Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Eksploitasi Akuifer Dalam: Inikah Wujud Kapitalisasi Air dalam Sistem Ekonomi Kapitalis?

Sabtu, 01 November 2025 | 09:31 WIB Last Updated 2025-11-01T02:31:21Z

TintaSiyasi.id -- Air adalah sumber kehidupan, baik manusia, hewan ataupun tumbuhan tidak bisa lepas dari kebutuhan akan air untuk keberlangsungan hidup. Sedangkan, air akuifer dalam ialah air tanah yang tersimpan di dalam lapisan batuan atau sedimen bawah tanah yang berpori dan jenuh air.

Baru-baru ini diketahui, akuifer dalam ini telah dimanfaatkan oleh Danone Indonesia sebagai sumber mata air untuk air minum kemasan merk Aqua. Dikatakan bahwa air Aqua berasal dari 19 sumber air pegunungan yang tersebar di seluruh Indonesia. Danone menyatakan akuifer dalam yang mereka gunakan berasal dari kedalaman 60-140 meter. Air ini disebut terlindungi secara alami oleh lapisan kedap air, sehingga bebas dari kontaminasi aktivitas manusia. (Tempo, 24-10-2025)

Pemanfaatan sumber air oleh industri air minum bukan hanya dilakukan oleh PT Tirta Investama (Aqua). Sebagaimana kita ketahui puluhan merk air minum kemasan telah tersebar di pasaran. Ini menandakan air telah lama menjadi komoditas yang menjanjikan di Indonesia hingga memicu eksploitasi sumber daya air secara besar-besaran. Ini pun tidak lepas dari paradigma pengelolaan air sebagai sumber kehidupan di dalam sistem ekonomi kapitalis.

Bagaimana eksploitasi akuifer dalam oleh industri air minum menjadi bentuk kapitalisasi air?
Apa dampak kapitalisasi air terhadap hak rakyat untuk akses air?
Bagaimana pengelolaan air sebagai sumber kehidupan dalam perspektif Islam?


Kapitalisasi Air dalam Pengelolaan Sumber Kehidupan di Sistem Ekonomi Kapitalis

Akuifer dalam yang diklaim oleh pihak Danone Indonesia sebagai sumber air untuk air minum kemasan Aqua memiliki peranan penting bagi sumber kehidupan manusia. Akuifer dalam berfungsi menyimpan cadangan air tanah dalam jangka waktu panjang, kayaknya bank air bumi yang menyimpan air hasil infiltrasi selama ratusan bahkan ribuan tahun. Selain itu, akuifer dalam juga menjadi sumber air bersih alami yang kandungan mineralnya seimbang, tidak tercemar, sehingga layak minum karena terlindungi dari aktivitas manusia di permukaan. Namun, akuifer dalam ini juga berfungsi menjaga kestabilan ekosistem air tanah, di mana di saat terjadi kekeringan, air dari akuifer dalam akan mengalir perlahan ke sungai atau danau, sehingga dapat menjaga debit air tetap ada. Bahkan secara ekologis, akuifer dalam berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan bawah tanah dan struktur geologis, sehingga mencegah penurunan muka tanah.

Akuifer dalam memang sangat baik dikonsumsi oleh manusia apalagi airnya yang jernih sehingga tidak butuh banyak pengolahan, ini alasan bagus menjadikan akuifer dalam sebagai komoditas untuk dikapitalisasi. Sejalan dengan paradigma ekonomi kapitalis, apapun itu yang menarik keuntungan layak untuk diperdagangkan. Akuifer dalam akhirnya menjadi penopang industri air minum untuk meraup keuntungan, wajar apabila dieksploitasi secara berlebihan.

Paradigma ekonomi kapitalis tidak memandang dampak ekologis secara serius ketika dihadapkan pada keuntungan. Eksploitasi ekuifer dalam berlebihan akan mengakibatkan penurunan muka tanah (tanah ambles), kekeringan di akuifer dangkal, hilangnya sumber air alami di daerah sekitar, dan krisis air bersih jangka panjang. Bukti adanya ekploitasi akuifer dalam telah ditampakkan bumi secara langsung, di saat kekeringan kebutuhan akan air bersih sangat sulit diperoleh, bahkan telah menjadi krisis berkepanjangan.

Dalam kasus ini, meskipun pihak Danone mengklaim bahwa aktivitasnya telah melalui hasil penelaahan ilmiah oleh ahli hidrogeologi dari Universitas Gadjah Mada dan Universitas Padjadjaran, sumber air Aqua tidak bersinggungan dengan air yang digunakan masyarakat, serta proses pengambilan air juga telah mendapatkan izin dari pemerintah dan diawasi secara berkala (Tempo, 23-10-2025). Namun, ini tidak menafikan adanya ekploitasi akuifer dalam. Belum lagi pemanfaatan sumber daya air oleh industri air minum kemasan lainnya.

Fakta lain menunjukkan, berdasarkan survey yang dilakukan Investabook di tahun 2021, persentase rumah tangga yang sumber air minumnya menggunakan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) berjumlah 39%, angka ini merupakan angka paling tinggi di antara sumber air minum lainnya, apalagi dibandingkan sumber air minum dari ledeng (termasuk PDAM) yang hanya 9% (lk2fhui.law.ui.ac.id). Fakta ini juga wujud maraknya industri air di Indonesia yang mendorong pada kapitalisasi air.

Dari data yang dimiliki oleh Asosiasi Air Minum dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN), tercatat sebanyak 615 industri bergerak di kegiatan perdagangan AMDK dengan jumlah merek lebih dari 500. (lk2fhui.law.ui.ac.id)

Kebutuhan air yang merupakan sumber kehidupan bagi manusia adalah keniscayaan. Pengelolaan sumber kehidupan yang cacat dalam sistem ekonomi kapitalis telah menghalalkan air untuk dikapitalisasi. Negara secara langsung sebagai regulator bagi kepentingan para kapitalis. Memberi ruang legal untuk mengeksploitasi sumber daya publik.

Kapitalisasi air adalah potret buruknya pengelolaan air sebagai sumber kehidupan yang merupakan amanah Allah SWT. Air berubah menjadi komoditas paling menguntungkan dalam sistem kapitalistik. Bahkan, akuifer dalam yang berfungsi sebagai penyimpan air alami yang vital bagi keberlanjutan kehidupan dan ekosistem bumi menjadi sasaran eksploitasi. Hingga bumi telah menampakkan kerusakannya, makin hilangnya sumber air bersih bagi manusia.


Dampak Kapitalisasi Air terhadap Hak Rakyat untuk Akses Air

Kapitalisasi air tentu berdampak bagi kehidupan rakyat. Dilansir dari lk2fhui.law.ui.ac.id, kasus monopoli sumber air pernah terjadi di Klaten, Jawa Tengah. PT Tirta Investama (Aqua) melakukan operasi pemanfaatan sumber air untuk komersial di mata air Sigedang dan Kapilaler sekitar Kecamatan Ceper, Pedan, dan Delanggu. PT Tirta Investama menyedot sumber air dengan pompa berkekuatan besar yang semula berkapasitas 23 liter per detik menjadi 30 liter per detik, ini artinya dalam sehari saja PT Tirta Investama menyedot debit air sebanyak 3 juta liter. Pihak perusahaan berusaha mengupayakan rekonsiliasi atas konflik yang sudah memanas antara warga termasuk petani dan perusahaan. Mereka memberi kompensasi Rp 5,39 untuk setiap liter air dari yang awalnya hanya Rp 1. Walaupun begitu, dampak yang terjadi sudah menyebar luas misalnya kekeringan pada lahan pertanian dan sungai. Debit air untuk mengairi lahan pertanian mengalami defisit 157 liter per detik, setelah dilakukan penyelidikan oleh Dirjen Sumber Daya Air Depkimpraswil di tahun 2004, PT Tirta Investama bahkan terbukti sangat jauh melanggar izin eksploitasi sebanyak 86 liter per detik yang seharusnya hanya 23 liter per detik.

Dampak kapitalisasi air juga diulas oleh Prof. Dr. Suteki, S.Hum., M.Hum. dalam bukunya yang berjudul Politik Hukum Hak Atas Air. Disebutkan bahwa privatisasi pengelolaan sumber daya air berpotensi membahayakan akses rakyat terhadap air. Beberapa alasan dapat ditunjukkan sebagai berikut: 

Pertama, negara tidak dapat menjamin terpenuhinya akses rakyat terhadap air bersih. 
Kedua, privatisasi identik dengan kenaikan tarif air. 
Ketiga, keadilan sosial dalam bidang distribusi air terancam. 
Keempat, privatisasi dapat memicu konflik di daerah perkotaan (antara konsumen pemerintah, dan PAM) dan daerah pedesaan (antara swasta, pemerintah, dan petani) dan memicu konflik hulu-hilir.
Kelima, keuntungan justru dinikmati oleh swasta bahkan asing sedangkan rakyat dirugikan. 


Strategi Pengelolaan Air sebagai Sumber Kehidupan dalam Perspektif Islam

Dalam perspektif Islam, air adalah salah satu bagian dari harta milik umum yang pengelolaannya diamanahkan kepada negara bagi kesejahteraan umat. Paradigma yang sangat jelas dan tegas tentang pengelolaan sumber daya air ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw. dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api".

Berdasarkan hadis ini, Islam menegaskan bahwa air termasuk harta milik umum (al-milkiyyah al-‘ammah). Sehingga, tidak ada ruang bagi individu atau korporasi untuk memonopoli sumber daya air yang merupakan hajat hidup orang banyak. Dalam Islam negara berkewajiban sebagai rāain (pengurus), bukan regulator yang menyediakan karpet merah atas legalitas kapitalisasi air.

Oleh karena itu, Islam mewajibkan negara untuk memenuhi hajat hidup rakyatnya atas kebutuhan air, maka negara wajib memastikan di antaranya:
Pertama, distribusi air yang adil dan merata untuk seluruh rakyat. 
Kedua, rakyat dapat menikmati sumber daya air semurah-murahnya, bahkan gratis. 
Ketiga, negara wajib melindungi ekosistem agar sumber air tetap terjaga.

Di dalam sistem ekonomi Islam, sumber daya yang menguasai hajat hidup rakyat seperti air, padang rumput (hutan), dan api (minyak) dikelola secara langsung oleh negara yang kemudian keuntungannya dipergunakan untuk kepentingan publik. Sesuai konsep ini maka negara tidak akan menyerahkan pengelolaan sumber daya alam terutama air kepada pasar atau kapitalis. Dengan begitu, tidak akan ditemui adanya eksploitasi akuifer dalam oleh industri air minum atau korporasi. Ini karena air tidak akan menjadi komoditas yang diperjualbelikan.

Terlebih, Allah SWT mengamanahkan kepengurusan rakyat kepada negara. Dalam riwayat Al-Bukhari, Rasulullah Saw. bersabda, "Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." Khalifah akan berupaya memenuhi kebutuhan air rakyatnya atas dasar ketaatan terhadap perintah-Nya, sebagai amanah yang yakin akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan-Nya.

Islam hadir bukan sekadar sebagai agama ritual semata, tetapi juga sistem kehidupan untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, sesamanya, dan alam semesta. Penerapan Islam secara menyeluruh di seluruh lini kehidupan akan menjauhkan dari kerusakan dan bahkan membawa berkah bagi seluruh alam. []

#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst


Oleh: Dewi Srimurtiningsih
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo 

Opini

×
Berita Terbaru Update