Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Gonjang-ganjing Proyek "Drakula" Whoosh: Inikah Ambisi Bodoh yang Penuh Muslihat China dengan Jebakan Utang Riba?

Jumat, 14 November 2025 | 21:22 WIB Last Updated 2025-11-14T14:22:52Z

TintaSiyasi.id — Gonjang-ganjing proyek Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) yang menghubungkan Jakarta dan Bandung atau kereta Whoosh mencuat di permukaan terkait dugaan nilai utang yang akan menjadi bom waktu ke depan. Dikutip dari Kompas (5-11-2025), Presiden Prabowo Subianto menegaskan, pemerintah akan menanggung pembayaran cicilan utang Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whoosh, dengan nilai sekitar Rp 1,2 triliun per tahun. Hal itu langsung mendapatkan tanggapan, banyak yang keberatan jika utang tersebut dibebankan kepada APBN, padahal awal mula proyek ini adalah B2B. 

Proyek Whoosh B2B merujuk pada skema bisnis-ke-bisnis (business-to-business) awal untuk pembiayaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang melibatkan konsorsium BUMN Indonesia (40%) dan China (60%). Namun, karena masalah utang, proyek ini menghadapi berbagai persoalan, termasuk pembengkakan biaya, dan ada perubahan ke arah melibatkan pemerintah, atau menjadi business-to-government (B2G) karena adanya jaminan pemerintah atas utang dari China Development Bank. 

PT KCIC tak pernah secara terbuka merilis laporan keuangannya ke publik, kerugian perusahaan ini bisa tampak dari laporan keuangan BUMN Indonesia yang jadi pemegang sahamnya. PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), perusahaan konsorsium BUMN Indonesia yang jadi pemegang 60 persen saham di PT KCIC, membukukan rugi hingga Rp 4,195 triliun sepanjang tahun 2024. Tren kerugian tersebut berlanjut pada 2025, di mana hanya dalam enam bulan pertama tahun ini, kerugian PSBI kembali bertambah Rp 1,625 triliun.

Kerugian PT PSBI di PT KCIC ini belum termasuk angka kerugian yang harus ditanggung konsorsium dari China yang menggenggam 40 persen. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (Kompas, 11-11-2025), mengungkapkan bahwa Indonesia akan mengirim tim ke Tiongkok untuk negosiasi utang kereta cepat Whoosh. Ia berharap dapat ikut dalam negosiasi tersebut.

Purbaya dan Prabowo sempat membahas, utang tersebut akan diambil dari uang hasil sitaan koruptor. Kira-kira apakah semudah itu menyita uang milik koruptor? Lha wong menangkapnya saja hukum di negeri ini tidak becus, bagaimana mau menyitanya? Uang yang dikorupsi tersebut milik rakyat harus dikembalikan ke rakyat bukan untuk bayar jebakan utang China via proyek Whoosh ini. 

Dikutip dari CNBC Indonesia (5-11-2025), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi salah satu opsi untuk pembayaran cicilan utang. Hal tersebut tersirat dari paparan Presiden Prabowo Subianto. Dia mengatakan negara memiliki kemampuan untuk melakukan pembayaran cicilan utang proyek yang memakan biaya US$ 7,27 miliar. Hal ini menuai kecaman, karena rakyat yang akan jadi tumbal akan jebakan utang proyek Whoosh. Dari pengantar di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut. Mengapa pemerintah begitu berani mengambil proyek "Drakula" Whoosh yang berpotensi memperbudak Indonesia dengan utang riba? Bagaimana dampak proyek Whoosh terhadap aspek politik dan ekonomi? Bagaimana strategi Islam dalam mewujudkan transportasi dengan teknologi tinggi?

Menyorot Proyek "Drakula", Whoosh yang Berpotensi Memperbudak Indonesia dengan Utang Riba

Perlu diingat, proyek ini sudah bergulir wacananya sejak era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Hanya saja, SBY bekerja sama dengan Jepang terkait pengembangan proyek ini. Ketika SBY lengser dan digantikan oleh Jokowi, proyek ini diserobot oleh China. Penyerobotan ini sudah banyak yang menduga akan menimbulkan jebakan utang yang cukup besar. Oleh karena itu, proyek ini bisa disebut sebagai proyek "drakula" karena dengan Whoosh setiap tahun Indonesia akan dibebani utang yang sangat besar dan naik secara signifikan. 

Utang proyek Whoosh mencapai Rp116 triliun atau setara US$7,2 miliar. Jumlah ini termasuk pembengkakan biaya dari proyek awal dan sebagian besar berasal dari pinjaman Bank Pembangunan Tiongkok (CDB) sekitar US$5,4 miliar (sekitar Rp81,37 triliun). Beban utang ini menjadi perhatian karena pendapatan dari tiket belum cukup untuk menutup bunga tahunan yang ditaksir mencapai Rp2 triliun. 

Dikutip dari CNBC Indonesia (5-11-2025), Kepala Departemen Makroekonomi Indef, Muhammad Rizal Taufikurrahman melihat utang proyek KCIC yang mencapai ratusan triliun tersebut menimbulkan dilema fiskal antara menjaga kredibilitas proyek strategis dan disiplin APBN. Secara prinsip, proyek ini berbasis B2B antara BUMN dan mitra Tiongkok, sehingga semestinya tidak menjadi beban APBN. Namun karena keterlibatan BUMN, potensi risiko fiskal tetap muncul jika kinerja keuangan proyek melemah.

Oktober lalu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan utang kereta cepat Whoosh seharusnya ditangani oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara. Purbaya mengatakan Danantara, sebagai holding BUMN, sudah mengambil 80% dari dividen dari BUMN. Seharusnya, utang Whoosh dikelola oleh Danantara melalui dividen mereka. Purbaya menilai jika utang Whoosh ditanggung oleh APBN, hal ini akan lucu. Pasalnya, Danantara yang akan mengambil dividennya, tapi Kementerian Keuangan yang menanggung utangnya.

Ada beberapa catatan kritis terkait proyek "drakula" Whoosh ini. Pertama, proyek ini adalah proyek jebakan China yang akan menyedot APBN dan menumbalkan seluruh rakyat Indonesia. Penyokong APBN di negeri ini adalah dari pajak yang diambil paksa kepada rakyat. Jika benar APBN akan menanggung beban utang proyek Whoosh tentu ini sama saja meminta seluruh rakyat Indonesia mendapatkan beban utang atas ambisi proyek Whoosh ini. 

Kedua, proyek "drakula" Whoosh adalah penipuan terbesar China terhadap Indonesia. Pemerintah Indonesia terlalu pasrah dan bodoh terhadap logika penjajah dalam memperbudak Indonesia. Dampak dari pola pikir sekuler yang menihilkan peran Islam dalam mengatur negara telah membodohi pemerintah Indonesia. Awalnya proyek ini merujuk pada skema B2B (bisnis ke bisnis) berubah menjadi B2G (bisnis ke pemerintah) yang menjadi pintu gerbang Indonesia terseret secara total akan jebakan utang China ini. 

Ketiga, proyek Whoosh ini hanyalah proyek ambisi yang dibangun dengan skema penjajahan sekuler kapitalisme. Pemerintah beranggapan, kerja sama dengan China menyelenggarakan KCJB ini akan membantu pendanaan dan meringankan pemerintah Indonesia. Tapi kenyataannya zonk! Justru proyek ini memuluskan China untuk menjadikan Indonesia sebagai negara kacung yang bertekuk lutut padanya karena beban utang Whoosh yang begitu signifikan. Jika pembiayaan utang tetap dipaksakan menggunakan APBN, hal tersebut berpotensi mendorong pelebaran defisit atau penambahan utang negara atau beban pajak yang akan ditarik kepada rakyat.

Segala bentuk kerja sama dengan negara penjajah Cina atau Amerika melalui skema utang riba adalah penjajahan nyata negara penjajah terhadap Indonesia. Memang Indonesia membutuhkan transportasi yang cepat dan nyaman tetapi semua itu harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan negeri ini. Bukan cuma ambisi bodoh yang dibodohi oleh China dan akhirnya menumbalkan seluruh rakyat Indonesia. Walhasil beban utang riba Whoosh berpotensi besar dibebankan ke rakyat lagi, karena memang begitulah tabiat pemerintah sekuler Indonesia. Mereka mengejar berbagai proyek dengan asing, ketika dibebani utang semua diserahkan kepada rakyat dengan beban pajak yang makin lama makin tinggi.

Dampak Proyek "Drakula" Whoosh terhadap Aspek Politik dan Ekonomi

Proyek "drakula" Whoosh, terbukti telah menjadi cara China untuk menghisap "darah" rakyat Indonesia dengan skema debt trap (jebakan utang) China yang terkenal dengan proyek obor China (one belt one road). Kali ini, Indonesia jadi korban keganasan jebakan utang China akibat Whoosh ini. Hal ini tentu berdampak terhadap dua aspek penting. Pertama, aspek ekonomi. Pembengkakan utang proyek Whoosh Rp116 triliun ini merugikan Indonesia dan ke depan yang jadi tumbal atas ambisi proyek kereta cepat ini adalah rakyat.

Utang yang dibebankan pada Danantara maupun APBN semua berkorelasi terhadap rakyat. Rakyat akan menjadi tumbal atas jebakan utang riba yang dilakukan China. Terlebih utang ini tidak kecil, tapi besar. Bagaimana Indonesia mampu melunasinya di kala sumber daya alam juga sudah dikuasai perusahaan asing baik Amerika maupun China? Utang ini akan membelenggu Indonesia supaya hegemoni China bisa masuk dengan leluasa di negeri ini. 

Kedua, aspek politik. Intervensi China akan masuk dan mengobok-obok Indonesia di aspek politik ekonomi dan pemerintahan. Apalagi besaran utang riba ini banyak dan terus bertambah seiring berjalannya waktu. Dari besaran ribanya saja, belum tentu bisa membayarnya apalagi utang pokoknya. Inilah bumerang bagi Indonesia yang sudah terjebak utang riba China. Ditipu dengan tawaran proyek Whoosh ternyata membelenggu Indonesia sampai utangnya lunas.

Dengan skema utang riba sebanyak itu juga tidak mungkin lunas utangnya kecuali Indonesia hijrah ke sistem Islam kaffah dan memperbaiki pola kerjasamanya sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Indonesia akan terus menjadi negara lemah jika menerapkan aturan sekuler demokrasi kapitalisme. Sudahlah Amerika menguasai SDA Indonesia, sekarang datang China ingin mengintervensi Indonesia secara keseluruhan.

Strategi Islam dalam Mewujudkan Transportasi Cepat dan Nyaman yang bebas dari Utang Riba

Dalam Islam memiliki transportasi yang maju, bagus, modern tidak dilarang, bahkan harus. Negara dalam Islam, harus mewujudkan pengelolaan masyarakat dengan konsep sebagai pelayan umat atas perintah ketaatan kepada Allah SWT. Salah satu bentuk kesejahteraan selain memenuhi sandang, pangan, dan papan adalah mewujudkan transportasi yang cepat dan nyaman seperti adanya kereta cepat. Sebuah keniscayaan dalam sistem pemerintahan Islam, negara mengoptimalkan peran sains dan teknologi untuk mewujudkan itu semua. 

Oleh karena itu, membangun kereta cepat sebagaimana yang terjadi di Indonesia adalah sebuah keniscayaan dalam sistem pemerintahan Islam nantinya. Hanya saja yang berbeda adalah dalam hal pendanaan. Tentunya sistem pemerintahan Islam yakni khilafah haram hukumnya utang riba kepada negara kafir penjajah seperti Amerika atau China. Hubungan yang terjalin dengan negara kafir penjajah adalah jihad, bukan malah membiarkan mereka mengelola proyek transportasi seperti kereta cepat. Sehingga salah besar, Indonesia kemarin bekerja sama dengan China entah dengan dalil B2B atau B2G semuanya adalah jebakan licik proyek "drakula" tersebut. 

Memang benar, proyek ini membutuhkan dana yang fantastis. Namun, dalam Islam, sangat jelas haram dan dilarang negara Islam (Khilafah) utang riba kepada China ataupun ke negara kafir penjajah lainnya. Soal bagaimana sebuah negeri muslim mewujudkan transportasi tersebut itu akan terjawab dengan mudah dengan penerapan sistem ekonomi dan keuangan Islam secara totalitas. Dalam sistem ekonomi Islam, jelas keharaman akad riba. Semua warga negara tidak melakukan muamalah yang mengandung unsur riba. Sehingga negara pun juga haram melalukan riba. 

Sumber dana negara Islam (Khilafah) diperoleh dari Baitulmal. Baitulmal mendapatkan pemasukan dari harta kepemilikan umum yang dikelola negara untuk kesejahteraan umat, harta kepemilikan negara (seperti fa'i, kharaj, ghanimah, dan lain-lain), dan bisa saja dari wakaf orang-orang kaya yang ada di Daulah Islam. Sehingga mewujudkan negara yang berdikari dan tidak bergantung pada negara kafir penjajah hanya bisa diwujudkan jika Indonesia menerapkan hukum Islam secara paripurna dalam segala aspek kehidupan. Inilah yang akan memutus lingkaran setan yang diciptakan utang riba kepada Indonesia.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Segala bentuk kerja sama dengan negara penjajah Cina atau Amerika melalui skema utang riba adalah penjajahan nyata negara penjajah terhadap Indonesia. Memang Indonesia membutuhkan transportasi yang cepat dan nyaman tetapi semua itu harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan negeri ini. Bukan cuma ambisi bodoh yang dibodohi oleh China dan jadi bumerang yang akhirnya menumbalkan seluruh rakyat Indonesia. Proyek "drakula" Whoosh, terbukti telah menjadi cara China untuk menghisap "darah" rakyat Indonesia dengan skema debt trap (jebakan utang). 

3. Dalam Islam memiliki transportasi yang maju, bagus, modern tidak dilarang, bahkan harus. Sebuah keniscayaan dalam sistem pemerintahan Islam, negara mengoptimalkan peran sains dan teknologi untuk mewujudkan itu semua. Sumber dana negara Islam (Khilafah) diperoleh dari Baitulmal.

4. Sehingga mewujudkan negara yang berdikari dan tidak bergantung pada negara kafir penjajah hanya bisa diwujudkan jika Indonesia menerapkan hukum Islam secara paripurna dalam segala aspek kehidupan. Inilah yang akan memutus lingkaran setan yang diciptakan utang riba kepada Indonesia. 

#Lamrad #LiveOpperessedOrRiseAgainst

Oleh. Ika Mawarningtyas
MATERI KULIAH ONLINE UNIOL 4.0 DIPONOROGO. Rabu, 12 November 2025. Di bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum.

Opini

×
Berita Terbaru Update