TintaSiyasi.id -- Negeri ini baru saja memperingati Hari Santri Nasional. Hari Santri tahun ini mengangkat tema yaitu "Mengawal Indonesia MerdekaMenuju Peradaban Dunia." Presiden Prabowo Subianto menyampaikan ucapan selamat Hari Santri Nasional Tahun 1447 Hijriah kepada para santri, santriwati, kiai, nyai, hingga keluarga besar pondok pesantren di seluruh tanah air. Dalam ucapannya, Presiden Prabowo menekankan bahwa Hari Santri merupakan momentum untuk mengenang jasa para ulama dan santri yang turut berjuang mempertahankan kemerdekaan. Presiden Prabowo Subianto juga mengajak para santri menjadi penjaga moral dan pelopor kemajuan. (https://setneg.go.id, 24/10/2025)
Hari Santri mendapat banyak perhatian publik dengan serangkaian seremonial, dari upacara, kirab, baca kitab sampai festival sinema. Kita tentunya menaruh harapan besar pada acara yang diselenggarakan cukup meriah ini. Harapan terhadap perubahan bagi negeri ini ditangan para santri baik dari sisi pemahaman Islam maupun perbaikan terhadap moral generasi yang sedang rusak. Namun sayangnya, peringatan Hari Santri lebih banyak seremonial belaka, sama sekali tidak menggambarkan peran besar santri sebagai sosok yang fakih fiddin dan agen perubahan.
Pujian Presiden soal peran santri dalam jihad melawan penjajah di masa lalu juga tidak sejalan dengan berbagai kebijakan dan program menyangkut santri dan pesantren di masa kini. Saat ini, santri justru dimanfaatkan untuk menjadi agen moderasi beragama dan agen pemberdayaan ekonomi melalui kebijakan OPOP (one pesantren one produc). Santri juga disetir dengan kurikulum yang dirancang sedemikian rupa agar mereka memahami Islam secara moderat bukan Islam kaffah.
Santri tidak diarahkan memiliki visi dan misi jihad melawan penjajahan gaya baru dengan menjaga umat dan menjaga syariat. Peran strategis santri dan pesantren justru dibajak untuk kepentingan mengokohkan sistem yang hari ini diterapkan yaitu sekuler kapitalisme. Sungguh, posisi santri dalam sistem sekularisme sudah tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Para santri belum bisa diharapkan sebagai pelopor perubahan hakiki. Padahal seharusnya mereka para santri, kyai dan para ulama penghafal Al-Quran, Ahlu Qur'an, maka sudah selayaknya menjadi pelopor dalam penerapan isi Al-Qur'an yaitu syariat Islam kaffah, bukan Islam moderat.
Islam, memandang peran strategis santri dalam menjaga umat dan mewujudkan peradaban Islam cemerlang. Para santri sebagai orang yang faham terhadap agama (fakih fiddin) dan menjadi agen perubahan menegakkan syariat Islam di tengah kehidupan. Kurikulum pembelajaran di pesantren akan dirancang untuk mewujudkan visi dan misi tersebut. Pendidikan Islam, sepanjang sejarah telah dikenal melahirkan para ilmuwan yang terkenal cerdas dan ketakwaan nya bahkan tidak hanya dibidang agama tetapi juga dalam sain dan teknologi. Pendidikan Islam akan membentuk karakter pejuang pada diri santri sendiri dan berjuang ditengah masyarakat untuk menentang setiap pemahaman yang bertentangan dengan Islam.
Untuk mewujudkan hal besar tersebut, tentu saja kita membutuhkan peran negara. Negara menjadi penanggungjawab utama untuk mewujudkan eksistensi pesantren dengan visi mulia mencetak para santri yang siap berdiri di garda terdepan melawan penjajahan fisik dan pemikiran asing yang saat ini tengah bercokol dalam benak kaum Muslim.
Maka, jika kita melihat pada sejarah yang berhasil mewujudkan cita-cita mulia ini hanyalah negara yang menerapkan Islam secara sempurna dalam naungan Daulah Khilafah. Rasulullah SAW berhasil mewujudkan para pemuda di masa itu menjadi agen perubahan. Hal ini pun terus diikuti oleh generasi sahabat Rasulullah dan terus menerus hingga khilafah Ustmaniyah.
Maka, hanya dengan sistem Islam kaffah negeri ini dapat menjadikan para santri penjadi pelopor perubahan yang hakiki dan penjaga moral.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Pipit Ayu
Aktivis Muslimah