudan adalah Perang Saudara yang terjadi sejak penggulingan pemerintahan Sipil tahun 2021 yang dilakukan oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan (SAF) dan Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo (Hemedti, RSF).
Namun, menurutnya, kegagalan upaya integrasi RSF ke militer nasional Sudan berakhir perang antara kedua belah pihak sejak tahun 2023 yang menewaskan ratusan ribu orang, dan membuat puluhan juta lainnya mengungsi.
"RSF Awalnya adalah milisi Janjaweed yang dibentuk oleh pemerintahan Omar Al-Bashir tahun 2003. Kemudian pada tahun 2013 berubah menjadi RSF dan saat ini dipimpin oleh Jenderal Dagalo yang kabarnya menjadi salah satu penguasa tambang emas dan eksportir emas terbesar di Sudan," ungkapnya.
Milisi ini, kata Hasbi, diduga melakukan genosida terhadap warga Sudan non-Arab saat melakukan pemberontakan di Darfur dan terulang kembali dalam perang beberapa tahun terakhir ini.
"Omar al-Bashir sendiri telah didakwah oleh Pengadilan Pidana Internasional (ICC) karena dianggap terlibat dalam aksi genosida tersebut," lanjutnya.
Peran UEA
Hasbi mengungkapkan bahwa Uni Ermita Arab (UEA) memasok senjata kepada RSF melalui jalur logistik di Chad, Libya, Somalia, dan Uganda termasuk Mendukung RSF secara finansial melalui perdagangan emas ilegal dari Sudan.
"Pemerintah sudan bahkan telah menggugat UEA di Mahkamah Internasional (ICJ) atas dukungannya terhadap RSF namun ditolak oleh ICJ. Meski UEA menolak, berbagai bukti seperti satelit, pelacakan penerbangan menunjukkan adanya dukungan UEA terhadap RSF di Sudan," tandasnya.[] Aslan La Asamu