Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Istighfar dan Tobat: Jalan Kembali Menuju Cinta Ilahi

Minggu, 02 November 2025 | 13:35 WIB Last Updated 2025-11-02T06:35:23Z

TintaSiyasi.id --  Refleksi Ruhani atas QS. Al-Mā’idah: 74

فَلَوْلَا يَتُوبُونَ إِلَى اللَّهِ وَيَسْتَغْفِرُونَهُ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya? Padahal Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
— QS. Al-Mā’idah [5]: 74

1. Seruan Ilahi untuk Kembali
Dalam ayat ini, Allah Subhānahu wa Ta‘ālā menggabungkan dua kata agung — taubat dan istighfar — sebagai jalan kembali menuju rahmat-Nya. Seruan ini bukan sekadar panggilan bagi pendosa, tetapi panggilan bagi seluruh manusia yang ingin menyucikan diri dari kelalaian hati.
Taubat adalah gerak ruhani untuk kembali, sementara istighfar adalah ungkapan kesadaran dan permohonan maaf dari lubuk jiwa yang dalam. Keduanya bagaikan dua sayap yang mengangkat hati menuju langit kasih sayang Allah.
Imam Al-Ghazali dalam Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn berkata:
“Taubat adalah awal langkah para salik (penempuh jalan Allah), pintu gerbang bagi mereka yang ingin menempuh jalan menuju Allah.”
Tanpa taubat, hati tertutup; tanpa istighfar, jiwa tak mungkin tenang.

2. Istighfar: Menyapu Debu Jiwa
Setiap hari kita menghirup udara, tetapi juga menyerap debu dosa — kecil atau besar, sadar atau tidak. Maka istighfar ibarat angin sejuk yang menyapu kabut hati, menyingkirkan debu yang menempel karena kelalaian.
Rasulullah ﷺ, manusia yang maksum, yang dijamin suci dari dosa, tetap beristighfar lebih dari 70 kali sehari. Beliau bersabda:
“Demi Allah, aku beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya lebih dari tujuh puluh kali dalam sehari.”
(HR. Bukhari)
Jika Nabi yang mulia saja senantiasa beristighfar, maka bagaimana dengan kita — yang setiap hari terperangkap dalam kesibukan dunia, kemarahan, kesombongan, atau kelupaan?
Istighfar bukan hanya lafaz di lisan, tetapi kesadaran hati yang menyesal, malu, dan rindu kepada Allah.
Ketika seseorang berkata “Astaghfirullah” dengan penuh rasa penyesalan, maka saat itu ia sedang mengetuk pintu ampunan, dan Allah — dengan kasih-Nya — tidak akan menolak siapa pun yang mengetuk dengan hati yang tulus.

3. Taubat: Gerbang Cinta yang Terbuka
Taubat bukan sekadar “menyesal dan berhenti”, tetapi berbalik arah menuju Allah. Ia bukan sekadar menjauhi dosa, tetapi menjemput kasih sayang.
Sayyid Abdul Qadir al-Jailani berkata:
“Taubat adalah kembali dari sesuatu yang tercela menuju sesuatu yang terpuji. Ia adalah perjalanan dari kelalaian menuju kesadaran, dari jauh menuju dekat.”
Setiap taubat yang tulus menandakan bahwa Allah masih mencintai hamba itu. Karena hakikatnya, keinginan untuk bertaubat adalah tanda bahwa Allah telah mendahului dengan kasih-Nya.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang menyucikan diri.”
(QS. Al-Baqarah: 222)
Lihatlah: cinta Allah tidak hanya kepada orang yang suci, tetapi kepada mereka yang pernah jatuh lalu bangkit, pernah salah lalu menyesal, pernah jauh lalu kembali.
Taubat adalah bahasa cinta yang dipahami oleh hati yang hancur.

4. Taubat dan Istighfar dalam Kehidupan Modern
Di zaman modern ini, dosa sering tersamarkan — bukan karena manusia lebih baik, tapi karena dosa menjadi biasa.
Orang lebih takut miskin daripada takut berdosa.
Lebih sibuk memperbaiki citra di media sosial daripada membersihkan noda dalam hati.
Padahal, taubat dan istighfar adalah pembersih jiwa di tengah hiruk-pikuk dunia yang menyesakkan.
Bahkan, istighfar sejati membawa keberkahan duniawi sebagaimana janji Allah dalam QS. Nuh ayat 10–12:
“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat kepadamu, memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan menjadikan untukmu kebun-kebun serta sungai-sungai.”
Istighfar bukan hanya menenangkan batin, tetapi juga mengundang rezeki dan keberkahan hidup.

5. Kembali ke Hadirat-Nya
Saudaraku, jangan menunggu sempurna untuk kembali kepada Allah.
Justru kembalilah agar engkau disempurnakan.
Allah tidak menuntut kesucian sebelum taubat, tapi menjanjikan kesucian setelah taubat.
“Wahai anak Adam, seandainya dosamu setinggi langit, lalu engkau memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampunimu.”
(HR. Tirmidzi)
Maka jangan pernah menyerah dengan masa lalu.
Jangan biarkan rasa bersalah berubah menjadi keputusasaan.
Bawalah luka itu dalam sujudmu — karena di sanalah Allah menunggu dengan cinta yang tak bertepi.

6. Penutup: Doa untuk Para Pendosa yang Ingin Pulang
“Ya Allah, Engkaulah yang membuka pintu taubat bagi hamba-hamba-Mu. Bukalah pula pintu hati kami agar tak bosan kembali. Jadikan setiap istighfar kami sebagai cahaya yang menuntun langkah menuju ampunan-Mu. Jadikan kami termasuk orang yang Engkau cintai karena taubat kami.”

Refleksi:
Taubat dan istighfar bukan tanda kelemahan, melainkan tanda kesadaran spiritual tertinggi.
Karena hanya hati yang hidup yang masih mau kembali, dan hanya jiwa yang mengenal cinta yang masih mau memohon ampun.

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana  UIT Lirboyo)

Opini

×
Berita Terbaru Update