Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kebijakan Negara untuk Kepentingan Rakyat, Bukan Atas Nama Investasi yang Menyengsarakan

Minggu, 02 November 2025 | 13:36 WIB Last Updated 2025-11-02T06:36:49Z
TintaSiyasi.id -- Negara sejatinya berdiri di atas cita-cita luhur: menghadirkan keadilan, melindungi rakyat, dan memastikan kesejahteraan bagi semua. Segala bentuk kebijakan—baik ekonomi, sosial, maupun politik—harus berpijak pada satu prinsip utama: kemaslahatan rakyat dan kemuliaan negara, bukan keuntungan sesaat yang menjerumuskan bangsa dalam ketergantungan dan penderitaan.

Namun, di era globalisasi yang kian kompleks, sering kali jargon “investasi sosial” dijadikan alasan untuk membenarkan berbagai kebijakan yang justru menguntungkan korporasi besar, sementara rakyat menanggung beban di belakang layar. Padahal, sejatinya negara bukanlah perusahaan dagang yang hanya mengejar profit, melainkan amanah konstitusional dan moral untuk menegakkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kebijakan Berkeadilan: Pilar Utama Negara Berdaulat

Negara yang berdaulat adalah negara yang mampu berdiri di atas kaki sendiri, mengelola sumber daya alam dan manusianya demi kemakmuran bersama. Ketika sebuah kebijakan lahir, ukurannya bukanlah berapa besar nilai investasi yang masuk, tetapi berapa besar manfaat yang dirasakan rakyat.

Kebijakan publik yang berpihak kepada rakyat memiliki beberapa ciri:

1. Transparan dan akuntabel, tidak dibuat dalam ruang gelap kepentingan politik atau ekonomi.

2. Menyentuh kebutuhan dasar rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan.

3. Melindungi kedaulatan ekonomi nasional, bukan membuka celah ketergantungan terhadap modal asing.

4. Menjamin keadilan sosial, bukan memperlebar jurang kaya dan miskin.

Sayangnya, dalam praktik modern, sering kali terjadi komersialisasi kebijakan. Sebuah proyek atau regulasi diberi label “investasi sosial” atau “pengembangan ekonomi strategis,” namun di balik itu terselip kontrak yang menggerus aset negara, membuka ruang eksploitasi sumber daya alam, dan menyingkirkan masyarakat kecil dari tanah dan penghidupannya.

Investasi Boleh, Tapi Jangan Menjual Kedaulatan

Islam tidak menolak investasi. Dalam Islam, muamalah ekonomi harus saling menguntungkan dan membawa keberkahan. Rasulullah ﷺ sendiri adalah seorang pedagang yang jujur dan profesional. Namun, Islam juga menegaskan batas: jangan sampai aktivitas ekonomi menzalimi pihak lain, apalagi merusak tatanan sosial dan lingkungan.

Allah SWT berfirman:

“Dan janganlah kamu merusak di muka bumi setelah Allah memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”
(QS. Al-A‘raf: 56)

Ayat ini menegaskan prinsip penting dalam kebijakan publik: menjaga keberlanjutan dan tidak merusak keseimbangan. Ketika investasi dilakukan tanpa pertimbangan moral, sosial, dan ekologis, maka hasilnya bukan kemajuan, melainkan kehancuran.

Kedaulatan ekonomi sejati tidak diukur dari banyaknya modal asing yang masuk, tetapi dari kemampuan bangsa mengatur dirinya sendiri dengan adil dan mandiri. Negara harus berani berkata “tidak” terhadap investasi yang merusak nilai, budaya, dan martabat rakyat. Sebab, uang bisa datang dan pergi, tetapi kehormatan dan kemandirian bangsa adalah harga mati.

Negara dan Amanah Kemaslahatan Umat

Dalam pandangan Islam, pemimpin adalah amanah, bukan penguasa yang bebas menentukan kehendaknya. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa tanggung jawab pemimpin adalah memastikan kebijakan yang lahir membawa manfaat bagi rakyat, bukan menambah penderitaan. Setiap regulasi harus ditimbang dengan nilai maslahat dan mafsadat (manfaat dan mudarat).

Apabila sebuah kebijakan membawa keuntungan ekonomi tetapi merusak tatanan sosial dan lingkungan, maka dalam pandangan syariah kebijakan itu harus ditolak. Imam Al-Ghazali menegaskan dalam Al-Mustashfa bahwa tujuan syariat (maqasid al-syariah) adalah menjaga lima hal pokok manusia: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Jika kebijakan publik melanggar satu di antaranya, maka ia tidak bisa disebut maslahat, melainkan mafsadat terselubung.

Refleksi untuk Negeri

Sudah saatnya bangsa ini menata ulang arah kebijakan ekonominya. Jangan sampai rakyat hanya menjadi penonton di negeri sendiri. Jangan sampai sumber daya alam dijual murah dengan alasan pembangunan. Jangan pula kesejahteraan rakyat digadaikan demi pencitraan keberhasilan jangka pendek.

Negara harus hadir sebagai pengatur dan pelindung, bukan sekadar fasilitator bagi pemilik modal. Pemerintah perlu berani berkata bahwa kebijakan yang merugikan rakyat tidak akan pernah diteruskan, meskipun dibungkus dengan janji manis investasi dan bantuan internasional.

Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

“Tidaklah seorang pemimpin yang memimpin rakyatnya kemudian mati dalam keadaan menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga baginya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menjadi pengingat keras bagi setiap pemegang kekuasaan: tanggung jawab terhadap rakyat bukan urusan dunia semata, tetapi juga urusan akhirat.

Penutup: Kembali ke Jalan Kemaslahatan

Kebijakan publik yang berorientasi pada kepentingan rakyat bukanlah utopia. Ia bisa terwujud jika para pemimpin memiliki visi yang jernih, niat yang ikhlas, dan keberanian moral untuk menolak tekanan kepentingan asing. Setiap keputusan negara harus berangkat dari nurani, bukan dari negosiasi keuntungan.

Maka, marilah kita kembalikan semangat kebangsaan dan keislaman dalam setiap kebijakan:

Bahwa rakyat bukan objek, tetapi subjek pembangunan;

Bahwa negara bukan alat kekuasaan, tetapi penjaga amanah Ilahi;

Bahwa keadilan sosial adalah napas utama dari kemerdekaan sejati.

Sebab pada akhirnya, sejarah tidak akan menilai berapa banyak investasi yang masuk, tetapi berapa banyak rakyat yang tersenyum karena kebijakan yang adil dan berpihak pada mereka.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si
(Sekjen Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa)

Opini

×
Berita Terbaru Update